Mataram, 17/1 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berupaya mempermudah investasi Hutan Tanaman Industri (HTI) di kawasan Tambora, Pulau Sumbawa, agar dapat mempercepat pemulihan kerusakan hutan di daerah itu.
"Investasi HTI dipermudah dan investor yang berminat bangun HTI di Tambora harus disikapi secara positif oleh semua pihak," kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Ir Hj. Hartina, MM, di Mataram, Minggu.
Ia mengatakan, investasi di bidang HTI itu akan mempercepat pemulihan kerusakan hutan Tambora, Pulau Sumbawa, yang mengalami kerusakan cukup parah.
Hutan Tambora, yang berada di wilayah Kabupaten Dompu dan Bima luasnya mencapai 130 ribu hektare, sebanyak 70 ribu hektare diantaranya untuk cagar alam, taman buru, suaka margasatwa, hutan lindung, hutan produksi, dan hutan produksi terbatas.
Menurut Hartina, kini tingkat kerusakan hutan Tambora akibat 'illegal loging' sudah mencapai 30 persen dari luas kawasan hutan Tambora.
Kerusakan terparah pada kawasan hutan yang dikelola PT VPI yakni mencapai 50 persen dari total luas areal 31 ribu hektare.
Sementara tingkat kerusakan hutan produksi lebih dari 25 persen dari total 26 ribu hektare, demikian pula tingkat kerusakan hutan taman buru yang juga lebih dari 25 persen.
"Ada kekhawatiran tingkat kerusakan kawasan hutan lindung Tambora itu semakin parah sehingga ditempuh berbagai upaya yang bersifat meredam aksi-aksi 'illegal logging' itu, salah satunya memberi kemudahan kepada investor untuk membangun HTI," ujarnya.
Karena itu, Hartina mengajak semua pihak terkait untuk merespons secara positif investor yang berminat membangun HTI di Tambora.
Investor itu sudah mengantongi izin prinsip sehingga tengah mengurus rekomendasi Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) dari pihak berkompeten.
"Investor itu membutuhkan areal kawasan hutan sedikitnya 26 ribu hektare untuk membangun HTI di Tambora dan hal itu telah disanggupi pemerintah daerah," ujarnya tanpa menyebut nama investor dimaksud.
Hartina mengakui, investor itu akan diarahkan untuk mengelola areal kawasan hutan yang pernah dikelola PT Veneer Product Indonesia (VPI) yang luasnya mencapai 31 ribu hektare.
PT VPI merupakan pemegang Kak Pemanfaatan Hutan (HPH) di kawasan hutan Tambora, Pulau Sumbawa dan mulai beraktivitas sejak 1998, namun Gubernur NTB yang saat itu dijabat Harun Al Rasyid menghentikan aktivitas itu sejak 24 Mei 2003.
Penghentian sementara atas instruksi Gubernur NTB itu merujuk pada kajian Dinas Kehutanan NTB dan usulan Bupati Bima yang saat itu dijabat, Zainul Arifin.
Gubernur menempuh kebijakan itu karena PT VPI tidak mematuhi kewajibannya, yakni penanaman kembali areal hutan bekas tebangan.
"Karena itu, kami arahkan ke bekas kawasan hutan yang dikelola PT VPI agar proses reklamasi hutan terlaksana dan program HTI pun berjalan sesuai harapan," ujar Hartina.(*)