Jaksa Agung: Putusan First Travel tak sesuai dengan tuntutan Jaksa

id Jaksa Agung, First Travel, putusan MA, aset barang bukti

Jaksa Agung: Putusan First Travel tak sesuai dengan tuntutan Jaksa

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

Bandung (ANTARA) - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menganggap putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terhadap perkara penipuan dan pencucian uang di perusahaan agen umrah First Travel tidak sesuai dengan tuntutan jaksa.

Meski putusan kasasi MA telah menetapkan bahwa aset sitaan barang bukti First Travel untuk dilelang, menurut Burhanuddin, seharusnya aset harta tersebut dikembalikan kepada korban. Dengan demikian, ia menganggap putusan tersebut bermasalah.

"Padahal kami tuntutannya (aset barang bukti) dikembalikan kepada korban, putusan itu kan jadi masalah," kata Burhanuddin di Bandung, Minggu.

Dalam perkara tersebut, jaksa menerapkan Pasal 378 KUH Pidana tentang penipuan, Pasal 372 juncto Pasal 55 ayat 1 KUH Pidana tentang penipuan secara bersama-sama serta Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

‎Pasal 378 dan 372 KUH Pidana yang diterapkan jaksa itu mengacu kepada fakta bahwa para jemaah gagal berangkat umrah meski sudah membayar sejumlah uang. Dari perkara tersebut, diketahui bahwa uang tersebut digunakan oleh bos First Travel untuk belanja barang-barang mewah.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan vonis terhadap Direktur Firsr Travel, Andika Surachman dan istrinya Anniesa Hasibuan dihukum masing-masing 20 tahun dan 18 tahun penjara. Adapun Direktur Keuangan First Travel, Kiki Hasibuan dihukum 15 tahun penjara.

Sedangkan permasalahan itu dimulai dari putusan tingkat kasasi di MA yang menetapkan bahwa seluruh harta First Travel bukan dikembalikan ke jemaah, melainkan dirampas oleh negara.

Oleh karena itu, kata Burhanuddin, pihaknya sedang membahas permasalahan tersebut. Ia menyebut pihaknya sedang mencari upaya hukum yang bisa ditempuh, karena putusan tersebut memiliki kekuatan hukum tetap.

"Justru itu sedang kami bahas. Upaya hukum apa yang bisa kembali dilakukan," ujarnya