Mataram (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak mempersoalkan mahasiswa penerima beasiswa luar negeri yang enggan pulang untuk mengabdi ke kampung halaman mereka.
"Mereka tidak harus pulang dan bekerja di sini," kata Kepala BRIDA NTB Lalu Suryadi di Mataram, Minggu.
Suryadi menuturkan mereka lulus kuliah dan langsung bekerja di luar negeri itu karena gaji di sana lebih tinggi ketimbang di kampung halaman.
Menurut dia, upaya yang lebih tinggi itu membuat mereka bisa mengirim sebagian pendapatan ke orang tua untuk membangun usaha dan juga bisa digunakan untuk membantu biaya sekolah adik-adik mereka.
Baca juga: Beasiswa tingkatkan indeks pembangunan manusia di NTB
Para diaspora asal NTB yang lahir melalui dukungan beasiswa pemerintah daerah secara tidak langsung turut berkontribusi terhadap peningkatan indeks pembangunan manusia.
"Jangan dikira karena mereka di luar negeri tidak berkontribusi justru itu yang lebih dominan kontribusinya karena mereka bisa menyekolahkan adik-adiknya," kata Suryadi.
Selama lima tahun terakhir, BRIDA NTB telah menyalurkan bantuan beasiswa kepada 700 orang untuk bersekolah di luar negeri. Kini jumlah mahasiswa penerima beasiswa hanya tersisa 120 orang yang sudah memasuki semester akhir.
Baca juga: Pemerintah Provinsi NTB bersiap menggelar pameran beasiswa terbesar
Suryadi mencontohkan ada satu orang asal Sumbawa yang dibiayai oleh program beasiswa BRIDA NTB untuk belajar teknik penerbangan ke China dan kini sudah menetap di sana.
"Dia tidak mau balik karena dia bisa langsung kerja di bidang penerbangan," ucapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, indeks pembangunan manusia Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2019 hanya sebesar 68,14 poin. Angka harapan lama sekolah mencapai 13,48 tahun dan rata-rata lama sekolah sebesar 7,27 tahun.
Empat tahun kemudian pada 2023, indeks pembangunan manusia Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 72,37 poin. Angka harapan lama sekolah mencapai 13,97 tahun dan rata-rata lama sekolah sebesar 7,74 tahun.
"Kalau mereka balik ke Indonesia, saya kira pola berpikir sudah luar negeri. Pola berpikir orang luar negeri jadi aparatur sipil negara itu nomor dua dan paling utama pengusaha," ujar Suryadi.
Baca juga: Ratusan mahasiswa NTB menerima beasiswa di Malaysia
"Mereka tidak harus pulang dan bekerja di sini," kata Kepala BRIDA NTB Lalu Suryadi di Mataram, Minggu.
Suryadi menuturkan mereka lulus kuliah dan langsung bekerja di luar negeri itu karena gaji di sana lebih tinggi ketimbang di kampung halaman.
Menurut dia, upaya yang lebih tinggi itu membuat mereka bisa mengirim sebagian pendapatan ke orang tua untuk membangun usaha dan juga bisa digunakan untuk membantu biaya sekolah adik-adik mereka.
Baca juga: Beasiswa tingkatkan indeks pembangunan manusia di NTB
Para diaspora asal NTB yang lahir melalui dukungan beasiswa pemerintah daerah secara tidak langsung turut berkontribusi terhadap peningkatan indeks pembangunan manusia.
"Jangan dikira karena mereka di luar negeri tidak berkontribusi justru itu yang lebih dominan kontribusinya karena mereka bisa menyekolahkan adik-adiknya," kata Suryadi.
Selama lima tahun terakhir, BRIDA NTB telah menyalurkan bantuan beasiswa kepada 700 orang untuk bersekolah di luar negeri. Kini jumlah mahasiswa penerima beasiswa hanya tersisa 120 orang yang sudah memasuki semester akhir.
Baca juga: Pemerintah Provinsi NTB bersiap menggelar pameran beasiswa terbesar
Suryadi mencontohkan ada satu orang asal Sumbawa yang dibiayai oleh program beasiswa BRIDA NTB untuk belajar teknik penerbangan ke China dan kini sudah menetap di sana.
"Dia tidak mau balik karena dia bisa langsung kerja di bidang penerbangan," ucapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, indeks pembangunan manusia Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2019 hanya sebesar 68,14 poin. Angka harapan lama sekolah mencapai 13,48 tahun dan rata-rata lama sekolah sebesar 7,27 tahun.
Empat tahun kemudian pada 2023, indeks pembangunan manusia Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 72,37 poin. Angka harapan lama sekolah mencapai 13,97 tahun dan rata-rata lama sekolah sebesar 7,74 tahun.
"Kalau mereka balik ke Indonesia, saya kira pola berpikir sudah luar negeri. Pola berpikir orang luar negeri jadi aparatur sipil negara itu nomor dua dan paling utama pengusaha," ujar Suryadi.
Baca juga: Ratusan mahasiswa NTB menerima beasiswa di Malaysia