Kota Mataram masih nihil kasus KDRT saat pandemi corona

id mataram,pandemi,covid

Kota Mataram masih nihil kasus KDRT saat pandemi corona

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Hj Dewi Mardiana Ariany. (Foto: ANTARA News/Nirkomala.dok)

Mataram (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyebutkan sejak awal pandemi COVID-19 hingga saat ini tidak ada kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Berdasarkan data sejak Februari 2020, sampai hari ini kami menangani 6 kasus perebutan hak asuh anak. Khusus untuk KDRT, belum ada apalagi KDRT yang dipicu karena COVID-19," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Hj Dewi Mardiana Ariany di Mataram, Kamis.

Pernyataaan itu disampaikannya menanggapi adanya sejumlah kasus KDRT di beberapa kabupaten/kota lainnya di NTB, sebagai dampak dari pandemi COVID-19 yang mengakibatkan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK), dirumahkan dan lainnya yang memicu psikologi masyarakat bersangkutan.

Dewi mengatakan dari enam kasus yang ditanganinya itu secara khusus tidak ada menyebutkan kalau mereka berpisah karena dampak COVID-19, namun mereka berpisah dengan alasan sudah tidak cocok.

"Faktor ekonomi juga ada, tapi tidak karena COVID-19. Tapi kasus perebutan hak asuh anak itu muncul setelah anak-anak diliburkan sekolah karena pandemi COVID-19," katanya.

Di mana, ibu yang biasa bisa bertemu dengan anak-anaknya di sekolah, sejak sekolah diliburkan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19, kesulitan bertemu dengan anaknya begitu sebaliknya karena ayah mereka tidak mengizinkan keluar rumah.

Namun, dalam kasus perebutan hak asuh anak ini, katanya, warga yang melapor diarahkan ke pengadilan sebab untuk pemberian hak asuh anak, DP3A tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan.

Keweangan itu sepenuhnya menjadi hak pengadilan, dan biasanya hak asuh anak di bawah 10 tahun menjadi hak ibu, tetapi itupun dilihat dari berbagai dasar pertimbangan. Diantaranya, ibunya adalah orang baik-baik dan memiliki pekerjaan.

"Karena itulah, untuk kasus perebutan hak anak harus melalui persidangan di pengadilan," katanya lagi.

Sementara menyinggung tentang kasus kekerasan anak, Dewi menyebutkan, sampai hari ini pihaknya belum menerima satupun laporan terkait kekerasan terhadap anak.

"Harapn kita, itu tidak akan pernah ada. Karenanya, orang tua harus bisa selalu akur agar anak tidak menjadi korban dan tidak terbebani sebab sering kali kekerasan terhadap anak terjadi karena orang tua melampiasan kekesalannya kepada anak," katanya.