Slamet Riyadi SE, membangun bisnis dari "titik nol"

id pengusaha

Slamet Riyadi SE, membangun bisnis dari "titik nol"

Slamet Riyadi, SE, Owner Duta Sarana Corporation (Dok. pribadi)

Mataram (ANTARA) - Ada pepatah masa lampau yang sudah bukan menjadi rahasia publik tentang "Buah jatuh tak jauh dari pohonnya".

Maknanya, kurang lebih adalah, sebuah karakter atau kepribadian seorang anak yang sangat bergantung pada orangtua dan lingkungan sekitarnya.

Khususnya lagi, pada sosok anak laki-laki yang sering tidak berbeda jauh dibandingkan ayahnya, apakah sama-sama pekerja keras atau lainnya.

Terlebih pada prinsipnya ayah memang bukan saja hanya berperan dalam mencari nafkah, namun juga menumbuhkan karakter anak-anaknya.

Sisi itu yang barangkali tersemat pada Slamet Riyadi, SE, putera kelahiran Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, salah satu pelaku usaha atau pebisnis yang sukses mengembangkan "kerajaan bisnis"-nya dengan spirit dan motivasi dari sang Ayah.

Putra kelahiran Desa Sukosari, Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek itu memang dilahirkan dari keluarga pedagang, sehingga sejak kecil sudah berinteraksi dengan aktivitas perniagaan.

"Orangtua saya dulu adalah agen kebutuhan pokok atau sembako di wilayah kami tinggal," katanya.

Slamet mengenang masa itu, di mana seiring proses kehidupan yang berjalan, yakni di kala menjelang lulus Sekolah Menengah Atas (SMA), bisnis orangtuanya mengalami penurunan. Bahkan disebutnya sebagai "gejolak bisnis".

Roda berputar. Akibat penurunan bisnis yang selama itu dijalani, akhirnya saat kelas 2 SMA, pada 1986, orangtua memutuskan melakukan "hijrah bisnis", dari semula sembako ke bidang produk perlengkapan rumah tangga dan kain batik.

Tak hanya "hijrah" bidang usaha, sang ayah juga "hijrah" wilayah, yakni dari Trenggalek ke Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.

Merintis usaha memasarkan produk perlengkapan rumah tangga, batik, kain sarung, dan lain-lainnya, sang ayah sebagai pedagang nalurinya cepat membaca pada pangsa pasar mana untuk bisa menyasar pelanggan.

“Ayah saya menyasar pangsa pasar di wilayah yang banyak dihuni komunitas warga asal Pulau Jawa di Kaltim. Titiknya, Samarinda, Kutai Kertanegara serta Balikpapan dan sekitarnya,” katanya.

Saat itu di daerah-daerah tersebut belum ada satu pun yang berbisnis barang perlengkapan rumah tangga dan kain batik.

Proses berjalan, dan permintaan peralatan rumah tangga, kain batik, sarung, dan kain jarik sangat luar biasa. Masyakarat Kalimantan Timur, khususnya Komunitas Jawa di daerah transmigrasi ingin memakai busana simbol budaya mereka, tapi susah mendapatkannya karena harus membeli dan mendatangkannya dari Pulau Jawa.

“Akhirnya Ayah saya secara rutin mendatangkan barang dari Surabaya. Barang tersebut didistribusikan kepada para pedagang di Kalimantan Timur,” tuturnya.

Sang ayah yang hubungannya dengan komunitas para pedagang tersebut kian bertambah, usahanya juga kian luas. "Alhamdulillah sukses hingga memiliki sejumlah toko," katanya.

Di saat sang Ayah sudah berwirausaha di Kaltim, keluarganya masih berada di Trenggalek. "Bapak mesti bolak-balik Balikpapan-Surabaya-Trenggalek," tambahnya.

Slamet Riyadi, SE, (tengah) diapit Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak (kanan) dan Bupati Trenggalek saat ini Mochamad Nur Arifin. (Dokumentasi Pribadi)

Studi Ekonomi

Pada tahun 1987 Slamet mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) yang kala itu bernama Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru), dan akhirnya diterima di Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda.

Suami dari Vony Riyadi dan ayah dari Beril Nadia Nindy Paramesti, mahasiswi Sekolah Bisnis di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, serta ayah dari Bergie Rakha Arya Putra, siswa di “International Islamic Boarding School “ Tazkia di Malang itu menyelesaikan studi di FE Unmul pada 1992. Mengapa memilih studi di FE?

Slamet mengaku darah bisnis mengalir karena sejak kecil, dengan kondisi melihat kegiatan jual-beli pada usaha sang ayah mengantarkannya berpikir untuk menuntut ilmu yang selaras dengan kegiatan sehari-harinya.

Meski berlatar belakang ilmu ekonomi, Slamet mengaku setelah lulus studi tidak langsung berbisnis. Ia sempat bekerja di perusahaan asing dan beberapa kali mengikuti “training” di luar negeri.

Ia juga pernah bekerja di perusahaan multinasional (multinational corporation/MNC) selama kurang lebih tujuh tahun, dan akhirnya memutuskan berhenti bekerja untuk belajar memulai usaha sendiri.

Awalnya, pada 1999 Slamet adalah pemasok aneka barang kebutuhan proyek dan alat tulis kantor (ATK) ke beberapa perusahaan.

Setelah berkembang usahanya, lalu ia juga memasok barang ke sejumlah perusahaan swasta serta perusahaan asing dan BUMN.

Di antara yang dipasok adalah bahan kebutuhan mekanikal, elektrikal hingga material konstruksi di wilayah Balikpapan hingga Samarinda dan Bontang.

"Alhamdulillah usaha sejak tahun 1999 berjalan dan tumbuh dengan baik, seiring dengan pesatnya pembangunan di Balikpapan dan juga Kaltim," katanya.

Kemudian Slamet mulai "running" di tahun 2000 dengan mulai membentuk perusahaan sendiri di bidang konstruksi.

“Karena selama menjadi pemasok ke perusahaan asing, perusahaan swasta dan BUMN, bidang yang ditangani adalah konstruksi, maka perusahaan bergerak dalam bidang "General Contractor, Supplier & Rental Equipment,” kata pria yang mempunyai hobi “Off Road” dan olahraga golf itu.

Perusahaan pertama yang didirikannya adalah PT Duta Sarana Prima. Setahun kemudian (2001) lahir perusahaan kedua, yakni PT Sinar Mulia dengan bidang sama, yakni kontraktor umum, perdagangan umum, dan penyewaan alat berat

Perusahaan yang dikelola Slamet merupakan perusahaan ‘Full Service’ yang berkompeten menangani berbagai proyek pembangunan bidang sipil dan arsitektural serta perdagangan.

Dalam bekerjasama dengan mitra dan relasi, pihaknya menitikberatkan pada konsep koordinasi dan integritas multidisiplin, dengan melibatkan para tenaga ahli yang profesional dalam bidangnya serta telah banyak berpengalaman menangani proyek- proyek skala besar dan perdagangan umum.

Sedangkan komitmennya adalah terus meningkatkan kemampuan dan kualitas kerja sebagai perusahaan yang professional.

Kini semua perusahaan yang dimilikinya bernaung dalam Group Duta Sarana atau Duta Sarana Corporation yang mempekerjakan 45 karyawan tetap, 120 karyawan kontrak dan karyawan Outsourcing.

Merambah luar Kaltim

Seiring kemajuan perusahaan, proyek-proyek di Grup Duta Sarana yang berkantor pusat di Kawasan Komplek Balikpapan Super Block (Mall E-Walk BSB) di Jalan Jenderal Sudirman Balikpapan itu juga merambah ke luar Kalimantan, yaitu ke daerah Sulawesi, Papua, Bali , NTB dan NTT.

Semula bisnis pertama dan utama berfokus di Balikpapan, yakni mengerjakan proyek milik PT Pertamina serta proyek pemerintahan yang dalam hal ini berkaitan dengan pekerjaan umum (PU) dan proyek-proyek swasta.

Meski sudah berhasil membangun "kerajaan bisnis", Slamet mengaku selalu terkenang dan rindu kampung halaman di Trenggalek serta terkenang masa kecil dengan segala perjuangannya. Kala itu, ia mengenang kampung halamannya sebagai “kota kecil yang aman dan damai”.

Dalam upaya mengenang kampung halaman, Slamet juga aktif menjadi Pengurus Paguyuban Warga Trenggalek di Balikpapan, yaitu Paguyuban "Menak Sopal".

Selain mengurus soal budaya tradisional seperti pergelaran seni, wayang dan lainnya, paguyuban itu juga melakukan aktivitas membantu warga Trenggalek di perantauan yang sedang membutuhkan pertolongan karena keadaan sakit atau yang membutuhkan bantuan sosial lainya.

Khusus untuk "menyambung" tali silaturrahim, paguyuban juga beberapa kali mengundang pihak Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Trenggalek.

“Kami pernah mengundang Bapak Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak atau Emil Dardak yang kini menjabat Wakil Gubernur Jawa Timur,” katanya.

Kemudian, Bupati Trenggalek saat ini Mochamad Nur Arifin juga pernah diundang ke Balikpapan untuk bersilaturahim dan bertemu warga Balikpapan asal Trenggalek.

Ketika sempat beberapa kali pulang kampung, Slamet melihat bahwa saat ini sudah banyak perkembangan dan kemajuan di tanah kelahiranya, Trenggalek.

Meski Kabubaten Trenggalek bukan daerah industri, ia melihat daerah itu memiliki potensi yang bagus di sektor agraria, pertanian, perkebunan, dan perikanan serta pariwisata.

“Sekarang tinggal bagaimana meningkatkan dan mengemas potensi tersebut secara lebih baik lagi untuk kemajuanTrenggalek, daerah yang kita cintai,” ujar Slamet.