Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat menyoroti masih rendahnya jumlah pegawai non-aparatur sipil negara (ASN) pemerintah daerah yang terlindungi program Badan Penjaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK).
Kepala Kejati NTB Tomo, menyebutkan jumlah pekerja non-ASN seluruh pemerintah daerah di NTB, sebanyak 48.500 orang dengan tingkat kepatuhan yang terlidungi 16.400 orang dan yang belum terlindungi 32.100 orang.
"Artinya tingkat kepatuhan baru 33,86 persen," katanya.
Ia mengatakan Pemerintah Provinsi NTB berada pada peringkat terbaik kepatuhan karena sudah mencapai angka 100 persen dalam mendaftarkan pekerja non-ASN. Disusul Pemerintah Kabupaten Sumbawa sebesar 100 persen, Kota Bima 67 persen, dan Kota Bima 63 persen.
Sementara pemerintah daerah dengan tingkat kepatuhan paling buruk adalah Kabupaten Dompu karena jumlah pekerja non-ASN yang diikutkan sebagai peserta BPJAMSOSTEK hanya 0,55 persen.
Selain non-ASN lingkup pemda, kata Tomo, pihaknya juga mencatat jumlah pekerja non-ASN aparatur desa se-NTB yang sudah terlindungi program jaminan sosial ketenagakerjaan mencapai 82 persen atau sebanyak 10.300 orang, sedangkan yang belum 2.200 orang.
Daerah dengan jumlah aparatur desa non-ASN yang sudah 100 persen terlindungi adalah Kabupaten Bima, dan Lombok Timur. Disusul Kabupaten Lombok Tengah sebesar 99,45 persen. Dan yang paling rendah adalah Kabupaten Dompu sebesar 22,68 persen.
"Melihat data tersebut, saya menyimpulkan bahwa mereka belum paham terkait kewajiban dan kemanfaatan dari program jaminan sosial ketenagakerjaan," ujar Tomo.
Tomo menegaskan bahwa pemerintah daerah wajib mengalokasikan dana APBD atau dari sumber lain yang sah untuk mendaftarkan pekerja non-ASN dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Hal itu sudah tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
"Kenapa Inpres itu keluar karena Presiden Joko Widodo melihat program jaminan sosial ketenagakerjaan belum terlaksana secara optimal," ucapnya pula.
Untuk itu, Tomo menginginkan agar para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang BPJAMSOSTEK se-NTB, menggencarkan sosialisasi terkait kewajiban pendaftaran pekerja, baik penerima upah dan non-penerima upah.
Ia juga mendorong BPJAMSOSTEK untuk menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah agar memasukkan kepesertaan pekerja dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan sebagai salah satu syarat dalam mengurus perizinan.
"Kita tidak boleh membiarkan pekerja tidak terlindungi, kalau terjadi kecelakaan kerja siapa yang menanggung," kata Tomo.
Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Bali, Nusa Tenggara dan Papua (Banuspa) Toto Suharto, berterima kasih dan mengapresiasi Kejaksaan TInggi NTB yang sudah mendukung BPJAMSOSTEK NTB dalam menyelenggarakan program jaminan sosial ketenagakerjaan untuk dapat melindungi pekerja di NTB.
Salah satu bentuk nyata dari Kejaksaan Tinggi NTB adalah dengan mengeluarkan surat pelaksanaan Inpres Nomor 2 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang ditujukan kepada seluruh pimpinan daerah di NTB.
"Kami akan menggandeng seluruh pihak terkait demi memastikan seluruh pekerja bisa terlindungi oleh program-program yang diselenggarakan oleh BPJAMSOSTEK," katanya.
Menurut Kepala Cabang BPJAMSOSTEK NTB Adventus Edison Souhuwat, kerja sama dengan Kejaksaan Tinggi NTB sangat efektif.
Hal itu dibuktikan dengan keberhasilan penagihan iuran mencapai Rp504,22 juta pada 2020, dengan jumlah tenaga kerja mencapai 504 orang. Sementara keberhasilan penagihan iuran periode Januari-Mei 2021 mencapai Rp181,24 juta dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 231 orang.
"Adapun dalam waktu dekat akan kembali dilakukan penyerahan SKK sebanyak 174 dengan potensi iuran sebesar Rp2,91 miliar dan potensi tenaga kerja sebanyak 1.304 orang," ujarnya.