MUSIM HUJAN PICU LEDAKAN ULAT

id

     Jakarta (ANTARA) - Pakar ulat bulu Prof Dr Aunu Rauf menyatakan musim hujan yang berkepanjangan selama tahun 2010 telah memicu ledakan populasi (outbreaks) ulat bulu di berbagai daerah di Indonesia.

     "Musim hujan yang berkepanjangan selama 2010 menyebabkan terganggunya kesetimbangan antara populasi ulat dengan musuh alaminya yang berupa predator dan parasitoid," kata Guru Besar Ilmu Hama Tanaman Institut Pertanian Bogor (IPB) itu yang dihubungi dari Jakarta, Jumat.

     Hujan yang turun terus menerus hampir setiap hari, ia memperkirakan, telah menyulitkan predator menemukan mangsanya dan menyulitkan parasitoid menemukan inangnya dan sebagai akibatnya musuh alami ini banyak yang mati.

     "Sehingga pada saat ulat meningkat populasinya seperti yang terjadi menjelang musim kemarau ini, populasi musuh alami kewalahan mengatasinya," katanya.

     Musuh alami ulat, ujarnya, selain predator berupa burung yang memangsa ulat, juga bisa berupa kepik yang mengisap cairan tubuh ulat atau kumbang yang memangsa ulat.

     Selain itu, lanjut dia, ada yang disebut parasitoid yaitu serangga yang hidup sebagai parasit di dalam tubuh ulat atau bahkan di dalam telur atau pupa.

     "Hasil pengumpulan ulat dari Probolinggo yang kami bawa ke Bogor mengungkapkan parasitoid yang paling banyak keluar dari kempompong ulat adalah jenis Brachymeria sp. Selain itu dijumpai pula ulat yang terinfeksi virus NPV, serta kepompong yang terinfeksi cendawan Beauveria bassiana," katanya.

     Parasitoid ini terhambat dalam menemukan inangnya ketika musim hujan berkepanjangan sehingga ulat berkembang pesat tak terkendali.

     Selain dipicu musim hujan berkepanjangan, meledaknya populasi ulat bulu juga disebabkan adanya migrasi ngengat yang menelurkan ulat-ulat bulu tersebut.

     Istilah ngengat (moth) digunakan untuk kupu-kupu yang aktif terbang malam hari dan corak sayapnya kusam atau putih polos, tidak berwarna-warni seperti kupu-kupu (butterfly) yang aktif terbang siang hari.

     Dari pengamatan lapangan tampak bahwa ulat yang menyerang itu ukurannya sama. Hal ini berarti bahwa ulat-ulat ini berasal dari telur yang diletakkan secara bersamaan.

     "Dari mana telur ini datang? Yaitu dari ngengat yang bermigrasi. Ngengat aktif pada malam hari dan tertarik cahaya lampu yang ada di permukiman. Ngengat lalu meletakkan telur pada pohon mangga, dan kemudian menetas menjadi ulat," katanya.

     Di tempat baru yang didatanginya ini tidak ada musuh alami, sehingga ulat leluasa berkembang biak yang kemudian disusul dengan ledakan populasi ulat, demikian Prof Dr Aunu Rauf. (*)