Politik identitas ancaman berbahaya bagi ide berbangsa

id HENDRAWAN SARAGI,POLITIK IDENTITAS

Politik identitas ancaman berbahaya bagi ide berbangsa

Tangkapan layar-Peneliti Ekonomi dan Pengembangan Wilayah Hendrawan Saragi dalam diskusi virtual bertajuk Kritik Atas Manifesto Politik 2022: "Mempercantik Keindahan Indonesia Dengan Akal Sehat" dipantau pada Minggu (6/11/2022). ANTARA/Benardy Ferdiansyah

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Ekonomi dan Pengembangan Wilayah Hendrawan Saragi menyatakan politik identitas merupakan ancaman yang sangat berbahaya bagi ide berbangsa. "Politik identitas dan rasisme sistemik merupakan ancaman yang sangat berbahaya bagi ide berbangsa. Ini adalah bentuk kolektivisme yang paling primitif karena menilai seseorang bukan berdasarkan karakter dan tindakannya sendiri tetapi berdasarkan karakter dan tindakan kelompok," kata Hendrawan dalam diskusi virtual bertajuk Kritik Atas Manifesto Politik 2022: "Mempercantik Keindahan Indonesia Dengan Akal Sehat" dipantau pada Minggu.

Ia menganggap bahwa kehadiran ekstrim politik dengan sebutan yang tak pantas dan tak sopan seperti "cebong" dan "kadrun" menimbulkan kerentanan berbangsa pada saat ini. "Hal ini berdampak pada tidak adanya minat kerja sama sosial, enggan untuk hidup bersama, dan akibatnya terpisah dari konsepsi sejarah tentang artinya berbangsa Indonesia," ujar dia.

Ia mengatakan masyarakat perlu menghindari rasa benci dan balas dendam yang dipicu oleh perjuangan politik. Masyarakat, kata dia, perlu saling menghormati walaupun memegang nilai yang berbeda.

"Kita memiliki hak khusus yang melekat dan tidak dapat dicabut dan mengejar kebahagiaan sebagai individu bukan sebagai kelompok suku maupun ras maupun kelompok pilihan politik. Kami mengajak untuk memikirkan kembali siapa diri kita dan membentuk kepribadian yang menolak dimanipulasi oleh tindakan politik," kata dia.

Baca juga: Kampanye politik di 2023 berdampak positif pada ekonomi
Baca juga: Pengamat sebut pengawasan dan penegakan hukum tak cukup hilangkan politik uang

Selain itu, lanjut Hendrawan, masyarakat juga harus kembali pada kebebasan berekspresi yang sebenarnya. "Inti dari demokrasi adalah debat terbuka, yang terkadang bisa saling bertentangan, membuka diri untuk berdiskusi, berbalas-balasan akan menghasilkan retorika dan rasionalitas sebagai argumentasi dan akhirnya timbul persuasi yang menggantikan perseteruan sebagai bentuk penyelesaian perselisihan," ujar dia.