Mataram (ANTARA) - Dosen Seni Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Nusa Tenggara Barat menggelar kajian sebuah ritual adat masyarakat dalam menangani orang kesurupan (Tidak sadarkan diri) di Telaga Waru, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur.
Kegiatan itu disebut ritual kebangruan dan hasil kajian ditulis dalam bentuk draf buku yang kemudian dibedah pada gelaran Focus Group Discussion (FGD) Kajian Kearifan Lokal Dalam "Ritual Kebangruan" yang digelar di Hotel Jayakarta, Kota Mataram.
Dosen Seni UIN Mataram, Yuga Anggana dalam keterangan tertulisnya di Mataram, Rabu mengatakan, ritual kebangruan adalah sebuah metode alternatif penyembuhan kesurupan yang dilakukan masyarakat Pringgabaya yang sudah dilakukan secara turun temurun.
“Ritual adat menjadi bentuk representasi dari pengetahuan tradisional masyarakat," katanya.
Ia mengatakan, ritual kebangruan yang masih menjadi tradisi di Pringgabaya adalah salah satunya dan dirinya meyakini dari pengetahuan tradisional masyarakat mengenai ritual kebangruan terdapat konsep, makna, nilai serta kearifan-kearifan yang masih relevan.
"Kompatibel di masa kini yang menjadi alasan masyarakat mempertahankan ritual tersebut," katanya.
Dalam diskusi itu banyak hal yang bisa digali, salah satunya ialah terkait keberadaan Tradisi ritual kebangruan itu sendiri yang masih hidup dan lestari, dan bagaimana masyarakat merawatnya.
Selain membahas tentang kearifan lokal dalam kegiatan FGD menjadi media sosialisasi Program Dana Indonesiana yang diharapkan dapat meningkatkan penggiat budaya dari Nusa Tenggara Barat.
“Ekspresi budaya di NTB kan sangat kaya dan begitu potensial untuk dikaji dan dikembangkan," katanya.
Ia mengatakan, pelaku seni dan budaya di Provinsi NTB juga tak kalah dari daerah lain. Maka Dana Indonesiana sebagai salah satu fasilitas pendanaan dari Kemendikbud dan Kemenkeu, adalah salah satu fasilitas yang sangat cocok untuk mendorong pemajuan kebudayaan di setiap daerah seperti NTB.
"Ini program yang cukup baik untuk kemajuan kebudayaan di NTB," katanya.
Ia mengatakan, deseminasi program Dana Indonesiana ini sebenarnya menjadi tugas dari pemerintah daerah, karena menjadi bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan. Namun sayang kesibukan dari teman-teman Dikbud NTB yang padat, menjadikan mereka tidak dapat menghadiri acara ini.
"Padahal pihak Kementerian saja hadir dari hari pertama hingga terakhir mendampingi kami dalam diskusi budaya ini," katanya.
Untuk diketahui, FGD Kajian Kearifan Lokal Dalam ritual kebangruan dihadiri oleh sekitar 20 peserta diskusi yang terdiri dari kalangan seniman, budayawan, akademisi hingga jurnalis budaya. Setiap peserta berdiskusi, membedah draf buku, lalu menyumbangkan masukan dan saran untuk penyempurnaan buku yang ditulis Yuga.