Sekilas hiasan ruangan yang indah itu seperti tanaman bonsai asli. Pohon yang kerdil dihiasi daun-daun kecil dan akar yang terlihat kokoh menambah keindahan dari karya seni tanaman hias yang berasal dari Jepang.
Sejatinya berbagai jenis tanaman bonsai itu terbuat dari sampah plastik jenis kantong kresek, buah karya dari kelompok kerja pengolahan sampah Fidia di Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Para pecinta lingkungan yang tergabung dalam Kelompok Kerja Pengolahan Sampah Fidia itu mengolah sampah plastik jenis kantong kresek menjadi pohon sampah plastik sakura.
Ketua Kelompok Kerja Pengolahan Sampah Fidia Dina Aprilina Wati menuturkan hasil karyanya berupa berbagai jenis tanaman bonsai dari sampah plastik sudah banyak diminati.
Ide membuat karya seni dari sampah plastik itu berangkat dari kesenangannya dengan tanaman bunga. Karena itu ia berpikir bagaimana mengubah sampah plastik menjadi sebuah hasil karya seni yang indah berupa bunga plastik berbentuk bonsai.
Perempuan kelahiran Pejeruk, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, 27 April 1981, ini menuturkan ide membuat bonsai dari sampah plastik kresek itu berawal dari keperihatinannya terhadap persoalan limbah, terumama sampah plastik kresek bekas yang menjadi persoalan di sejumlah kota besar, termasuk Kota Mataram.
Menurut hasil penelitian setiap tahun masyarakat Indonesia termasuk di Kota Mataram memakai 100 miliar kantong plastik. Kebiasaan masyarakat memakai kantong plastik yang diperoleh secara gratis sudah sangat mengkhawatirkan.
Berdasarkan perhitungan tersebut, setiap orang di Indonesia menggunakan sekitar 700 tas plastik per tahun atau kira-kira dua kantong plastik dalam sehari. Ironisnya, banyak dari sampah kantong plastik tersebut tidak sampai ke tempat pembuangan sampah dan hanya sedikit yang akhirnya dapat didaur ulang.
Kondisi ini memunculkan keprihatinan yang kemudian mendorong Dina untuk memanfaatkan sampah platik kresek menjadi karya seni yang memberikan keuntungan secara ekonomis.
Perempuan yang kini menjadi karyawan di Dinas Kebersihan Kota Mataram ini mengaku keinginan untuk memnafaatkan limbah oplastik itu sudah sejak lama, karena kebetulan ia aktif dalam sosialisasi penanganan sampah.
Kemudian pada 2014 Dina membentuk Kelompok Kerja Pengolahan Sampah Fidia yang melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan sampan di Kota Mataram.
Ia mengatakan setelah melihat banyak tumpukan sampah, termasuk kantong plastik yang tidak dimanfaatkan, mendorongnya untuk bagaimana memanfaatkan limbah itu menjadi suatu karya seni yang memiliki nilai ekonomis.
Namun untuk mewujudkan impian membuat karya seni dari sampah plastik yang selama ini menjadi persoalan utama dalam menjaga kebersihan lingkungan itu tak semudah seperti yang dibayangkan.
Kerja Keras
Perjuangan panjang dan kerja keras yang tak kenal lelah dilakukan kelompok pecinta kebersihan lingkungan yang beranggotakan 10 orang tentang bagaimana membuat karya seni dengan limbah plastik yang sekaligus untuk mengatasi limbah plastik.
Setelah dilakukan uji coba beberapa kali, kelompok kerja pengelolaan sampah yang diketuai Dina Apriliana Wati ini akhirnya berhasil membuat aneka bonsai dari sampah plastik.
Limbah plastik dipanaskan hingga meleleh kemudian dibentuk sedemikian rupa, sehingga menjadi karya seni bernilai tinggi yang ternyata banyak juga diminati oleh konsumen.
Untuk membuat satu bonsai dengan berat kurang dari satu kilogram, membutuhkan sampah plastik sekitar 100 kilogram, sementara harga jualnya bonsai plastik bekas mencapai Rp125.000 hingga Rp250.000 per pohon.
Menurut dia, paling tinggi pohon sampah plastik yang diabuat adalah jenis sakura yang terjual dengan harga Rp1,5 juta. Ini memberikan keuntungan cukup besar. Karenanya ia berharap warga lain tertarik untuk ikut membuat karya seni dengan memanfaatkan limbah plastk.
Membuat karya seni dengan limbah kantong plastik, menurut dia, banyak suka dukanya, karena tak jarang tangannya terkena lem dan lelehan plastik panas ketika dibakar dan dibentuk menjadi daun dan batang bonsai.
Namun, kata dia, rasa sakit terkena lelehan plastik panas itu akan hilang ketika ada orang yang membeli dan menghargai karyanya yang terbuat dari limbah kantong plastik.
Dina mengaku keberhasilnya mengubah limbah plastik menjadi sebuah karya seni ini juga berkat dorongan dan dukungan penuh dari suaminya yang juga bergerak di bidang seni.Berbagai karya seni berupa bonsai terbuat dari limbah kantong plastik itu pernah ditampilkan di stan Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram yang digelar belum lama ini dengan jenis produk unggulan pengolahan plastik menjadi tanaman hias sakura dan bonsai.
Di stan Dinas Lingkungan Hidup yang digelar dalam rangka Gelar Teknologi Tepat Guna (TTG) juga dipamerkan juga hasil karyanya berupa pohon sampah plastik kresek, dengan berat 250 kilogram tinggi 2,5 meter yang banyak mengundang kekaguman dari para pengunjung.
Dina mengakui untuk membuat bonsai dari limbah kantong plastik membutuhkan waktu cukup lama, yakni sekitar dua tahun karena kekurangan sampah plastik sebagai bahan baku.
Dia mengaku selama pembuatan karya seni dari limbah kantong plastik yang membutuhkan bahan baku cukup banyak itu ia bekerja sama dengan bank sampah dan pokja-pokja lainnya di Mataram untuk mendapatkan sampah kantong plastik kresek.
Untuk membuat pohon sampah plastik yang dipajangnya itupun belum rampung 100 persen, karena pohon tersebut harus dibuat lebih rimbun dengan batang dan bunga.
Dina menginginkan suatu saat bisa membuat karya seni berupa pohon sakura berukuran besar dan indah
Pokja Fidia selama ini fokus mengembangkan kerajinan pengolahan sampah plastik menjadi pohon sampah plastik. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat baru kelompok ini yang mampu membuat pohon dari sampah plastik murni tanpa ada penyangga apapun.
Menurut dia, kalau di tempat lain mungkin ada, tapi bagian dalamnya disangga dengan kawat atau besi, sedangkan kelopok kerja yang dipimpimpinnya murni memanfaatkan sampah plastik.
Ia berharap hasil karyanya itu bisa dibuat oleh masyarakat secara luas agar dapat membantu pemerintah dalam upaya pengurangan sampah plastik di Kota Mataram. Bahkan kalau mungkin di kabupaten dan kota lain di NTB.
Sejatinya pembuatan karya seni dengan memanfaatkan limbah kantong plastik ini layak untuk dikembangkan, karena selain memberikan keuntungan secara pinansian juga mengurangi volume sampah plastik yang berdampak buruk terhadap lingkungan.(*)