125 Desa Tertinggal Ditargetkan Jadi Desa Mandiri

id ttg 2016

"Kita yakin 80 desa mandiri itu bisa terlampaui, sehingga 125 desa tertinggal menjadi mandiri bisa terwujud,"
Mataram, (Antara NTB) - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menargetkan sebanyak 125 desa tertinggal bisa bertransformasi menjadi desa mandiri pada 2019.

"Dua tahun ini sudah 35 desa mandiri," katanya saat membuka Gelar Teknologi Tepat Guna Tingkat Nasional 2016 di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Rabu.

Ia menuturkan berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN), dari 125 desa tertinggal, ditargetkan berubah menjadi desa mandiri sebanyak 80 desa.

"Kita yakin 80 desa mandiri itu bisa terlampaui, sehingga 125 desa tertinggal menjadi mandiri bisa terwujud," jelasnya.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, menurutnya, sedang memfokuskan pada sektor pembangunan infrastruktur, meski juga porsi pemberdayaan ekonomi masyarakat akan lebih diperbesar.

Keseriusan ini ditandai dengan semakin meningkatnya anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk dana desa sebesar Rp60 triliun dalam APBN 2017. Jumlah ini naik dari sebelumnya hanya sebesar Rp40,6 triliun.

"Dengan kenaikan itu, tahun depan dana desa bisa Rp800 juta sampai Rp900 juta per desa. Jumlah ini belum ditambah dana dari provinsi dan kabupaten, yang jumlahnya bisa mencapai Rp3 miliar per desa," terangnya.

Menurut dia, Presiden Joko Widodo mengamanatkan tambahan anggaran tersebut dialokasikan untuk membangun embung di setiap desa dengan kedalaman hingga 15 sampai 20 meter.

"Diharapkan dengan keberadaan embung mampu meningkatkan produktivitas pertanian hingga dua kali lipat, karena pada musim kemarau masih tersedia air. Yang mana anggaran satu embung Rp300 juta sampai Rp500 juta tergantung daerahnya," jelasnya.

Ia mengatakan, kehadiran embung di desa tidak hanya untuk irigasi, melainkan juga terdapat dampak positif lain seperti untuk budidaya perikanan, kuliner, pariwisata, dan industri ekonomi kreatif lainnya.

Karena itu, Eko berharap, dana desa tidak semata menjadi sumber pembangunan desa tapi sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi desa.

Kendati demikian, lanjutnya, kehadiran embung tidak hanya untuk irigasi, melainkan juga terdapat dampak positif lain seperti untuk budidaya perikanan, kuliner, pariwisata, dan industri ekonomi kreatif.

Eko lalu mencontohkan, salah satu di jawa Tengah, yakni Desa Ponggok, Polanharjo, Kabupaten Klaten. Dimana desa yang dulunya tidak di kenal masyarakat, namun berkat potensi mata air atau kolam akhirnya bisa menggerakkan ekonomi desa.

Hal ini tidak terlepas dari kreatifitas kepala desa beserta masyarakat yang mengubahnya menjadi kawasan wisata snorkeling dengan menaruh Karang, sofa, hingga motor sehingga menjadi daya tarik wisatawan.

Karena keunikannya menjadi viral di media sosial, sehingga yang tadinya tidak di kunjungi banyak orang, karena ramei di media sosial akhirnya banyak di kunjungi. Padahal sebelumnya pemasukan hanya Rp10 juta per tahun, tapi berkat kreativitas dan dikelola secara baik melalui Bumdes, omzetnya menjadi bertambah Rp9 miliar-10 miliar/tahun.

"Bayangkan, kalau semua desa di Indonesia seperti itu," imbuhnya.

Karena itu, agar dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, pihaknya berharap gubernur, bupati dan wali kota dapat mengawal penggunaan dana desa.

"Kita yakin, kalau sudah seperti itu. Banyak desa yang tadinya tertinggal dan sangat tertinggal menjadi desa mandiri," katanya.(*)