Jurnalis Online Indonesia sesalkan aksi intimidasi di Radar Bogor

id Jurnalis Indonesia,Radar Bogor,NTB,Intimidasi

Jurnalis Online Indonesia sesalkan aksi intimidasi di Radar Bogor

Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Perwakilan NTB.

Tindakan intimidasi berupa pengerahan massa ke kantor redaksi media massa, apalagi diduga disertai perusakan, jelas tidak dibenarkan dan sudah melanggar hukum.
Mataram (Antaranews NTB) - Jurnalis Online Indonesia (JOIN) perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Barat menyesalkan tindakan intimidasi di kantor redaksi Harian Radar Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, dan meminta pihak Kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

"Tindakan intimidasi berupa pengerahan massa ke kantor redaksi media massa, apalagi diduga disertai perusakan, jelas tidak dibenarkan dan sudah melanggar hukum. Kami sesalkan kejadian yang menimpa Radar Bogor dan meminta aparat kepolisian bisa melakukan penegakan hukum," kata Ketua Umum JOIN perwakilan NTB, Indra Irawan didampingi Wakil Ketua JOIN NTB, Panca Nugraha, Jumat.

Seperti diketahui, aksi intimidasi diduga dilakukan sekelompok massa dan simpatisan PDI Perjuangan dengan mendatangi kantor redaksi Radar Bogor, Rabu (30/5) sore.

Massa merasa kesal dengan pemberitaan Harian Radar Bogor yang menyebutkan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri menerima gaji atau pendapatan sebesar Rp112 Juta. Apalagi menurut mereka, ihwal gaji itu tidak pernah dikonfirmasi langsung ke Megawati yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan.

JOIN NTB menilai keberatan atas pemberitaan tidak lantas menjadi pembenaran sebuah aksi intimidasi dan kekerasan terhadap komunitas pers, baik perusahaan, kantor redaksi, dan jurnalis di lapangan. Lagi pula, semua prosedur tentang pengajuan keberatan atas pemberitaan sudah diatur dalam Undang-Undang RI No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"UU Pers sudah mengatur hak jawab dan hak koreksi, yang bisa digunakan pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan. Setelah itu masih juga ada mekanisme pengaduan ke Dewan Pers jika hak jawab dan hak koreksi itu diabaikan. Jadi tidak boleh langsung main kerahkan massa untuk mengintimidasi," kata Indra.

Aksi intimidasi ini patut disayangkan, papar Indra, lantaran sebenarnya pihak Redaksi Harian Radar Bogor juga sudah bersedia untuk menerbitkan hak jawab dan hak koreksi dari PDI-P.

Selain menyayangkan aksi intimidasi terhadap pers yang kembali terjadi, JOIN NTB juga meminta agar pers juga benar-benar bersikap independen dan selalu menguji kebenaran sebuah informasi dengan melakukan "cross check" sebelum menerbitkan produk berita.

"Aktualitas atau kecepatan pemberitaan memang penting dan seakan menjadi barometer media massa. Tapi aktualitas juga harus didukung dengan faktualitas dan `cover both side` pemberitaan, untuk meminimalisir ketidakakuratan pemberitaan," kata Sekretaris JOIN NTB, Amrin.

Menurutnya, hal ini sangat perlu dilakukan, terutama di tahun Politik seperti saat ini. Sebab, ketidakakuratan berita bisa berpeluang menimbulkan kesalahpahaman, dan bahkan gesekan antar pihak yang salah menerima informasi pemberitaan.

Terakhir, JOIN NTB juga mendesak Dewan Pers agar terus-menerus mensosialisasikan dan memberi pemahaman pada masyarakat luas tentang fungsi dan tugas pers Indonesia, beserta hak-hak perlindungannya.

"Dewan Pers diharapkan tidak hanya aktif menjadi "Polisi" pers, dan hanya memediasi jika ada sengketa pers yang dilaporkan. Tetapi di lain sisi harus juga memberi pemahaman yang utuh kepada masyarakat, agar kasus kekerasan terhadap pers tidak perlu terjadi lagi," katanya. (*)