Sebanyak 50 kasus kekerasan anak dan perempuan terjadi di Mataram

id DP3A Kota Mataram,kasus kekerasan ,Anak dan perempuan,KPPA,Simponi

Sebanyak 50 kasus kekerasan anak dan perempuan terjadi di Mataram

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Hj Dewi Mardiana Ariany. ANTARA/Nirkomala.

Mataram (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat kini menangani 50 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Hj Dewi Mardiana Ariany di Mataram Jumat mengatakan, sebanyak 50 kasus kekerasan itu terdiri atas 30 kasus kekerasan anak dan 20 kasus kekerasan pada perempuan.

"Dari jumlah itu, sebagian kasus sudah kami selesaikan. Sisanya, masih dalam proses," katanya.

Namun demikian, pihaknya optimistis kasus-kasus kekerasan yang ditangani DP3A tersebut bisa selesai 100 persen, seperti halnya kasus tahun 2023.

Baca juga: DP3A edukasi kepala lingkungan manajemen kasus kekerasan di Mataram

Pada tahun 2023, DP3A Kota Mataram menangani 77 kasus kekerasan terdiri atas 44 kasus kekerasan anak, dan 33 kasus kekerasan perempuan.

"Alhamdulillah, karena kasus-kasus tersebut terlaporkan, kami bisa berkolaborasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan dan hasilnya 100 persen terselesaikan," katanya.

Menurutnya, kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani selama ini didominasi oleh kekerasan seksual, penelantaran anak, dan perundungan (bulying).

Sementara untuk kasus kekerasan perempuan yang biasa ditangani masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan perebutan hak asuh anak.

Baca juga: NTB mendeklarasikan anti kekerasan terhadap anak

Selama proses penanganan kasus kekerasan tersebut, mulai dari laporan hingga selesai, kata Dewi, semua terpantau langsung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) melalui sistem informasi pelaporan online (Simponi).

"Setiap tahap penanganan kasus kekerasan, kita laporkan ke KPPA melalui aplikasi Simponi," katanya.

Terkait dengan itu, pihaknya mengajak peran serta masyarakat agar berani bicara dan melapor ketika menjadi korban atau menemukan indikasi kekerasan anak dan perempuan di sekitarnya.

"Peran serta orang tua, keluarga, dan masyarakat sangat penting, sebab pemerintah tidak bisa menindaklanjuti kasus tanpa ada laporan dari orang tua atau warga," katanya.