Mataram (ANTARA) - Harga minyak dunia beragam pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena kekhawatiran pasar tentang kemungkinan konflik antara Amerika Serikat dan Iran terus meningkat, sementara kekhawatiran tentang penurunan permintaan minyak mentah muncul kembali.
Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus naik 0,47 dolar AS atau 0,8 persen, menjadi menetap pada 57,90 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus, turun 0,34 dolar AS atau 0,5 persen menjadi ditutup pada 64,86 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Pekan lalu, Brent naik 5,0 persen dan minyak mentah AS melonjak 10 persen, setelah Iran menembak jatuh pesawat tak berawak AS pada Kamis (20/6/2019) di Teluk, menambah ketegangan yang dipicu oleh serangan terhadap tanker minyak di daerah itu pada Mei dan Juni, dimana Washington menyalahkan Iran. Sementara Iran membantah memiliki peran dalam serangan itu.
Presiden AS Donald Trump pada Senin (24/6/2019) menandatangani perintah eksekutif untuk menjatuhkan sanksi ekonomi tambahan terhadap Iran, termasuk sanksi keras terhadap Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan banyak lainnya. Presiden AS mengklaim langkah itu datang setelah "serangkaian perilaku agresif oleh rezim Iran dalam beberapa pekan terakhir," termasuk penembakan pesawat tak berawak A.S.
Namun demikian, Trump pada Jumat (21/6/2019) membatalkan serangan balasan ke negara Timur Tengah pada menit terakhir setelah pesawat tersebut ditembak jatuh, yang membatasi kenaikan harga minyak.
Ekspor minyak mentah Iran telah menurun sejauh ini menjadi 300.000 barel per hari (bph) atau kurang, karena sanksi AS yang meningkat, menurut data Reuters.
"Saya pikir beberapa premi risiko yang terbangun karena ketegangan AS dengan Iran sedikit berkurang," kata John Kilduff, mitra di Again Capital Management di New York. "Saya kira kita juga mulai melihat kekhawatiran ekonomi dan kekhawatiran permintaan muncul kembali untuk pasar."
Harapan berkurang untuk kemajuan dalam pembicaraan perdagangan China-AS di pertemuan G20 minggu ini karena investor menunggu pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Xi Jinping.
"Faktor paling penting yang membebani harga minyak akhir-akhir ini adalah ketakutan perlambatan besar dalam pertumbuhan permintaan, terutama mengingat konflik perdagangan antara AS dan China," kata Commerzbank dalam sebuah catatan, seperti dilansir Reuters.
"Kami tidak memperkirakan kesepakatan apa pun akan tercapai selama pertemuan antara Presiden Trump dan Xi selama pertemuan puncak G20 di akhir pekan."
Data manufaktur yang lemah dirilis pada Senin (24/6/2019) oleh Federal Reserve Bank of Dallas yang menambah kekhawatiran tentang tergelincirnya permintaan minyak mentah.
Pasokan diperkirakan akan tetap relatif ketat, karena Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, aliansi yang dikenal sebagai OPEC+, tampaknya akan memperpanjang kesepakatan untuk membatasi produksi ketika mereka bertemu pada 1-2 Juli di Wina, kata para analis.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan pada Senin bahwa kerja sama internasional pada produksi minyak mentah telah membantu menstabilkan pasar minyak dan lebih penting daripada sebelumnya. Dia juga menyuarakan keprihatinan tentang permintaan.
Berita Terkait
Arab Saudi sambut PBB selesaikan transfer minyak FSO
Minggu, 13 Agustus 2023 5:12
Minyak melonjak di perdagangan Asia pascaserangan tanker di Timur Tengah
Senin, 17 Juni 2019 10:29
Harga minyak naik setelah serangan kapal tanker di dekat Iran
Jumat, 14 Juni 2019 8:51
Puluhan Warga Mataram Lakukan Aksi Gunduli Kepala
Jumat, 21 Agustus 2015 15:53
Haji- 60 Persen Calon Haji Mataram Risiko Tinggi
Rabu, 19 Agustus 2015 21:37
Bupati Sumbawa Barat Evaluasi Jelang Akhir Jabatan
Selasa, 11 Agustus 2015 7:40
Legislator Kecewa Anggaran Sosial Minim Dialokasikan Pemprov NTB
Rabu, 5 Agustus 2015 23:18
Anggaran pengamanan pilkada sumbawa barat rp1,5 miliar
Jumat, 31 Juli 2015 15:01