Presiden AS khawatirkan serangan teror di Afghanistan jika tentara AS pergi

id Donald Trump

Presiden AS khawatirkan serangan teror di Afghanistan jika tentara AS pergi

Presiden Amerika Serikat Donald Trump bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di zona demiliterisasi yang memisahkan dua Korea, di Panmunjom, Korea Selatan, Minggu (30/6/2019). (REUTERS/KEVIN LAMARQUE)

Mataram (ANTARA) - Presiden AS Donald Trump mengatakan ia ingin mengeluarkan tentara AS dari Afghanistan tapi khawatir negeri itu bisa digunakan sebagai pangkalan serangan teror terhadap Amerika Serikat.

Di dalam satu wawancara yang disiarkan Fox News pada Senin (1/7), Trump mengatakan masalah dengan penarikan 9.000 prajurit AS dari Afghanistan, tempat perang paling lama Amerika, ialah negeri tersebut adalah "laboratorium pelaku teror".

"Saya menyebutnya 'Harvard' pelaku teror," kata Trump.

Ia mengenang percakapan yang ia lakukan dengan para pejabat militer AS untuk memberi tahu mereka keinginannya menarik tentara. Trump mengatakan mereka memperingatkan dia bahwa lebih baik memerangi pelaku teror di Afghanistan daripada di dalam negeri.

"Pak, saya lebih suka menyerang mereka di sana, daripada menyerang mereka di tanah air kita," kata seorang jenderal kepada Trump. "Itu adalah sesuatu yang harus selalu kita pikirkan," kata Trump.

Sekalipun Amerika Serikat benar-benar menarik tentara, kata Trump, AS akan tetap menempatkan keberadaan "intelijen yang sangat kuat" di Afghanistan.

Wawancara dengan Trump direkam pada akhir pekan, sebelum serangan bom truk dilakukan pada Senin oleh petempur Taliban. Serangan itu menewaskan enam orang dan melukai 105 orang di Kabul, Ibu Kota Afghanistan.

Utusan Khusus Perdamaian AS Zalmay Khalilzad pada Senin mengadakan babak ketujuh pembicaraan perdamaian dengan Taliban di Qatar, dengan tujuan untuk mengakhiri perang 18-tahun tersebut.

Baca juga: AS, Taliban lanjutkan pembicaraan perdamaian di Afghanistan

Pusat pembicaraan perdamaian ialah tuntutan Taliban bahwa pasukan asing pergi dan tuntutan AS bagi jaminan bahwa Afghanistan takkan digunakan sebagai landasan untuk penyerangan di tempat lain.

Amerika Serikat memasuki perang di Afghanistan sebagai reaksi atas serangan 11 September 2001, serangan terhadap New York dan Pentagon. Di Afghanistan, AS berupaya mengusir para petempur Taliban, yang menampung pemimpin Al Qaida kelahiran Arab Saudi Osama bin Laden, yang memimpin rencana untuk melancarkan serangan-serangan.

Sebanyak 2.400 prajurit AS tewas dalam konflik di Afghanistan.