Taliwang (ANTARA) - Namanya sangat singkat, Usman (42). Dia seorang penyandang tuna daksa namun tidak menghambat semangat kerjanya dalam membersihkan jalanan di Kota Taliwang, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
Seperti pada Sabtu (3/8) pagi, dia terlihat di sudut halte Bus SD Negeri 1 Taliwang tengah menyapu dan memungut sampah sisa warga yang tidak peduli akan lingkungan, sembari langkah kakinya sedikit kaku dan gemetaran serta sesekali mengusap dahinya yang berpeluh.
Baca juga: Pekerja disabilitas di Mataram belum capai satu persen
Usman mengaku telah bekerja menjadi petugas harian lepas pembersih jalan protokol selama kurang lebih 12 tahun dengan gaji yang diberikan pemerintah Rp1.250.000 per bulan. Dikarenakan fisiknya yang tidak sempurna, Ia hanya dapat menyapu dan sesekali mengumpulkan sampah-sampah di tempat sampah yang ada di sekitar lokasi jalan.
“Saya sudah bekerja sekitar 12 tahun, saya memilih kerjaan ini karena mudah dan tidak berat dari pada saya tidak melakukan apa-apa,” tuturnya di sela-sela istirahatnya pagi itu di simpang toko serba ada Kota Taliwang," katanya.
Paling tidak dalam sehari, Usman harus menyapu dan membersihkan sampah di jalan protokol sepanjang 1 kilometer dengan menggunakan sapu, pengangkut sampah dan karung kecil.
“Hanya ini yang dapat saya lakukan mas untuk mendapatkan uang membiayai hidup saya setiap harinya. Saya malu dengan umur saya setua ini saya masih bergantung kepada keluarga,” katanya.
Usman mengalami cacat fisik sejak lahir, Ia ingin sekali melakukan hal yang berarti untuk Kabupaten Sumbawa Barat tercinta tetapi keadaan yang tidak mengizinkannya.
“Saya hanya dapat memberikan pengabdian ini untuk KSB walaupun gajinya tak seberapa tetapi saya bersyukur pemerintah mau mempekerjakan saya, semoga ini ada manfaatnya bagi masyarakat,” katanya.
Gaji yang didapat selama ini digunakan untuk membiayai hidupnya sehari-hari. Tidak jarang juga, dia memberikan sedekah di masjid dan berbagi makanan kepada teman-temannya sesama petugas kebersihan.
“Yang penting kita bisa berbagi, uang itu tidak selalu berarti, karena berbagi saya merasa bahagia,” kata Usman.
Setidaknya melalui kisah ini bisa memberikan aspirasi buat warga lainnya, bahwa menyandang tuna daksa tidak mengurangi semangat untuk tetap bekerja.