Mataram, (ANTARA) - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat H. Badrul Munir mengatakan pihaknya akan mulai mempersiapkan peringatan dua abad atau 200 tahun meletusnya Gunung Tambora yang digelar 2015.
"Persiapan peringatan meletusnya Gunung Tambora pada 10 April 1815 yang letusannya terdahsyat di dunia itu akan dimulai tahun 2011, diawali dengan pembentukan pantia nasional," katanya pada pembukaan Rapat Kerja Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi NTB di Mataram (23/11).
Ia mengatakan, kendati peringatan 200 tahun meletusnya Gunung Tambora itu akan digelar empat tahun lagi, namun berbagai persiapan harus mulai dilaksanakan agar pada pelaksanaannya berjalan dengan baik.
Dia mengharapkan peringatan dua abad meletusnya Gunung Tambora tersebut bisa menyedot perhatian masyarakat dunia, karena itu tahapannya akan dilaksanakan mulai tahun 2011.
"Mulai tahun 2011 harus ada kegiatan yang bisa dilaksanakan hingga acara puncak pada 2015, dalam hal ini KONI Provinsi NTB bisa menggelar perlombaan atau pertandingan olahraga bertarap nasional maupun internasional," katanya.
Badrul mengharapkan peringatan 200 tahun meletusnya Gunung Tambora itu bisa menyedot sebanyak-banyaknya wisatawan untuk berkunjung ke NTB, karena itu tahapannya harus mulai dilaksanakan sejak tahun depan.
Menurut catatan sejarah letusan Gunung Tambora pada 1815 merupakan yang terdahsyat di dunia karena letusan gunung api tersebut mampu menghilangkan atau mengubur peradaban tiga kesultanan atau kerajaan kecil yang kini masuk wilayah Kabupaten Dompu.
Berdasarkan hasil penelitian, kata dia, letusan Gunung Tambora mengakibatkan musnahnya peradaban termasuk tiga kerajaan kecil, yaitu kesultanan Tambora, Pekat dan Sanggar yang sempat berkembang di Pulau Sumbawa ratusan rahun silam.
Ledakan dahsyat Gunung Tambora yang terjadi 10 April 1815 itu menewaskan sedikitnya 92.000 jiwa dan abu vulkanik dari gunung api itu terlempar hingga lapisan stratosfer udara.
Akibat dari letusan itu masih bisa dirasakan sepanjang 1816 seperti perubahan iklim, tsunami kecil, dan hujan abu vulkanik, bahkan terjadi penyimpangan iklim musim panas tahun 1816 yang menghancurkan panen di beberapa wilayah di Benua Eropa. (*)