Mataram (ANTARA) - Wakil Wali Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat H Mohan Roliskana menyarankan agar sekolah kembali menerapkan belajar dengan sistem dalam jaringan (daring), untuk mencegah terjadinya penularan dan klaster baru COVID-19.
"Pembelajaran tatap muka (PTM) memang sesuatu yang penting, tapi di sisi lain kesehatan dan keselamatan generasi masa depan bangsa jauh lebih penting," katanya kepada wartawan di Mataram, Rabu.
Pernyataan itu dikemukakannya menyikapi hasil evaluasi sementara simulasi PTM di Kota Mataram untuk tingkat TK, SD dan SMP, masih mengkhawatirkan karena anak-anak sulit diawasi, apalagi setelah lama tidak bertemu dengan teman-temanya sehingga terkesan abai dengan protokol COVID-19.
"Meskipun sudah menerapkan protokol kesehatan COVID-19 dengan 3M (masker, mencuci tangan dan menjaga jaga jarak) di lingkungan sekolah, tapi setelah keluar gerbang sekolah siapa yang bisa menjamin. Jangan sampai masalah ini menjadi semakin kompleks dan rumit," katanya.
Mohan mengakui, jika berbicara soal ideal, proses belajar mengajar dengan tatap muka memang jauh lebih efektif, karena tugas guru tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik.
"Akan tetapi, yang perlu dipertimbangan saat ini adalah kondisi kesehatan dan keselamatan anak-anak sehingga untuk melanjutkan PTM secara penuh pada 1 Februari 2021, perlu dievaluasi, dikaji dan dipertimbangan lebih maksimal lagi," katanya.
Apalagi, saat ini terjadi tren kenaikan terhadap kasus positif baru COVID-19, serta kasus kematian yang sudah mencapai 101 orang.
"Kalau terjadi penurunan kasus COVID-19, tidak masalah. Mungkin masih bisa dipertimbangkan untuk lanjut PTM, sebaliknya yang terjadi saat ini kenaikan," katanya.
Oleh karena itu, Mohan memilih agar sistem belajar daring untuk saat ini bisa dilanjutkan, sesuai dengan apa yang sampaikan kepala sekolah dan tenaga pengajar yang berhadapan dan menangani langsung siswa di sekolah.
Kepala SMPN 1 Mataram Saptadi Akbar sebelumnya mengatakan, selama melaksanakan simulasi, baik pihak sekolah, siswa dan orang tua sudah menerapkan protokol COVID-19 di lingkungan sekolah.
Akan tetapi, kendala yang dihadapi saat ini adalah belum ada titik temu terkait dengan larangan berkerumun. Pasalnya, meskipun anak yang diizinkan masuk dalam simulasi ini hanya setengah dari siswa yang ada, jumlahnya tetap banyak dan pasti berkerumun.
"Saat ini siswa saya yang masuk secara bergantian selama dua jam yakni dari pukul 09.00-11.00 Wita, sekitar 200 siswa, dan rata-rata dijemput dan untuk penjemputan sudah kita atur sedemikian rupa. Tapi apakah jumlah yang 200 itu tidak termasuk berkerumun," katanya.
Sementara, pihak sekolah hanya mampu mengawasi sampai gerbang sekolah, selanjutnya saat sudah berada di luar sekolah ada siswa yang jalan kaki sampai 30 orang, apakah itu masuk berkerumun atau tidak.
Belum lagi, adanya indikasi anak kelas VIII dan IX yang membawa motor sendiri dan menitip motor di luar sekolah karena sekolah tidak fasilitasi. Saat menyimpan serta mengambil motor mereka pasti berkerumun dengan siswa lainnya bisa berpotensi penularan.
"Kalau kita diminta untuk mengawasi siswa sampai ke sana, tentu kita tidak mampu dan kita menyerah. Untuk itu, jika PTM masih berpotensi menimbulkan risiko penularan COVID-19, lebih baik belajar daring dilanjutkan," katanya.