PENGRAJIN BAMBU LOMBOK BARAT KESULITAN PASARKAN PRODUK

id



          Lombok Barat,  (ANTARA) - Sejumlah pengrajin kursi bambu di Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, mengaku kesulitan memasarkan produksinya karena masyarakat kurang berminat terhadap produk tersebut.

         "Akhir-akhir ini masyarakat lebih condong membeli kerajinan kursi dari kayu yang lebih bagus, tahan lama dan harganya juga tidak terlalu mahal, yakni sekitar Rp1 juta," kata kata Ilwan (43), salah seorang pengrajin kursi bambu di Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat (25/1).

         Menurut dia, perbandingan harga kerajinan kursi bambu dengan kursi dari kayu sekitar Rp500 ribu, namun konsumen menilai bahwa kualitas kerajinan kursi kayu lebih bagus dan bernilai seni serta tahan lama, terutama kursi dan meja yang diukir.

         Ilwan mengaku hanya bisa memasarkan produksinya sebanyak tiga hingga empat dan  tidur dan tempat tidur dari babmbu dalam satu minggu. Kerajinan bamabu umumnya dibeli oleh konsumen lokal.

         Sementara pemasaran ke luar Pulau Lombok hanya ke Pulau Sumbawa yang masih dalam wilayah NTB, sedangkan ke luar provinsi atau ke luar negeri relatif sulit karena terkendala biaya pengiriman yang cukup mahal.

         "Biaya kirim yang menjadi kendala kalau mau memasarkan ke luar negeri. Makanya fokus pemasaran cukup di lingkup lokal saja, yang penting barang laku," ujarnya.

         Menurut dia, produksi kursi atau tempat tidur dari bambu yang dihasilkan dalam satu minggu sebanyak dua set. Pembuatan kerajinan bambu melibatkan dua orang tenaga kerja yang dibayar secara borongan.

         "Meskipun tidak ada yang laku saya tetap membayar gaji tenaga kerja. Sistem pembayaran secara borongan, yakni satu set kursi atau dipan bambu upahnya Rp150 ribu," ujarnya.

         Ilwan yang sudah menggeluti usaha kerajinan bambu selama belasan tahun itu mengaku menjual satu set kursi bambu dengan harga Rp450 ribu, sedangkan dipan Rp350 ribu. Belum termasuk ongkos kirim ke alamt pembeli.

         Untuk memperlancar usahanya, ia berupaya untuk memperoleh bantuan permodalan dan pelatihan manajemen usaha dari pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN) yang ada di NTB.

         "Kalau masalah modal tidak terlalu sulit. Ada Lima BUMN yang sudah bermitra dengan saya. Tahun ini dengan PT Jasa Raharja, yang memberikan bantuan modal sebesar Rp15 juta dengan bunga relatif rendah. Hanya pemasaran saja yang menjadi kendala pengrajin disini," ujarnya. (*)