London (ANTARA) - Amnesty International menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Inspektur Jenderal Untung Suharsono Radjab, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya mengenai keprihatinannya atas serangan terhadap pelatihan hak asasi manusia yang diselenggarakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Depok, Provinsi Jawa Barat.
"Kami sangat prihatin, terutama, karena hingga hari ini belum ada perkembangan baru dari polisi mengenai investigasi atas serangan tersebut," ujar Campaigner - Indonesia & Timor-Leste, Amnesty International Secretariat, Josef Roy Benedict, dalam keterangannya kepada ANTARA London, Rabu.
Pelatihan tiga hari untuk komunitas transgender Indonesia diselenggarakan di Hotel Bumi Wiyata, Depok, diganggu pada hari kedua, 30 April lalu oleh sebuah kelompok berjumlah sekitar 15 orang.
Kepala Polisi Resort Depok diberitahu mengenai acara tersebut melalui surat Komisioner Komnas HAM, Hesti Armiwulan, serang tersebut terekam dalam video, yang menunjukkan sekitar 15 orang memasuki ruangan pelatihan, berteriak agresif sembari memukul kursi, gelas minuman dan benda-benda lain di meja.
Ke 25 peserta pelatihan dan enam penyelenggara melarikan diri dari ruangan ketika para penyerang masuk, kecuali seorang penyelenggara pelatihan, Zainal Abidin. Video tersebut secara jelas menunjukkan empat polisi berseragam dari Polisi Resort Depok mendampingi para penyerang dan lima jurnalis masuk ke ruangan pelatihan tanpa mencegah serangan.
Saksi mata melaporkan polisi "hanya mengikuti para penyerang keliling ruangan", "Cuma melihat-lihat", dan "tidak menunjukan ketegasan". Hal ini dikonfirmasi dalam potongan video.
Ketika pemandu pelatihan, Zainal Abidin, berusaha meninggalkan ruangan, ia dihampiri pemimpin serangan yang berteriak dan menunjuk secara agresif ke wajahnya sementara dua polisi pada kedua sisinya hanya melihat.
Seorang penyerang kemudian lari dan berusaha menampar Zainal Abidin, merenggut sisi kepalanya. Walau seorang polisi bergerak berusaha melindungi Zainal Abidin, tidak ada upaya untuk membekuk orang yang menyerangnya.
Para penyerang kemudian meninggalkan ruangan pelatihan dan menuju hotel melalui pintu yang digunakan para peserta untuk kabur. Mereka langsung menuju ke ruangan di lantai tiga yang dipesan oleh Komnas HAM untuk acara selanjutnya, sebelum bergerak menuju kompleks hotel dalam perjalanan keluar sambil berteriak agresif.
Pada saat itu, pemimpin serangan melakukan wawancara dengan jurnalis yang mendampingi dan mengidentifikasi dirinya sebagai Ketua Front Pembela Islam (FPI) Cabang Depok. Dalam video tersebut juga terlihat beberapa penyerang menggunakan jaket dengan lambang FPI dan Laskar Pembela Islam (LPI).
Satu minggu setelah serangan, dua laporan diajukan ke Markas Polda Metro Jaya. Namun satu tahun kemudian, tidak ada satupun pelaku serangan yang dibawa ke pengadilan.
Menurut sumber yang dapat dipercaya, kasus serangan atas Zainal Abidin, tersendat setelah salah seorang penyerang menolak datang ke kantor polisi untuk diinterogasi dengan alasan sakit.
Salah satu fungsi kepolisian yang diatur oleh hukum adalah untuk menghormati dan menjamin penghormatan hak asasi manusia, seperti kebebasan berbicara dan kebebasan berkumpul secara damai tanpa diskriminasi. Tugas ini tertuang dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan politik (ICCPR), yang Indonesia merupakan negara anggota.
Ini termasuk kewajiban mencegah hak-hak rakyat dilanggar atau diselewengkan, baik oleh aparat negara maupun yang lainya, serta untuk mempromosikan terpenuhinya penikmatan hak asasi manusia. Jika pelanggaran terjadi, negara berkewajiban menginvestigasi dan menuntut mereka yang bertanggungjawab dalam peradilan yang adil.
Lebih lanjut, kewajiban Indonesia untuk melindungi individu dari pelanggaran hak asasi manusia tanpa diskriminasi tertuang, antara lain, dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik: dalam pasal 2(1) hak asasi manusia harus dilindungi "tanpa pembedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik dan pedapat lain, asal-usul kebangsaan atau social, kekayaan, kelahiran atau status lainnya".
Kewajiban melindungi hak asasi manusia juga secara eksplisit tertuang dalam Undang Undang (No. 2/2002) tentang Kepolisian, yang menyebutkan fungsi polisi termasuk menjaga keamanan dan ketertiban umum, menegakkan hukum dan memberi perlindungan.
Lebih lanjut, Pasal 6 Peraturan Kapolri tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian (Perkap No.8/2009), menyatakan bahwa menjamin "semua orang memiliki hak atas perlindungan" adalah tugas kepolisian nasional Indonesia.
Pasal 6(a) dari Peraturan Kapolri tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia juga menyatakan bahwa "setiap orang, tanpa diskriminasi, memiliki hak memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan pengaduan dan laporan dalam perkara pidana, serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar".
Pasal 54(e) dalam peraturan yang sama juga menyatakan bahwa "[S]etiap anggota polisi dalam memberikan pelayanan... wajib menjaga martabat dan menghormati korban, dengan... memberitahukan perkembangan penanganan perkara".
Dalam hal ini, Amnesty International prihatin bahwa pihak berwenang Indonesia belum mengambil langkah-langkah yang layak untuk mencegah atau menghentikan serangan di bulan April 2010.
Amnesty International juga prihatin pada kegagalan menginvestigasi dan menuntut mereka yang bertanggungjawab atas serangan tersebut.
Surat terbuka yang ditandatangani Deputi Direktur Asia-Pasifik Amnesty Internasional, Donna Guest yang juga di cc kan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Timur Pradopo dan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar serta Kepala Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ifdhal Kassim, Komisaris Besar Polisi Ferry Abraham, Kepala Kepolisian Resort Depok. (*)