Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Sahid Saiful Anam menilai vonis banding pidana penjara selama 20 tahun dalam kasus korupsi timah terhadap terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) terlalu berat.
Pasalnya, kata dia, kerugian yang ditetapkan dalam kasus korupsi tersebut bersifat potensial dan tidak riil.
"Jadi kerugian yang bersifat potensial tidak jelas berapa, jumlahnya pun tidak dapat ditentukan berapa, sehingga tidak adil jika yang bersangkutan dikenakan hukuman sampai dengan 20 tahun,” kata Saiful dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Lantaran tidak ada kejelasan kerugian dan unsur tindak pidana yang dilakukan dalam kasus Harvey, Saiful berpendapat putusan banding tersebut melanggar prinsip dasar hukum pidana.
Baca juga: Vonis ulang Harvey Moeis dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, cek faktanya
Ia menjelaskan dalam hukum pidana terdapat prinsip lex scripta dan lex certa, yang mengharuskan adanya rumusan delik pidana yang jelas dan tertulis.
Dia juga menegaskan bahwa pengadilan harus berimbang dalam mempertimbangkan kesalahan dan perbuatan yang dilakukan.
Dengan demikian, sambung dia, jangan sampai seseorang yang tidak melakukan tindak pidana dan tidak merugikan siapa pun dipaksa untuk mempertanggungjawabkannya.
Menurut dia, Harvey seharusnya divonis bebas karena berbagai unsur tindak pidana yang didakwakan tidak terpenuhi secara jelas.
“Jika tidak jelas nilai kerugiannya, terlebih korporasi yang diduga menyebabkan kerusakan lingkungan masih berproses dalam persidangan, maka ada keadilan yang tidak dapat ditoleransi. Semestinya Harvey Moeis dibebaskan dari segala tuntutan hukum,” ucap dia menambahkan.
Sementara itu, penasihat hukum Harvey Moeis, Junaedi Saibih menyayangkan putusan pengadilan yang dinilai tidak mempertimbangkan ratio legis (asas hukum) dan lebih mengedepankan ratio populis (kepentingan publik).
"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, telah wafat rule of law pada Kamis, 13 Februari 2025, setelah rilisnya bocoran putusan pengadilan tinggi," ujar Junaedi.
Baca juga: Prabowo pecat Hakim Eko Aryanto, cek faktanya
Junaedi berharap hukum dapat tegak kembali dan ratio legis tidak dikalahkan oleh ratio populis karena dalam kasus korupsi timah kliennya hanya berdiskusi terkait rencana bisnis PT Timah Tbk. bersama pihak swasta untuk meningkatkan produksi, dengan hasil yang terbukti karena produksi PT Timah meningkat dan meraup untung hingga Rp1 triliun.
Adapun vonis banding yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Harvey lebih berat dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Selain memperberat vonis hukuman Harvey Moeis menjadi 20 tahun penjara, suami selebritas Dandra Dewi itu juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider 8 bulan penjara. Tak hanya itu, ia dikenakan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada PN Jakarta Pusat memvonis Harvey dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan, pidana denda Rp1 miliar subsider 6 bulan pidana kurungan, serta uang pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara terkait kasus korupsi timah.
Baca juga: Ahli Hukum sebut hakim vonis ringan koruptor perlu diperiksa
Dalam kasus korupsi tersebut, Harvey ditetapkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama bersama-sama, sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.
Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Adapun Harvey terbukti menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari uang yang diterima.
Dengan begitu, Harvey terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ke-1 KUHP.
Baca juga: Prabowo kritik hakim yang jatuhkan vonis ringan koruptor
Baca juga: Kesopanan terdakwa tak bisa dijadikan alasan meringankan pidana
Baca juga: Harvey Moeis divonis penjara 6,5 tahun terbukri korupsi timah
Baca juga: Ahli Hukum sebut hakim vonis ringan koruptor perlu diperiksa