Mataram (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta Bulog membeli jagung petani di tengah anjloknya harga jagung saat ini.
Ketua Komisi II Bidang Perekonomian DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Pelita Putra dalam keterangannya di Mataram, Kamis, mengaku menyayangkan sikap Bulog tersebut.
"Lebih parah lagi, Bulog belum melakukan pembelian jagung dengan alasan gudang penuh. Padahal janji Presiden dan Menteri Perdagangan, Bulog akan menyerap hasil panen petani," kata Pelita di Mataram, Kamis.
Menurutnya, tidak diserapnya jagung oleh Bulog ini menambah penderitaan petani di NTB. Sebab, sejak panen raya dilakukan pada awal April ini harga jagung di tingkat petani anjlok, hanya berkisar antara Rp4.200 hingga Rp4.300 per kilogram, jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yakni Rp5.500 per kilogram.
Baca juga: Gubernur Iqbal: Harga padi dan jagung di NTB sesuai HPP
Akibat anjlok-nya harga jagung tersebut, lanjut dia, dikeluhkan para petani jagung di NTB, karena merasa dirugikan dengan harga pasar sangat rendah, sementara biaya produksi sangat tinggi.
"Kalau pemerintah tak bisa bantu petani, lebih baik beri imbauan agar mereka tak menanam jagung. Jangan beri harapan palsu," tegas Miq Pelita sapaan karibnya.
Miq Pelita juga menyinggung kekurangan tenaga kerja saat panen raya dan mendesak pemerintah untuk segera menambah alat mesin pertanian (alsintan) seperti combine harvester.
"NTB ini lumbung pangan nasional, tapi masih kekurangan alsintan. Panen tidak bisa maksimal jika terus mengandalkan tenaga manual," ucap Anggota DPRD NTB dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Tengah ini.
Baca juga: Harapan petani jagung NTB di tengah lobi politik!
Selain soal anjloknya harga jagung dan alsintan, Pelita juga menyoroti berbagai persoalan penting terkait peternakan. Salah satu isu utama adalah larangan pengiriman ternak sapi dari Pulau Sumbawa ke Lombok Tengah, kecuali dari Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).
"Hanya KSB yang diizinkan mengirim sapi ke Lombok Tengah karena status kesehatannya. Kabupaten/kota lain seperti Sumbawa, Dompu, dan Bima belum diperbolehkan karena perbedaan status penyakit hewan," ujar Pelita.
Baca juga: Bulog serap 3.000 ton jagung petani di Dompu
Namun, ia menegaskan bahwa sebenarnya kabupaten/kota di Pulau Lombok bisa saja menerima sapi dari Sumbawa dengan syarat wajib membuat analisis risiko.
"Sayangnya, hal ini belum dilakukan karena risiko menjadi tanggung jawab daerah pengirim," katanya.
Diketahui Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB menargetkan angka produksi jagung sepanjang tahun 2025 bisa mencapai 4 juta ton guna mendukung program ketahanan pangan nasional.
Baca juga: Gembar-gembor NTB Mendunia, Petani Jagung menjerit akibat harga anjlok!