Mataram (ANTARA) - Jaksa penuntut umum menahan tiga dari empat tersangka kasus korupsi proyek penambahan ruang operasi dan ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
"Penahanan tiga tersangka kami titipkan di Rutan Polda NTB," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Heru Sandika Triyana di Mataram, Rabu.
Baca juga: Berkas korupsi RSUD Lombok Utara dinyatakan lengkap
Baca juga: Jaksa usut dugaan korupsi pajak parkir RSUD Kota Mataram
Baca juga: Alasan sakit, Wabup Lombok Utara tak penuhi panggilan Kejati NTB
Tiga tersangka yang menjalani penahanan tersebut adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial EB, direktur konsultan pengawas CV Cipta Pandu Utama berinisial DD, dan direktur perusahaan pelaksana proyek PT Apro Megatama asal Makassar, Sulawesi Selatan, berinisial DT.
"Mereka kami tahan terhitung hari ini setelah kami menerima tahap dua (pelimpahan tersangka dan barang bukti) dari jaksa penyidik," ujarnya.
Sedangkan untuk satu tersangka lagi, yakni mantan Direktur RSUD Lombok Utara dengan peran kuasa pengguna anggaran (KPA) berinisial SH, Heru mengakui pihaknya belum melakukan penahanan.
"Karena yang kami terima ini baru tiga orang, jadi yang ada ini kita tahan," ucap dia.
Perihal belum dilakukannya tahap dua untuk tersangka SH, Heru mengaku tidak mengetahui alasan pertimbangannya.
"Untuk alasannya, itu kewenangan jaksa penyidik yang bisa sampaikan. Kami di sini hanya bertugas melanjutkan apa yang dilimpahkan saja," katanya.
Namun perihal SH tidak turut serta bersama tiga tersangka lainnya dalam pelaksanaan tahap dua, Rabu (20/4), kuasa hukumnya Herman Sorenggana mengonfirmasi bahwa kliennya kini sedang sibuk menjalankan tugas di Pulau Sumbawa.
"Kan beliau sekarang jadi Ketua Satgas Penanggulangan dan Pencegahan COVID-19 di Sumbawa, makanya sibuk di sana, belum bisa hadir pemeriksaan hari ini," ujar Jerman.
Karena alasan demikian, Herman mengaku bahwa dirinya yang mewakili kliennya hadir ke hadapan jaksa penyidik.
"Jadi, saya sendiri yang datang ke hadapan jaksa penyidik. Saya sampaikan surat permohonan penundaan (tahap dua) dengan alasan itu tadi," kata dia.
Proyek penambahan ruang operasi dan ICU ini terlaksana di tahun anggaran 2019. Proyek ini menelan dana APBD senilai Rp6,4 miliar.
Dugaan korupsinya muncul karena pekerjaan molor hingga menimbulkan denda. Hal itu mengakibatkan adanya potensi kerugian negara Rp1,757 juta. Nilai tersebut muncul berdasarkan hasil audit Inspektorat Lombok Utara.
Berita Terkait
Kejari Mataram tahan empat tersangka korupsi rumah tahan gempa di Lombok Barat
Kamis, 22 Februari 2024 15:29
Kuasa hukum tersangka film porno Siskaeee ajukan penangguhan penahanan
Kamis, 25 Januari 2024 17:09
KPK titip penahanan mantan Wali Kota Bima di Lapas Kelas II Lombok Barat
Minggu, 21 Januari 2024 19:47
Polres Lombok Barat tetapkan tersangka penganiayaan caleg asal Sekotong
Jumat, 22 Desember 2023 21:05
Kejari Dompu tahan dua tersangka dugaan korupsi dishub
Kamis, 21 Desember 2023 18:53
Kejari Bima menahan seorang tersangka korupsi dana nasabah BPR NTB
Selasa, 28 November 2023 5:25
Mantan Kabid ESDM NTB jadi tersangka kedelapan kasus korupsi tambang AMG
Senin, 30 Oktober 2023 13:31
Mantan Wali Kota Bima mengajukan penangguhan penahanan ke KPK
Jumat, 20 Oktober 2023 17:38