PUSAT VULKANOLOGI BELUM TURUNKAN STATUS GUNUNG TAMBORA

id

      Mataram, 25/9 (ANTARA) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, belum menurunkan status Gunung Api Tambora, meskipun aktivitas kegempaan vulkanik mulai berkurang.

       "Kami juga menunggu laporan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi soal status gunung api itu, tetapi dinamika kegempaan vulkanik cenderung menurun," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Eko Bambang Sutedjo, yang dihubungi di Mataram, Minggu.

        Ia mengatakan, peningkatan status Gunung Api Tambora dari Normal menjadi waspada, terhitung mulai 30 Agustus 2011. Pada 5 September teramati adanya hembusan asap kawah berwarna putih tipis setinggi 10 meter dari bibir kawah.

        Pada 8 September lalu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan Gunung Api Tambora berstatus Siaga Level III.

        Penetapan status Siaga Level III itu didasarkan pada hasil pengamatan visual dan catatan aktivitas kegempaan Gunung Api Tambora, yang menunjukkan peningkatan aktivitas kegempaan vulkanik yakni berkisar antara 5-15 kali, gempa vulkanik dangkal 1-7 kali, gempa tektonik lokal 1-4 kali, gempa tektonik jauh 2-13 kali.

        Gempa "low frekuensi" juga masih berkisar 1-6 kali disertai gerakan tremor dengan amplitudo antara 0,5-9 milimeter tiap harinya.          Peningkatan yang signifikan terutama gempa vulkanik dalam, terekam 32 kali kejadian hanya dalam rentang waktu enam jam, dan vulkanik dangkal yang dikhawatirkan akan memicu peningkatan aktivitas vulkanik yang lebih besar.

         Namun, tiga hari kemudian terjadi penurunan aktivitas kegempaan vulkanik dan terus berkurang hingga gempa vulkanik dalam terekam tidak lebih dari lima kali dalam sehari.

         "Mungkin, beberapa hari lagi status Siaga pada Level III akan diturunkan menjadi Waspada, karena penurunannya cukup signifikan. Tetapi, itu kewenangan Pusat Vulkanologi," ujarnya.

         Kendati demikian, kata Eko, warga yang bermukim di sekitar Gunung Api Tambora, harus tetap waspada namun tidak termakan isu menyesatkan yang dikait-kaitkan dengan peristiwa di masa lalu.

         Gunung Api Tambora tercatat dalam sejarah letusan paroksimal pada tahun 1815, yang menyebabkan terkuburnya tiga kerajaan yakni Kerajaan Pekat, Tambora dan Sanggar, dan menelan korban jiwa sekitar 92 ribu orang.

         Gunung Api Tambora bertipe A karena masih menunjukkan aktivitas sesudah tahun 1600, yang terletak di wilayah Kabupaten Dompu dan Bima, Provinsi NTB, dan memiliki tinggi 2.815 meter dari permukaan laut. (*)