Lombok Tengah, NTB, 25/7 (ANTARA) - Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani, Desa Labulia, Kabupaten Lombok Tengah, meminta Bulog Divisi Regional Nusa Tenggara Barat, meringankan persyaratan pembelian beras agar mereka bisa menjual komoditas itu tanpa melalui perantara.
"Persyaratan kontrak pengadaan beras dari bulog cukup memberatkan sehingga kami tidak bisa menjual beras langsung ke bulog, harus lewat perantara dulu," kata Ketua Gapoktan Rukun Tani Aruman, ketika menerima kunjungan tim dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) NTB, di Lombok Tengah, Rabu.
Menurut dia Bulog Divre NTB mensyaratkan pihaknya harus bisa melakukan pengadaan beras hingga 700 ton per tahun, sedangkan para anggotanya hanya mampu melakukan pengadaan beras hanya 100 ton per tahun.
Hasil pengadaan beras dari para anggota gapoktan tersebut sebagian dijual ke perantara yang juga menjadi mitra Bulog Divre NTB dengan harga Rp6.600 per kilogram dan sebagian lagi dijual pihak lain jika harga di pasaran lebih tinggi dari penawaran mitra bulog.
Sementara harga gabah kering panen saat ini mencapai Rp3.800 hingga Rp3.900 per kilogram, sedangkan gabah kering simpan dijual dengan harga Rp4.100 hingga Rp4.200 per kilogram, tergantung kualitas.
Penjualan beras ke pasar maupun ke bulog tergantung kondisi harga di pasaran. Harga beras setiap saat berfluktuasi. Namun, pihaknya tetap menyisihkan sebagian pengadaan beras untuk dijual ke bulog setiap tahun.
"Kami tidak berani menjalin kerja sama kalau persyaratannya berat. Kalau kami terima, takutnya tidak pengadaan sesuai keinginan bulog tidak terpenuhi, kami bisa kena denda," ujarnya.
Aruman mengatakan modal untuk pengadaan beras tersebut bersumber dari dana bantuan sosial yang diberikan Kementerian Pertanian melalui BKP NTB.
Jumlah bantuan dana yang diberikan sebesar Rp225 juta. Dana itu dicairkan dalam dua tahap, yakni pada 2009 senilai Rp150 juta untuk pembangunan gudang penyimpanan gabah dan beras senilai Rp30 juta dan untuk pengadaan dan distribusi senilai Rp120 juta.
Untuk dana yang dicairkan pada tahap kedua pada 2010 senilai Rp75 juta yang seluruhnya dialokasikan untuk pengadaan gabah dan beras yang dibeli dari para anggota dan dari petani nonanggota.
"Dana LDPM itu cukup membantu para anggota petani, terutama pada saat musim paceklik. Kalau ada anggota yang membutuhkan modal usaha atau butuh beras, dana itu bisa digunakan," ujarnya.
Kepala BKP NTB Husnanidiaty Nurdin mengatakan dari 42 gapoktan binaannya yang memperoleh dana LDPM, hanya lima persen yang sudah menjalin kerja sama dengan Bulog Divre NTB.
Namun, pihaknya tetap berupaya agar gapoktan lainnya bisa menjadi mitra bulog agar mereka tidak lagi menjual beras atau gabah ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut melalui perantara sehingga keuntungan yang diperoleh bisa lebih tinggi.
"Kami memang sudah menandatangani nota kesepahaman (Mou) dengan Bulog Divre NTB tentang pengadaan beras dari gapoktan binaan BKP NTB, namun tidak semuanya bisa diakomodasi karena BUMN itu punya persyaratan tersendiri," ujarnya. (*)
