Tim penyidik Kepolisian Daerah Bali melakukan penyelidikan kasus dugaan penolakan oleh dua rumah sakit terhadap pasien yang menyebabkan seorang pasien meninggal dunia.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto dalam keterangan melalui layanan WhatsApp di Denpasar, Sabtu (22/10), mengatakan pihaknya memeriksa saksi-saksi terkait dari dua rumah sakit, yakni RSUD Wangaya Denpasar dan RS Manuaba.
"Upaya-upaya penyelidikan yang telah dilaksanakan sampai dengan hari ini adalah membuat administrasi penyelidikan dan melaksanakan penyelidikan di tempat kejadian perkara yakni RSUD Wangaya dan RS Manuaba," katanya.
Di RSUD Wangaya, penyidik memeriksa dan mengecek closed circuit television (CCTV) khususnya pada waktu yang bersesuaian dengan keterangan pihak pelapor Kadek Suastama, suami korban Nengah Sariani, pada 24 September 2022, sekitar pukul 20.30 Wita.
Untuk membuat masalah tersebut menjadi terang di mata hukum, penyidik memeriksa secara mendalam, baik kepada pihak pelapor maupun terlapor. Pada Senin (17/10), penyidik memeriksa Kadek Suastama dan Alit Putra (anak korban). Pada hari yang sama, petugas piket ambulans di RSUD Wangaya juga ikut diperiksa oleh penyidik .
Selanjutnya, pada Rabu (19/10), penyidik memeriksa petugas piket RSUD Wangaya, sedangkan Kamis (20/10), penyidik memeriksa perawat piket IGD RSUD Wangaya. Pada Jumat (21/10), penyidik memeriksa petugas piket ambulans RSUD Wangaya.
Pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait dalam kasus tersebut, akan terus berlanjut dengan agenda pemanggilan sejumlah pihak, seperti dokter, perawatan, teknisi CCTV, dan kepala ruangan IGD.
Pada Senin (24/10) terjadwal pemeriksaan perawat IGD dan teknisi CCTV RSUD Wangaya, Selasa (25/10) pemeriksaan dokter IGD, dokter internsif dan kepala ruangan IGD RS Wangaya. Ia mengatakan tim penyidik belum memberikan jadwal pasti terkait dengan pemeriksaan terhadap pihak-pihak RS Manuaba.
Pengacara korban dari LBH Paiketan Krama Bali I Wayan Gede Mardika menilai ada dugaan tindak pidana oleh dua rumah sakit tersebut, yakni pelanggaran terhadap pasal 32, pasal 190 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta pasal 59 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2014 KUHP tentang tenaga kesehatan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Kuasa hukum lainnya, Dewa Nyoman Wiesdya Danabrata Parsana, mengatakan apabila dalam kasus itu, kedua rumah sakit terbukti melanggar pasal 190 ayat (2) maka terlapor terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Direktur Utama RSUD Wangaya Denpasar dr Anak Agung Made Widiasa dalam siaran persnya beberapa waktu lalu menyatakan pihaknya tidak menolak pasien seperti yang dilaporkan oleh pelapor di Polda Bali. Dia mengatakan apa yang dilakukan oleh tim medis dari RSUD Wangaya sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku di RS tersebut.
Kasus tersebut diketahui masyarakat luas setelah suami korban yang meninggal, Kadek Suastama Mayong (46), melaporkan kejadian tersebut kepada Bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali tertanggal 4 Oktober 2022, pukul 15.50 Wita.
Dalam laporan tersebut, Kadek Suastama yang didampingi Alit Putra menceritakan kronologi kasus dugaan penolakan yang dialami ibunya di kedua rumah sakit itu.
Alit Putra menjelaskan pada 24 September 2022, sekitar pukul 20.30 Wita, ia berboncengan tiga dengan kakak perempuannya menggunakan sepeda motor, membawa sang ibu menuju RSUD Wangaya. Ibunya waktu itu mengalami gejala muntah dan mengeluarkan darah dari mulut serta hidung.
Sampai di RSUD Wangaya, dokter yang bertugas saat itu tidak melakukan tindakan pertolongan pertama terhadap korban. Dalam penuturan Alit, dokter berkata ruangan IGD penuh dan tidak ada bed atau tempat tidur tersedia. Oleh karena itu, pasien disarankan dibawa ke RS Manuaba. Karena melihat kondisi sang ibu semakin memburuk, Alit meminta dipinjami ambulans, namun tidak dikabulkan.
"Karena tidak dikasih izin pinjam ambulans, saya kembali membonceng ibu yang dipegang kakak saya di belakang menuju RS Manuaba," katanya. Ketika sampai di RS Manuaba, dia meminta dokter jaga melihat kondisi ibunya yang saat itu masih berada di sepeda motor.
Namun, kata dia, dokter hanya memegang pergelangan tangan sang ibu, kemudian meminta Alit membawa ke RSUP Sanglah. Di rumah sakit Manuaba, Alit juga meminta dipinjamkan ambulans, tetapi ditolak karena prosedur mengurusnya rumit.
Alit kemudian membawa ibunya ke RSUP Prof Ngoerah Denpasar dengan sepeda motor. Setiba di RSUP Sanglah, para petugas medis mengambilkan tempat tidur dan membawa pasien masuk ruang UGD. Namun, setelah melakukan pemeriksaan detak jantung, dokter menyatakan korban telah meninggal dunia dalam perjalanan.
Baca juga: NTB menargetkan limbah B3 seluruh rumah sakit ditangani di PPST Lemer
Baca juga: Dinas Perpustakaan Mataram siapkan pojok baca digital rumah sakit
Setelah kejadian tersebut, keluarga korban dalam hal ini suami korban merasa kecewa dan sedih. Karena merasa tidak mendapatkan keadilan dalam pelayanan kesehatan atas korban, keluarga memutuskan melaporkan kejadian tersebut kepada Polda Bali untuk ditindaklanjuti secara hukum.