WNI korban perdagangan manusia belum diizinkan pulang

id TKI Dianiaya

WNI korban perdagangan manusia belum diizinkan pulang

(1)

"Pemerintah Indonesia terus memotivasi agar para korban tetap semangat menjalani proses"
Mataram (Antara NTB) - Pemerintah Malaysia belum mengizinkan pulang 14 warga negara Indonesia yang menjadi korban pedagangan manusia karena masih menjalani persidangan agar mereka mendapatkan keadilan.

Kepala Bidang Penempatan dan Perluasaan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nusa Tenggara Barat (NTB) H Zaenal, di Mataram, Senin, mengatakan sebanyak 10 dari 14 tenaga kerja wanita (TKW) korban perdagangan manusia itu merupakan warga NTB.

"Kami mendapat surat pemberitahuan dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (Konjen RI) di Kuching, Malaysia, terkait belum dizinkannya 14 korban perdagangan manusia itu kembali ke tanah air karena harus menjalani proses persidangan penuntutan pelaku yang memperdagangkan mereka," katanya.

Dalam surat yang dikirimkan Konjen RI di Kuching, Malaysia, kata Zaenal, menyebutkan 14 WNI itu telah dibawa kembali ke Pengadilan Rendah di Kuching, pada 18 September 2015, untuk meminta perpanjangan tinggal. Hakim di pengadilan tersebut memberikan perpanjangan selama satu bulan hingga 21 Oktober 2015.

Namun, para korban menyesalkan proses penyelesaian kasus mereka yang panjang. Bahkan, sempat menangis saat mengetahui bahwa mereka masih harus menjalani upaya proteksi selama satu bulan di Rumah Perlindungan Khas Wanita (RPKW) di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia.

Fungsi konsuler, lanjut Zaenal, telah berupaya menjelaskan pada mereka bahwa tindakan tersebut adalah sesuai undang-undang Malaysia dan Konjen RI hanya dapat meminta pihak Prosekusi untuk mempercepat proses dengan alasan perhatian publik terhadap kasus ini dari Indonesia.

"Pemerintah Indonesia terus memotivasi agar para korban tetap semangat menjalani proses dan bahwa kesuksesan pihak Prosekusi dalam mendakwa pelaku sangat bergantung pada keterangan para korban di pengadilan," ucap Zaenal.

Dari informasi yang diperoleh melalui surat Konjen RI, kata dia, agenda sidang berikutnya telah ditetapkan pada 13 Oktober 2015, yaitu untuk memperdengarkan keterangan para korban di Mahkamah Seysen (recording of evidences).

Dari petugas penyidik dan jaksa penuntut umum, kata Zaenal, didapatkan informasi bahwa pelaku atas nama Ling Chi telah dibawa ke Mahkamah Seysen pada 8 September 2015, dan dituduh dengan pasal dakwaan, yakni Pasal 12 Akta Anti Pemerdagangan Orang dan Penyelundupan Migran atas kesalahan memperdagangkan manusia dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun serta dapat diberikan denda.

Selain itu, Pasal 12A Akta paspor atas kesahalan menyimpan paspor milik orang lain dengan ancaman hukuman denda minimal RM10.000 hingg maksimal RM50.000 serta hukuman penjara minimal 1 tahun hingga maksimal 5 tahun.

Pelaku juga dituduh melanggar Pasal 55B Akta Imigrasi atas kesalahan mempekerjakan seseorang tanpa visa yang sah dengan ancaman hukuman denda minimal RM10.000 hingga maksimal RM50.000 atau hukuman penjara maksimal 12 tahun atau keduanya untuk setiap pekerja.

"Kami berharap pelaku mendapat hukuman sesuai hukum yang berlaku di Malaysia, dan para korban perdagangan manusia itu mendapatkan hak-haknya," kata Zaenal.

Sebanyak 14 orang WNI korban perdagangan manusia itu merupakan bagian 145 TKW dari berbagai daerah di Indonesia, yang menjadi korban perdagangan manusia.

Menurut informasi yang diperoleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, ada 45 orang TKW asal NTB yang menjadi korban perdagangan manusia, namun hanya 10 orang yang ditemukan di rumah penampungan di Kinabalu, Malaysia, pada Agustus 2015.

Informasi tentang indikasi perdagangan manusia itu terendus setelah salah satu korban berinisial Iis, dapat meloloskan diri dan meminta perlindungan kepada Konjen RI di Malaysia.

Dari pengakuan Iis, sebanyak 145 TKW diberangkatkan beberapa bulan lalu. Sebanyak 45 orang di antaranya berasal dari beberapa kabupaten di NTB.

Mereka direkrut tanpa dokumen oleh salah satu tekong, dengan iming-iming akan bekerja di Brunai Darussalam. Mereka kemudian dikumpulkan di Jakarta, kemudian dikirim ke Pontianak, lalu dibawa melalui jalur tikus ke Kucing, Malaysia Timur, dan dipekerjakan sebagai "cleaning service".

Para TKW itu ada yang sudah dipekerjakan selama tujuh hingga sembilan bulan sebagai "cleaning service" tanpa gaji dan tinggal di penampungan tertutup. Mereka diantar dan dijemput pada jam-jam tertentu.

Iis yang berhasil meloloskan diri kemudian mengadu ke Konjen RI di Kuching, Malaysia. Konjen RI kemudian bergerak bersama Kepolisian Diraja Malaysia melakukan penggerebekan di tempat penampungan tersebut.

Namun, berdasarkan pengakuan Iis, hanya 14 TKW yang ditemukan di penampungan, 10 di antaranya dari NTB, sedangkan sisanya sebanyak 35 orang masih dalam proses pencarian. (*)