Wali Kota Mataram instruksikan telusuri TKW "ditahan" majikan

id TKI Dianiaya

"Ini menjadi tanggung jawab dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans)"
Mataram (Antara NTB)- Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh menginstruksikan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat untuk menelusuri tenaga kerja wanita yang kabarnya "ditahan" oleh majikannya di Arab Saudi.

"Ini menjadi tanggung jawab dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) untuk mencari tahu dan menindaklanjuti kejadian yang menimpa tenaga kerja warga kota ini," katanya kepada sejumlah wartawan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin.

Pernyataan itu dikemukakan wali kota menanggapi adanya tenaga kerja wanita (TKW) bernama Sapur binti Dahri asal Karang Kuluh, Kelurahan Sayang-Sayang Kecamatan Cakranegara yang sudah 19 tahun tidak bisa pulang kampung karena ditahan majikannya.

Terkait dengan itu, wali kota meminta agar Dinsosnakertrans bisa melakukan berbagai upaya komunikasi dengan pihak-pihak terkait sehingga dapat segera diselesaikan.

"Dinsosnakertrans harus memperhatikan masalah ini," kata wali kota.

Kepala Dinsosnakertrans Kota Mataram H Ahsanul Khalik yang dikonfirmasi terkait dengan TKW tersebut membenarkan adanya laporan dari putri TKW atas nama Fitriani pada 22 April 2015 ke Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) NTB.

Kemudian ditindaklanjuti BP3TKI ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) pada 23 April 2015. "Kami mendapatkan tembusannya. Artinya, masalah ini sudah ditindaklanjuti, dan saat ini kami terus meningkatkan komunikasi dengan BP3TKI NTB, namun belum ada informasi," katanya.

Informasi dari mertua TKW, kata Khalik, selama 19 tahun Sapur tidak diizinkan pulang oleh majikannya karena anak-anak majikannya terlalu dekat dengan Sapur, sehingga majikannya enggan memberikan izin.

"Sapur sangat dekat dengan anak-anak majikannya itu, karena dia sudah mengasuhnya dari bayi," ujarnya.

Namun demikian, gaji dari Sapur tetap lancar, begitu juga komunikasi dengan keluarga dan pemerintah. Bahkan, gaji yang dikirimkan Sapur sudah mampu membiayai pendidikan kedua anaknya, membangun rumah serta membeli sepeda motor untuk anaknya.

"Masalahnya di sini Sapur hanya tidak diizinkan pulang. Itulah yang akan kita perjuangkan untuk dikomunikasikan dengan Dinas Tenaga Kerja NTB dan BP3TKI. Staf saya bahkan saat ini masih di BP3TKI untuk mencari informasi terbaru" ujarnya.

Hal itu dilakukan sebagai salah satu betuk perhatian dan perlindungan pemerintah terhadap TKI dan keluarganya, karena anak-anaknya juga rindu bertemu dengan ibunya yang meninggalkan mereka sejak masih bayi.

Ia berharap dengan berita tentang Sapur ini, bisa segera direspons pemerintah. Bahkan kabarnya, kata dia, mantan suami Sapur yang saat ini juga berstatus TKI juga siap membantu Sapur untuk pulang ke kampung halamannya.  (*)