Mataram (Antaranews NTB)- Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, melakukan pembahasan penanganan pengungsi jemaah Ahmadiyah bersama tim dari Kementerian Sosial untuk memastikan para pengungsi terakomodasi dalam berbagai program sosial pemerintah.
Dari pemerintah kota diwakilkan Asisten I Setda Kota Mataram Lalu Martawang sementara dari Kementerian Sosial hadir Kasubid Pemulihan dan Reintegrasi Sosial M Syafi`i Nasution didampingi dua orang rekannya dan diterima langsung di ruang tamu Asisten I Kota Mataram di Mataram, Selasa.
Asisten I Setda Kota Mataram Lalu Martawang mengatakan, kedatangan tim dari Kemensos ini terkait karena belum terakomodasinya sekitar 44 kepala keluarga atau 144 jiwa jemaah Ahmadiyah dalam berbagai program sosial dari pemerintah.
"Hari ini merupakan pertemuan tindaklanjut dari apa yang kami bahas pekan lalu dalam rapat koordinasi di Jakarta terkait penanganan pengungsi Ahmadiyah. Intinya, untuk pengungsi Ahmadiyah akan ditangani secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan," katanya.
Sementara dalam kesempatan itu, Kasubid Pemulihan dan Reintegrasi Sosial M Syafi`i Nasution mengatakan, tujuan kedatangan ke Mataram adalah untuk memastikan bahwa pemerintah hadir untuk melindungi warga negaranya.
"Khususnya untuk di Mataram untuk penanganan pengungsi jemaah Ahmadiyah yang saat ini berada di Transito, Lingkungan Majeluk Kota Mataram," katanya.
Dikatakan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Penangan Konflik Sosial, mereka terisolir dari masyarakat karena berbagai paham sehingga memilih tempat pengasingan sehingga sudah menjadi kewajiban negara untuk memberikan perlindungan baik itu kebutuhan dasar maupun hak asasi lainya.
Dalam penanganan ini tentunya, peran pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus bersinergi agar hasilnya bisa optimal sehingga tidak sepenuhnya menjadi urusan pemerintah.
"Meskipun, dalam Undang-Undang 23 disebutkan urusan konflik merupakan urusan pemerintah pusat," katanya.
Ia mengatakan, penanganan masalah ini tentu tidak mudah seperti korban bencana alam yang bisa serta merta diberikan bantuan kebutuhan dasar, tetapi Ahmadiyah terkait dengan pemahaman dan ideologi.
Apalagi untuk merubah ideologi seseorang agak sulit, dan harus dengan sentuhan serta teknik yang tulus diimbangi dengan program-program yang membumi dan memasyarakat.
"Penanganan korban bencana akan berbeda dengan bantuan bagi korban konflik," katanya.
Karenanya, dalam hal ini pihak Kementerian Sosial akan melaksanakan program setelah adanya informasi dan komunikasi yang bagus dan betul-betul menjadi kebutuhan mereka.
"Pendekatan penanganan konflik sangat berbeda dengan korban bencana alam," katanya.
Untuk jemaah Ahmadiyah ini ada tiga opsi yang akan dilakukan, pertama program relokasi, transmigrasi dan bisa juga di rumah susun sederhana sewa (rusunawa), agar mereka bisa membaur dengan warga lainnya.
Di samping itu, mereka juga segera terakomodasi menjadi keluarga penerima manfaat (KPM) program keluarga harapan (PKH) serta berhak mendapatkan tiga kartu dari pemerintah yakni kartu Indonesia sehat (KIS), kartu Indonesia pintar (KIP) dan kartu keluarga sejahtera (KKS).
"Sekitar bulan Mei atau Juni, jemaah Ahmadiyah sudah bisa menjadi KPM, karena data mereka saat ini sudah terakomodasi dalam basis data terpadu," katanya. (*)