Mataram (Antaranews NTB) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, menuntut Muhir, terdakwa korupsi kasus "fee" proyek rehabilitasi sekolah pascagempa, selama delapan tahun penjara.
Tuntutan yang disampaikan ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram ini dibacakan oleh JPU yang diwakilkan Kasi Pidana Khusus Kejari Mataram Anak Agung Gede Putra.
"Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa H Muhir dengan pidana penjara selama delapan tahun," kata Gede Putra di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Kamis.
Selain itu, jaksa juga menuntut agar terdakwa dijatuhi pidana denda sebesar Rp250 juta. Apabila tidak dapat dibayarkan maka wajib diganti dengan kurungan selama enam bulan.
Dasar tuntutan itu sesuai dengan unsur pidana yang tertera dalam dakwaan pertama, yakni pembuktian terhadap Pasal 12 Huruf e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut jaksa, penerapan tuntutan kepada mantan politisi Golkar ini dikuatkaj dengan adanya bukti permintaan "fee" proyek rehabilitasi sekolah pascagempa sejumlah Rp30 juta.
Karena itu, terdakwa Muhir dinyatakan terbukti bersalah oleh JPU telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai anggota DPRD dengan cara memaksa mantan Kadisdik Kota Mataram, Sudenom untuk menyetor sebagian uang dari proyek perbaikan sekolah terdampak bencana.
Hal yang memberatkannya lagi, terkait keterangan terdakwa Muhir selama persidangan yang dinilai berbelit-belit.
Usai persidangannya, terdakwa Muhir yang ditemui wartawan terlihat masih yakin bahwa dirinya tidak bersalah.?"Bukti uang tidak pernah ada di saya," kilah Muhir.
Jika nantinya dia terbukti bersalah dan harus menjalani hukuman pidana penjara, terdakwa Muhir dengan tegas menyatakan tidak ingin masuk penjara sendirian, dan dia sangat mengharapkan jaksa penuntut umum untuk lebih obyektif menggarap kasus ini.
"Ini harus dijalani bersama antara saya, Pak Haji Sudenom, dengan Totok. Supaya jaksa obyektif. Ini harus jadi pembelajaran penegakan hukum di NTB," ujarnya.
Lebih lanjut, penasihat hukum Muhir, Burhanudin mengatakan bahwa pihaknya akan mempelajari kembali uraian tuntutan jaksa.
Menurutnya, tuntutan jaksa yang telah disampaikan ke hadapan Majelis Hakim terdapat kekeliruan yang nantinya akan disampaikan dalam pledoi pekan depan.
"Saya kaget karena di persidangan tidak ada fakta bahwa Muhir ini memaksa Sudenom menyerahkan uang. Malah yang aktif meminta bertemu itu kan Sudenom. Nanti akan kita ungkap semuanya dalam pledoi," kata Burhanudin.
Berita Terkait
Eks narapidana suap proyek rehabilitasi sekolah pascagempa mengajukan PK
Jumat, 27 Januari 2023 19:30
Pengadilan tunda putusan "fee project" rehabilitasi sekolah pascagempa
Rabu, 27 Februari 2019 15:17
DPRD Mataram minta maaf atas OTT anggotanya
Selasa, 18 September 2018 4:54
Legislator terjaring OTT proyek rehabilitasi pascagempa ditahan
Sabtu, 15 September 2018 6:25
TELKOM SALURKAN RP8,9 MILIAR REHABILITASI SEKOLAH
Minggu, 21 Agustus 2011 4:57
Dana perbaikan rumah korban gempa di Garut masih proses
Rabu, 30 Oktober 2024 21:16
BNPB: Pemerintah beri Dana Tunggu Hunian pemilik rumah rusak berat
Selasa, 2 Januari 2024 7:42
Polres Sumbawa Barat terima hasil "riksus" korupsi rumah tahan gempa
Kamis, 10 Agustus 2023 4:53