Bali (ANTARA) - Dirut Kampung Rusia-Ubud AF seorang warga Jerman melalui Tim kuasa hukumnya yang baru, Anak Agung Ngurah Mukti Prabawa Redi, SH. M.Kn dan I Kadek Agus Aryanto, SH, meminta maaf kepada Masyarakat Bali pada umumnya dan masyarakat Gianyar pada khususnya.
“Selain itu, klien kami juga meminta maaf kepada Bupati dan jajaran SKPD di Kabupaten Gianyar serta pihak kepolisian Republik Indonesia yang dalam hal ini Polda Bali. Klien kami juga meminta maaf karena sudah menimbulkan kegaduhan dan dampak negatif terhadap lingkungan,” jelas Agung Redi di Denpasar dalam keterangan pers di terima Antara, Sabtu (24/1).
Menurut Agung Redi, kliennya AF dalam menjalankan usahanya tidak memahami peraturan dan perizinan yang berlaku di Indonesia terkait dengan aktivitas yang dilakukannya di PARQ Ubud.
Baca juga: Turis kunjungi Bukit Porong Labuan Bajo capai 1.450 orang
Dilanjutkan Agung Redi, AF sudah memberikan keterangan dalam BAP kepada penyidik Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Bali. Dalam pemeriksaan tersebut, AF menyampaikan bahwa ia telah beritikad baik dengan membuat kontrak kerja sama dengan seseorang berinisial IGNES, perihal segala bentuk perizinan terkait dengan aktivitas yang dilakukan di PARQ Ubud.
Hal tersebut juga dikuatkan dengan keterangan yang disampaikan Dinas PUPR Gianyar saat pers rilis yang menyatakan bahwa pernah terbit NIB terhadap permohonan perizinan usaha atas pribadi (IGNES), namun saat ini sudah dicabut oleh Kementerian.
Baca juga: Menpar sampaikan komitmen pariwisata berkualitas di ATF 2025
“Dengan permintaan maaf ini, klien kami AF, berharap segala kegaduhan yang terjadi akibat ketidaktahuannya bisa diakhiri dan untuk selanjutnya kami menyatakan siap untuk melanjutkan proses hukum yang ada,” kata Agung Redi.
Sebelumnya, Pasca penutupan PARQ Ubud, Polda Bali menetapkan warga negara Jerman AF sebagai tersangka pada tanggal 17 Januari 2025 dengan barang bukti berupa fotocopy sertifikat, akta sewa hingga dokumen peraturan yang dilegalisasi.
Tersangka AF dijerat dengan pasal 109 jo pasal 19 ayat (1) UU nomor 22 tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan dan pasal 72 jo pasal 44 ayat (1) tentang UU nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar.