Masyarakat di ujung timur Pulau Lombok yang mendiami kawasan adat Paer Daya hingga kini masih memegang teguh adat istiadat warisan leluhur. Setidaknya 23 komunitas adat terdapat di wilayah yang kini bernama Kabupaten Lombok Utara itu.
Kehidupan masyarakat di komunitas adat Paer Daya yang tetap menjaga kearifan lokal ini cukup harmonis. Karena itu, terbentuknya Kabupaten Lombok Utara sebagai Daerah Otonum Baru (DBO) pada 21 Juli 2008 kian mengokohkan keberadaan komunitas adat.
Masyarakat di Gumi "Tioq Tata Tunak" (moto Kabupaten Lombk Utara) menyimpan cukup banyak benda pusaka yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Bahkan, hampir setiap dusun di Kabupaten Lombok Utara memiliki benda pusaka adat.
Keberadaan benda pusaka di masyarakat masih tersimpan sampai saat ini. Namun, tidak sedikit dari benda sejarah itu hilang karena dipinjamkan atau bahkan diperjualbelikan.
Hal penting adalah berkaca dari kasus yang terjadi di Dusun Kerurak, Desa Genggelang, Kecamatan Gangga, belum lama ini. Sebuah benda berserah berupa lempengan tembaga yang diyakini bertuliskan tinta emas, sempat hilang, namun berhasil diselamatkan.
Benda bersejarah terbuat dari lempengan tembaga yang oleh masyarakat "Dayan Gunnung" (nama lain Kabupaten Lombok Utara) disebut "Takepan". Tujuh lempengan tembaga bertuliskan aksara kuno, hingga kini belum diketahui makna yang tersurat dalam prasasti itu.
Sejatinya, hampir setiap dusun di Kabupaten Lombok Utara menyimpan benda pusaka peninggalan sejarah, tak terkecuali di Dusun Kerurak, Desa Genggelang, Kecamatan Gangga yang menyimpan sedikitnya 35 jenis benda pusaka.
Benda pusaka peninggalan sejarah itu, antara lain tujuh lempeng prasati dari bahan tembaga, keris, tombak, guci, parang, "keroncong" (sejenis kalung yang digantung di leher sapi), sepatu kuda, gitar, takepan lontar dan takepan bambu, mata bor (pertukangan) dan batu bekas telapak tangan (patih tempang).
Sekretaris Pengurus Benda Pusaka Dusun Kerurak Wira Maya Arnadi mengatakan seluruh benda pusaka itu kini dikumpulkan menjadi satu lalu disimpan di kediaman salah seorang tokoh masyarakat setempat, Inaq Tiren, yang masih memiliki hubungan keluarga dengan leluhur yang memegang benda pusaka itu.
Di antara beberapa prasasti benda pusaka itu, mengisahkan tentang perjalanan Raja (Ratu) Gangga dan Ratu Magada, mengunjungi beberapa wilayah kekuasaan Kerajaan Gangga.
Menurut Wira, benda bersejerah itu diperkirakan digunakan sejak zaman Kerajaan Majapahit dan Singasari. Setidaknya hal ini terbukti dari nama desa, pepohanan, bentuk tulisan, maupun bahan material. Arkeolog meyakini benda pusaka ini berasal dari zaman Singosari dan Majapahit.
Sempat Hilang
Tokoh masyarakat Genggelang, Kecamatan Gangga Intiha mengakui benda pusaka berupa lempeng tembaga ini sempat hilang selama dua tahun. Banyak lagi benda pusaka yang diduga hilang sehingga tidak bisa diabadikan.
Menurut dia, masih banyak peninggalan sejarah di Genggelang yang belum sempat diabadikan. Kurang pahamnya masyarakat akan nilai historis benda pusaka dan sejarah, membuat banyak yang dirusak, bahkan mungkin diperjualbelikan.
Situs sejarah Dusun Kerurak sejatinya menjadi cagar budaya yang dapat diintegrasikan dengan sektor pariwisata, sebab di dusun ini terdapat air terjun Tiu Pupus yang bisa menjadi magnet bagi wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata alam ini.
Wakil Bupati Lombok Utara Sarifudin menegaskan keberadaan benda pusaka di Lombok Utara patut dilestarikan.
Sebagai bukti peninggalan nenek moyang, benda pusaka tidak hanya diyakini mengandung nilai mistis tetapi juga artistik.
Atas nama Pemerintah Kabupaten Lombok Utara, ia menyampaikan terima kasih kepada tokoh adat dan tokoh masyarakat yang telah melestarikan benda sejarah di daerah ini.
Sarifudin berjanji menindaklanjuti aspirasi masyarakat adat untuk melestarikan benda budaya peninggalan sejarah itu dengan membuat regulasi berupa peraturan daerah (perda) atau peraturan bupati (perbup).
Harapan masyarakat untuk menyelamatkan dan melestarikan benda pusaka adat peninggalan sejarah itu agaknya mendapat respons positif dari Pemerintah Kabupaten Lombok Utara. Setidaknya, ini dibuktikan dengan dibangunnya Bale Pusaka Adat Sesait.
Pembangunan Bale Pusaka (rumah pusaka) Adat Sesait sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka adat "Wet Sesait" dan sekaligus mendukung program pemerintah meningkatkan kunjungan wisatawan ke Desa Sait.
Peletakan batu pertama pembangunan Bale Pusaka Adat Sesait dilakukan oleh Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar di Desa Sesait, Selasa (12/2).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Desa Raden Sawinggih menuturkan pembangunan Bale Pusaka Adat Sesait cukup lama, antara lain mulai proses menggali informasi masyarakat sehingga terbentuk desain dengan memadukan arsitektur masjid kuno dan tambahan bangunan yang sudah ada sebelumnya.
Beberapa di antaranya adalah "bale" (bangunan rumah) sebagai tempat menginap masyarakat dari luar Desa Sesait saat acara maulid adat.
Selain itu ada juga perpustakaan adat dan naskah kuno sebagai tempat sekolah pembelajaran adat.
Di kompleks itu ada bangunan lumbung dan membuat pasar kreatif desa. Itu nantinya terkoneksi dengan Bale Pusaka. Rencananya dibangun pada 2019 dari Dana Desa.
Bupati Lombk Utara Najmul Akhyar menilai keberadaan Bale Pusaka itu cukup penting dalam upaya melestarikan benda-benda budaya peninggalan sejarah dan dapat dijadikan daya tarik wisata.
Oleh karena
itu, ia meminta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lombok Utara membantu menganggarkan dana melalui APBD.
Hal itu penting karena ornamen prasasti tersebut salah satu daya tarik wisata baru yang dikelola oleh desa, selain sebagai upaya melestarikan lembaga pranata budaya Sesait.
Pihaknya membutuhkan gagasan cemerlang yang saling mendukung, supaya adat dan budaya berperan sebagai garda terdepan pertahanan moral anak-anak dan generai muda.
Sejatinya, pembangunan "Bale Pusaka" merupakan salah satu ikhtiar dalam melestarikan dan menyelamatkan benda-benda pusaka adat peninggalan sejarah Paer Daya yang tercecer.