PEMPROV NTB KHAWATIRKAN KERUSAKAN HUTAN TNGR

id


          Mataram, 28/11 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengkhawatirkan, kerusakan hutan lindung di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) berdampak negatif terhadap sektor lainnya.

         "Kekhawatiran itu yang melatari pemerintah daerah untuk terus mengingatkan pengelola Balai TNGR agar lebih agresif mencegah kerusakan hutan," kata Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Abdul Malik, di Mataram, Sabtu, ketika mengomentari laju kerusakan hutan di kawasan hutan TNGR yang semakin memprihatinkan.

         Data versi Dinas Kehutanan NTB, terdapat lahan kritis seluas 527.800 hektar atau sekitar 26 persen dari luas daratan, yang terdiri atas hutan kritis seluas 159.000 hektar dan lahan kritis nonhutan seluas 368.800 hektar di kawasan hutan Lombok Tengah bagian selatan dan sebagian besar Sumbawa.

         Selain itu, sekitar 480 ribu hektare hutan lindung, 419 ribu hektare hutan produksi, 170 ribu hektare non produksi termasuk 41 ribu hektare di dalam kawasan Balai TNGR dan 128 ribu hektare kawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) juga mengalami degradasi 50 ribu hektare setiap tahun.

         Sementara Data versi Balai Wilayah Sungai (BWS) NTB, wilayah NTB telah kehilangan sedikitnya 300 unit sumber air akibat kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dipicu oleh berbagai persoalan seperti praktek pembabatan hutan secara liar (illegal logging) dan eksploitasi bahan tambang secara berlebihan.

         Mata air (sumber air) di wilayah NTB yang dulunya mencapai 500 titik kini tinggal 120-an titik saja karena terjadi defisit air permukaan akibat kerusakan DAS.

         Bahkan, sejumlah lembaga penelitian melaporkan, akibat kerusakan kawasan hutan itu, volume air di Pulau Lombok berkurang sekitar satu miliar kibik setiap tahun.

         Hal itu diketahui dari penurunan volume air pada pengelolaan dua DAS di Pulau Lombok masing-masing DAS Dodokan yang dalam dua tahun terakhir ini kehilangan volume air sebesar dua miliar meter kibik dan DAS Menanga yang telah kehilangan 300 ribu meter kibik.

         NTB memiliki 18 DAS, terdiri dari empat DAS di Pulau Lombok dan 14 DAS di Pulau Sumbawa.  
    DAS di Pulau Lombok, selain DAS Dodokan dan Menanga yang mengalami devisit volume air, juga ada DAS Putih dan DAS Jelantang.

         Malik mengingatkan Kepala Balai TNGR, Syihabudin, untuk menyelesaikan permasalahan kerusakan hutan lindung itu hingga aksi-aksi perusakan hutan di kawasan TNGR dapat diberantas.

         Ia juga menyarankan Balai TNGR melibatkan peran tokoh adat agar dapat menerapkan "awig-awig" dalam menjaga kelestarian kawasan hutan lindung itu.

         "Awig-awig" merupakan nilai-nilai lokal atau pranata sosial yang telah ada sejak dahulu kala yang berfungsi mengatur masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam di wilayah setempat.

         Sejauh ini, "awig-awig" dipatuhi masyarakat setempat dan cukup efektif dalam menjaga dan mengamankan potensi sumber daya alam serta dianggap ampuh dalam membantu pemerintah melakukan MCS (monitoring, controlling, surveilance).

         "Kalau berbagai aturan sesuai hukum positif dikolaborasi dengan 'awig-awig' saya yakin permasalahan perusakan hutan itu dapat ditangani sesuai harapan banyak pihak," ujarnya.

    
Hasil nonkayu
    Malik juga menyarankan Balai TNGR mengoptimalkan potensi hasil hutan bukan kayu agar masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan TNGR masih memiliki ruang untuk meningkatkan kesejahteraan dari hasil hutan.

         Optimalisasi potensi hasil hutan bukan kayu itu merupakan tindaklanjut dari kebijakan 'moratorium logging' atau penghentian seluruh aktivitas penebangan di kawasan hutan.

         Namun, masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan harus tetap diberi ruang untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu agar mereka ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian sumber daya hutan itu.

         Hasil hutan bukan kayu di kawasan TNGR itu antara lain pakis, rerumputan, lebah madu, dan buah-buahan, namun harus yang bersumber dari zona pemanfaatan tradisional.

         Data versi Balai TNGR, zona pemanfaatan tradisional di kawasan TNGR itu mencapai 584 hektare terdapat di Desa Perian, Kecamatan Montong Gading dan Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur.

         Secara keseluruhan luas kawasan hutan TNGR mencapai 125 ribu hektare dan termasuk di dalamnya kawasan TNGR seluas 41.330 hektare dan kawasan hutan produksi 81.670 hektare.(*)