Pro kontra artis Hong Kong menanggapi demonstrasi anti-pemerintah

id Demonstrasi Hong Kong,Hong Kong,China

Pro kontra artis Hong Kong menanggapi demonstrasi anti-pemerintah

Seorang pengunjuk rasa anti-pemerintah membawa poster di dekat stasiun Causeway Bay di Hong Kong, China, Minggu (15/9/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Amr Abdallah Dalsh/aww/cfo

Hong Kong (ANTARA) - Demonstrasi anti-pemerintah yang telah berlangsung selama empat bulan ditanggapi beragam oleh artis di Hong Kong sehingga memecah komunitas dunia hiburan jadi kelompok pro dan kontra.

Sikap pro dan kontra para pekerja hiburan itu tetap ditunjukkan, walaupun mereka dapat ditinggalkan penggemarnya.

Namun, masih banyak pekerja hiburan di Hong Kong yang memilih diam atau setidaknya lebih berhati-hati agar tidak terlihat memihak salah satu kubu. Sementara itu, mereka yang telah memihak justru lebih vokal menyuarakan sikap politiknya.

Aktor senior dan penyanyi Alan Tam merupakan satu dari sekian artis di Hong Kong yang mendukung kepolisian. Ia bahkan ikut dalam aksi demonstrasi pro-polisi di Hong Kong pada Juni.

Sikap Alan pun mendapat reaksi dari sejumlah warga Hong Kong. Ia sempat kesulitan mendapat kursi di sebuah restauran pada awal September. Alan pun memilih ke luar dari antrian daripada menunggu untuk mendapatkan tempat. Kepergian Alan disambut dengan tepuk tangan pengunjung restauran, demikian tulis Koran Ming Pao.

Sementara itu, penyanyi Denise Ho, yang juga dikenal sebagai aktivis, memilih mendukung para demonstran anti-pemerintah.

"Kebebasan yang nyata tidak dapat dihapus begitu saja. Ini adalah tugas kami sebagai warga sipil untuk terus turun ke jalan berjuang," kata Denise lewat unggahannya di Facebook awal September.

Aktor laga Jackie Chan masuk dalam barisan pendukung pemerintah. Jackie Chan pada Agustus menyebut dirinya sebagai "penjaga bendera" (flag bearer), khususnya setelah beberapa demonstran menurunkan bendera nasional Hong Kong.

Para bintang film dan penyanyi lagu Pop asal Hong Kong yang berbahasa Kanton dalam beberapa waktu terakhir harus menguasai Bahasa Mandarin agar dapat terkenal di China daratan. Padahal sebelumnya, mereka telah banyak dikenal di China dan wilayah lain tanpa syarat tersebut.

Situasi politik di China dinilai dapat membahayakan karir para pekerja hiburan di sana, khususnya mereka yang berasal dari Taiwan. Pasalnya, banyak penyanyi terkenal berasal dari Taiwan, wilayah demokratis berotonomi khusus di China.

Pemerintah China pada 2000 pernah melarang penyanyi Pop Taiwan, Chang Hui-mei, untuk tampil di acara-acara resmi selama satu tahun. Larangan itu dijatuhkan setelah Chang tampil di acara peresmian Presiden Taiwan, Chen Shui-bian. Penampilan dia dianggap sebagai aksi separatis yang berbahaya oleh Beijing.

Sementara itu, Aaron Kwok, penyanyi dari grup musik Pop Kanton "Four Heavenly Kings" sempat terperangkap dalam mobil Lamborghini-nya pada awal bulan lalu. Ia dikepung para demonstran yang meminta Aaron menyatakan sikapnya terhadap aksi demonstrasi di Hong Kong.

Namun, ia memilih tidak menunjukkan sikap politiknya.

"Saya mau mengganti popok untuk anak perempuan saya," kata Aaron saat ditanya awak media terkait insiden itu.

Walaupun demikian, beberapa pekerja seni lainnya memilih untuk bersuara terkait sikap politik mereka.

Penyanyi, bintang TV, dan pemain film kelahiran Macau, Maria Cordero, atau yang biasa dipanggil "Fat Mama", menunjukkan dukungannya terhadap kepolisian Hong Kong dan pemerintah.

Namun pidato Cordero pada aksi pro-pemerintah yang digabung dengan lagu "Chandelier" karya Sia pun diubah menjadi mars anti-kepolisian oleh para demonstran.

Lagu "Fat Mama ingin menyampaikan sesuatu" (Fat Mama Has Something To Say) telah dinyanyikan ke barisan polisi dalam beberapa pekan terakhir oleh para demonstran yang menggunakan penutup wajah.

Sumber: Reuters