Somasi: Penyidik kasus minta jatah proyek harus jaga independensi

id ott snvt ntb,ott polres,polres mataram,somasi ntb

Somasi: Penyidik kasus minta jatah proyek harus jaga independensi

Pegiat sosial dari Somasi NTB Johan Rahmatulloh. (ANTARA/Dhimas BP)

Mataram (ANTARA) - Pegiat sosial dari Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) Nusa Tenggara Barat Johan Rahmatulloh mengingatkan, penyidik kepolisian yang menangani kasus minta jatah proyek Rumah Susun (Rusun) Pondok Pesantren (Ponpes) Modern Al-Kahfi, harus menjaga sikap independensinya.

"Dalam penanganan kasus ini, Polres Mataram harus bekerja profesional dan mengusut kasusnya sampai tuntas. Tentu penyidik di sini harus menjaga independensinya dan jangan terpengaruh oleh siapapun," kata Johan Rahmatulloh di Mataram, Minggu.

Bahkan Johan mewanti-wanti penyidik kepolisian untuk tidak sungkan bila dalam progres penyidikan ditemukan indikasi keterlibatan pihak lain, lebih khusus aparatur sipil negara (ASN). Bila bukti keterlibatannya cukup kuat, penyidik diharap untuk segera mengungkapnya ke publik.

Hal tersebut disampaikan Johan dengan melihat konstruksi dari kasusnya, yakni meminta jatah uang dari pelaksanaan proyek. Kasus semacam ini dapat dikatakan sebagai sebuah permasalahan lama yang indikasinya biasa dilakukan dalam pekerjaan proyek fisik.

Karenanya, patut diduga kuat kasus ini tidak hanya mengarah pada satu tersangka yang ditetapkan pada Jumat (27/9) lalu, yakni Kepala Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penyediaan Perumahan, Kementerian PUPR Provinsi NTB, berinisial BLR.

Indikasi adanya peran dan keterlibatan pihak lain, kata dia, harus ditelusuri oleh penyidik. Karena ada kemungkinan, uang hasil minta jatah proyek tidak hanya dinikmati seorang diri oleh tersangka BLR. Setoran atau pun aliran uang ke sejumlah pihak harus menjadi bagian utama dalam progres penyidikannya.

"Jadi kami melihat praktik kasus semacam ini tidak akan berhenti pada satu orang saja," ujarnya.

Lebih lanjut, Johan menyatakan bahwa Somasi NTB memberikan apresiasi kepada Polres Mataram yang telah mengungkap kasus korupsi tersebut melalui kegiatan operasi tangkap tangan (OTT).

"Bisa dikatakan cara ini adalah salah satu cara yang diharapkan publik dalam praktik pemberantassan korupsi, khususnya di NTB," ucapnya.

Karena itu, Johan mengharapkan Polda NTB dan seluruh polres yang ada di wilayah hukumnya, bisa mengikuti cara yang dilakukan Polres Mataram dalam mengungkap dan memberantas kasus korupsi.

"Cara ini saya pikir patut dicontoh oleh Polda NTB dan polres di seluruh NTB. Dalam sekali waktu, ini bisa menjadi trigger bagi pelaku-pelaku yang lain, menciptakan rasa takut bagi mereka untuk berbuat korupsi," kata Johan.

Tersangka BLR ditangkap dalam kegiatan OTT Tim Satreskrim Polres Mataram pada Rabu (25/9) lalu, di ruangan kantornya, di Jalan Majapahit, Kota Mataram, dengan barang bukti uang tunai Rp100 juta yang diduga didapatkan dari pihak pelaksana proyek.

Tersangka BLR diduga meminta uang jatah proyek tersebut dari perusahaan berinisial JU yang nilai kontrak kerja proyeknya sebesar Rp3,49 miliar. Uang tersebut diminta kepada pihak perusahaan pelaksana proyek dengan alasan untuk digunakan sebagai administrasi pekerjaan.

Karenanya, BLR dalam statusnya sebagai tersangka disangkakan telah melanggar pidana Pasal 12 Huruf e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomorb31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana sedikitnya empat tahun dan paling lama 20 tahun penjara.