Jakarta (ANTARA) - Hasil riset monitoring peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan bahwa 59 persen dari sampah yang tiap hari masuk ke Teluk Jakarta adalah plastik dan kebanyakan berupa styrofoam.
Dalam makalah berjudul Major Sources and Monthly Variations in the Release of Land-derived Marine Debris from the Greater Jakarta Area di jurnal Scientific Reports peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Muhammad Reza Cordova dan Intan Suci Nurhati menyatakan,"Temuan kami menunjukkan plastik sebagai sampah yang paling dominan memasuki Teluk Jakarta dan styrofoam sebagai sampah yang paling melimpah dalam kategori plastik".
Studi monitoring bulanan sampah yang hasilnya dipublikasikan 10 Desember 2019 tersebut mengidentifikasi enam tipe sampah dan 19 kategori sampah plastik dari sembilan muara sungai di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi selama Juni 2015 sampai 2016.
Berdasarkan hasil riset, peneliti mengestimasi aliran sampah dari kawasan Jakarta, Tangerang, dan Bekasi sampai 8,32 ton per hari, delapan sampai 16 kali lebih rendah dibandingkan dengan estimasi dalam studi-studi berbasis model.
Berdasarkan persentase 19 kategori sampah plastik yang dikumpulkan di sembilan hilir sungai di Kota Tangerang, Jakarta, dan Bekasi yang berakhir di Teluk Jakarta, sumbangan polistirena Tangerang 31,69 persen, Jakarta sebanyak 11,47 persen, dan Bekasi sebanyak 25,45 persen.
Styrofoam, merek dagang busa polistirena, banyak digunakan untuk mengemas makanan.
Reza di Jakarta pada Kamis mengemukakan urgensi pengurangan secara sistematis penggunaan plastik dan polistirena di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Peraturan yang tentang pembatasan penggunaan kantong plastik di pusat perbelanjaan sejak Maret 2019 sudah diterapkan di Tangerang, Jakarta, dan Bekasi.
Namun plastik sekali pakai masih digunakan dalam kegiatan perdagangan di pasar-pasar tradisional dan layanan pengiriman makanan berbasis aplikasi daring.
Sedangkan pelarangan penggunaan bahan polistirena untuk mengemas makanan dan minuman baru diterapkan di Bandung, yang menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang menerapkan ketentuan tersebut.
Menurut Reza, kebijakan tersebut merupakan inisiatif lingkungan yang perlu diikuti oleh pemerintah daerah yang lain di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Publikasi hasil studi monitoring sampah juga menyebutkan bahwa Indonesia memproduksi 1,65 juta ton plastik per tahun dan sebagian besar berakhir di lingkungan, menunjukkan kemendesakan upaya sistematis untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.