MAHASISWA DESAK KEJAKSAAN USUT BANTUAN SOSIAL FIKTIF

id

     Mataram (ANTARA) - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Berantas Politisi Korup mendesak Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat mengusut kasus bantuan sosial fiktif miliaran rupiah di Kabupaten Lombok Barat.

     "Kami minta kejaksaan untuk segera mengungkap dan mengusut kasus bantuan sosial fiktif dengan modus memalsukan 500 buah stempel agar dapat mencairkan dana itu," kata koordinator aksi massa Gerakan Berantas Politisi Korup (Gebrak) M Azriansyah, di Mataram, Kamis.

     Ia mengkoordinir puluhan aktivitas mahasiswa BEM Universitas Mataram (Unram), BEM IKIP Mataram, BEM STMIK, BEM STIT NH, KAMMI NTB dan Himpunan Pemuda Mahasiswa Dompu (HMPD), untuk beraksi di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.

     Dalam aksi massa tersebut, para mahasiswa juga mendesak penyidik Kejati NTB untuk memeriksa Bupati Lombok Barat H. M. Zaini Arony terkait kasus bantuan sosial fiktif itu.

     Menurut mereka, beberapa bulan lalu kasus bantuan sosial fiktif itu mencuat di media massa lokal hingga kalangan DPRD Lombok Barat menyikapinya.

     Pejabat tertentu di Pemkab Lombok Barat disebut-sebut sebagai aktor yang mengatur pembuatan stempel palsu atas nama berbagai lembaga sosial agar dapat menerima bantuan sosial yang total nilainya mencapai Rp5 miliar.

     Indikasi penyimpangan keuangan negara/daerah itu mencuat ketika pihak tertentu menemukan bukti pencairan dana bantuan sosial dari Pemkab Lombok Barat kepada 500 lembaga sosial yang dipalsukan stempelnya itu.

     Kalangan tertentu kemudian menghubung-hubungkan kasus penyimpangan bantuan sosial itu dengan Musyawarah Daerah (Musda) DPD I Partai Golkar NTB yang dimenangkan oleh Zaini Arony selaku Bupati Lombok Barat dalam perebutan kursi Ketua DPD I itu. 

     Namun, belakangan ini kasus tersebut "tenggelam" dalam rutinitas para wakil rakyat di Kabupaten Lombok Barat itu, sehingga mereka merasa perlu untuk mengangkat permasalahan tersebut.

     Kendati demikian, aksi massa beserta tuntutan mahasiswa itu hanya disuarakan dalam bentuk aspirasi karena tidak seorang pun pejabat Kejati NTB yang merespons hal tersebut.

     Setelah lebih dari sejam berorasi, kelompok mahasiswa itu membubarkan diri, namun berjanji akan kembali beraksi di tempat yang sama beberapa waktu mendatang.(*)