Mataram (ANTARA) - Sekretaris Daerah Nusa Tenggara Barat HL Gita Ariadi mengatakan keberhasilan Provinsi NTB dalam penyerapan dan realisasi APBD di atas angka serapan nasional, tidak terlepas dari kebijakan Gubernur H Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur Hj Sitti Rohmi Djalilah untuk menggunakan produk UKM dan IKM lokal pada Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) Gemilang dan penanganan pandemi COVID-19.
"Langkah tegas dan cerdas duet Gubernur dan Wagub Ummi memberdayakan UKM dan IKM lokal di NTB di masa pandemi mengantarkan NTB meraih urutan kedua terbaik se-Indonesia dalam realisasi APBD setelah DKI Jakarta," ujarnya saat menjadi narasumber pada "Bincang-bincang Fiskal dan Percepatan Penyerapan Anggaran Semester II Tahun 2020" yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi NTB di Mataram, Kamis.
Presiden Joko Widodo mengapresiasi NTB yang sudah memenuhi angka 44 persen atau Rp2,3 triliun dari Rp5, 607 triliun APBD murni. Masa pandemi COVID-19 mengakibatkan terkoreksi Rp600 miliar, juga akibat dana transfer yang mengalami penurunan. PAD juga terkoreksi, sehingga dilakukan refocusing dan realokasi untuk tiga program utama.
"Penyerapan APBD 44 persen ini melebihi angka penyerapan target nasional sebesar 40 persen," ujar Gita.
Menurut Miq Gite, sapaan akrabnya, kebijakan stimulus ekonomi JPS Gemilang yang menggunakan produk UMK dan IKM lokal di NTB merupakan salah satu faktor kunci dalam serapan anggaran APBD. Menggunakan produk lokal UKM dan IKM NTB untuk dibagikan kepada masyarakat melalui JPS Gemilang, melahirkan inovasi dan inspirasi baru yang menjadi titik tumpu dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Penggunaan dana stimulus ekonomi untuk mendukung pemberdayaan UKM dan IKM dinilai tepat. Perangkat daerah digerakkan menfasilitasi pembedayaan dunia usaha agar roda ekonomi terus bergerak. Pemberdayaan yang melibatkan banyak UKM dan IKM di NTB mampu melahirkan klaster-klaster dunia usaha sehingga memudahkan pemerintah daerah memetakan potensi SDA dan SDM untuk keberlangsungan usaha masyarakat.
Ia menambahkan, produk lokal diserap oleh pemerintah dengan membeli hasil produksi untuk dibagikan melalui program JPS, sehingga masyarakat tetap produktif walau dalam kebijakan tetap tinggal di rumah selama pandemi COVID-19.
"Sebenarnya ini langkah yang berani, dan masyarakatpun tersenyum, itu rohnya," ujar mantan Kepala DPMPTSP NTB ini.
Selain itu, upaya cepat dalam menangani dan memutus mata rantai menyebaran COVID-19 di berbagai sendi kehidupan juga salah satu faktor dalam penyerapan anggaran.
Memasuki adaptasi kebiasaan baru, sektor pariwisata yang paling terdampak perlahan mulai menemukan jati dirinya untuk kembali bangkit melalui slogan NTB "Nurut Tatanan Baru". Objek wisata di wilayah zona kuning dan hijau secara perlahan dibuka dengan syarat menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Ini upaya pemerintah daerah mengembalikan keadaan dan citra ekonomi serta sektor lain sebagai upaya terus mengembalikan keadaan sehingga serapan dan realisasi APBD Anggaran Semester II Tahun 2020 memenuhi target," ucap Sekda NTB.
Selain itu ia berharap sinergi dan kerja sama seluruh pemerintah daerah dan lembaga pemerintah lainnya di NTB akan merealisasikan percepatan penyerapan anggaran semester II tahun 2020.
Sementara itu Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi NTB Syarwan memuji capaian serapan anggaran APBD pemerintah daerah dan lembaga vertikal lainnya yang secara umum di NTB lebih dari angka 44 persen.
"Capian serapan anggaran di NTB hingga Juni 2020 baik itu pemda provinsi, kabupaten/kota, satker dan kementerian sangat bagus," kata Syarwan.
Menurutnya, surat Menteri Keuangan nomor S-302/Mk.02/2020 tertanggal 16 April 2020, bahwa pencairan belanja satker di KPPN hanya diutamakan penanggulangan dampak COVID-19, stunting, kematian ibu dan bayi, dan pemberantasan penyakit menular lainnya, serta pembayaran belanja pegawai dan operasional perkantoran.
Ia menjelaskan, juga kegiatan yang wajib relokasi antara lain kegiatan yang kurang prioritas, belanja barang yang tidak mendesak dan belanja modal yang belum dilakukan perikatan, sedangkan kegiatan yang tidak di-refocusing seperti belanja operasional perkantoran dan mengikat, belanja langganan daya dan jasa, bahan makanan tahanan, pasien, siswa, bantuan pemerintah, bantuan social dan kegiatan proyek dibiayai PHLN atau PHDN.
"Efek domino pandemi COVID-19 memberikan dampak kepada empat aspek, kesehatan dengan belum ditemukannya vaksin serta keterbatasan alat dan tenaga medis. Sosial dengan berhentinya aktivitas ekonomi yang menyerap tenaga kerja di berbagai sektor. Kemudian efek ekonomi yang menyebabkan kinerja ekonomi menurun tajam dan keuangan yang menyebabkan volatilitas dan gejolak di sector keuangan," katanya.