Oleh Anwar Maga
Mataram, (ANTARA) - TGH M. Zainul Majdi dan H. Badrul Munir setelah dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur Nusa Tenggara Barat pada 17 September 2008, meluncurkan sejumlah program unggulan yang mulai diimplementasikan pada tahun anggaran 2009.
Salah satu program unggulan itu yakni peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkeadilan, terjangkau dan berkualitas.
Sektor pendidikan dan kesehatan merupakan program prioritas karena keduanya bertekad menghilangkan penyebab utama rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah itu.
Saat itu bahkan hingga kini, IPM NTB masih menempati urutan 32 dari 33 provinsi di Indonesia atau hanya berada pada peringkat di atas Papua Barat yang bertengger di posisi paling buntut.
Dua penyebab utama rendahnya IPM di wilayah NTB yakni angka buta aksara dan angka kematian ibu yang masih tinggi, sehingga kedua hal itu yang harus lebih dulu ditangani.
Jumlah penyandang buta aksara kala itu masih 250.158 orang dari total penduduk NTB sebanyak 4.257.306 jiwa.
Secara nasional angka buta aksara di wilayah NTB pada tahun 2006 mencapai 615.823 orang dan pada akhir tahun 2007 terjadi pengurangan sebanyak 365.665 orang sehingga masih tersisa sebanyak 250.158 orang, yang diupayakan tuntas dalam beberapa tahun anggaran.
Majdi dan Badrul kemudian mencanangkan gerakan Aksara Nol (Aksano) dan Angka Kematian Ibu Nol (Akino) yang juga mencakup angka kematian bayi nol.
Acuan Aksano dan Akino yakni hasil pencatatan yang dilakukan petugas Dinas Kesehatan NTB tahun 2007, angka kelahiran bayi mencapai 1.336 dari 94.444 kelahiran hidup atau 14/1.000 kelahiran hidup.
Dua pertiga kematian bayi terjadi pada umur neonatal, yakni 0-28 hari, sebagian terjadi saat usia 0-7 hari dan sebagiannya lagi beberapa jam setelah persalinan, bahkan kematian bayi lebih banyak terjadi setelah dilahirkan dan sedang dalam asuhan keluarga.
Sementara data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002, kematian ibu saat melahirkan di NTB tercatat 115 orang setiap 1.000 kelahiran, namun angka itu terus berkurang hingga 95 orang setiap 1.000 kelahiran di Tahun 2007.
Khusus pelayanan pendidikan yang berkeadilan, terjangkau dan berkualitas, Gubernur NTB periode 2008-2013 yang lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Bajang (TGB) itu menerapkan program pendidikan gratis yang diawali dengan pengalokasikan dana APBD NTB yang harus mencapai 20 persen.
Upaya mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen itu sesuai surat edaran Mendagri Nomor 903/2706/SJ tanggal 8 September 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dalam APBD 2009 yang ditujukan kepada para kepala daerah.
"Kebetulan saat di DPR saya di Komisi X yang membidangi kesejahteraan rakyat sehingga cukup tahu, upaya pemerintah mengarahkan anggaran pendidikan di berbagai daerah dapat mencapai 20 persen," ujar anggota DPR periode 2004-2009 dari Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Ia pun selalu berharap mayoritas anggota DPRD NTB mendukung upayanya membebaskan biaya pendidikan dasar selama masa kepemimpinannya.
Menurut Majdi, sasaran program pendidikan gratis itu dimulai dari dari kalangan keluarga miskin yang kesulitan menyekolahkan anak-anaknya.
Karena itu, ia mengupayakan semua siswa miskin jenjang SD hingga SMTA terdidik tanpa kendala biaya.
"Tidak boleh ada alasan siswa miskin tidak terdidik karena ketiadaan biaya, semuanya harus bersekolah karena pemerintah telah menanggung biayanya. Saya tidak ingin mendengar ada siswa miskin yang berhenti sekolah karena biaya, apapun alasannya anak-anak itu harus tetap bersekolah minimal hingga jenjang SMTA," ujarnya.
Pendanaan
Pemerintah Provinsi NTB kemudian merealisasikan pembiayaan pendidikan gratis bagi siswa miskin yang dikemas dalam program beasiswa, mulai tahun 2009 yang berlanjut di 2010 hingga 2011 dan direncanakan sampai 2013.
Program beasiswa itu berlaku bagi siswa miskin di semua sekolah dari jenjang SD hingga SMTA baik sekolah negeri maupun swasta.
Di tahun pertama implementasi program pendidikan gratis itu, Pemprov NTB mengalokasikan dana pendidikan sebesar Rp124,46 miliar lebih untuk program beasiswa jenjang SD/MI hingga SMU/SMK/MA dengan jumlah siswa sasaran sebanyak 260.202 orang.
Sementara total dana 'sharing' yang diharapkan bersumber dari sembilan kabupaten/kota di wilayah NTB (belum termasuk daerah otonom baru Kabupaten Lombok Utara), juga mencapai Rp124,426 miliar lebih dengan jumlah siswa sasaran sama dengan provinsi yakni 260.202 orang.
Selain itu, Pemerintah Provinsi NTB juga mengimplementasikan program pemberdayaan sekolah swasta mulai jenjang SD/MI sampai perguruan tinggi.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) NTB, Lalu Syafi'i, untuk program pemberdayaan sekolah swasta itu, Pemerintah Provinsi NTB mengalokasikan dana sebesar Rp20 miliar/tahun untuk mengurangi kesenjangan antara sekolah swasta dengan negeri.
Tahun berikutnya, Pemprov NTB mengalokasikan dana sebesar Rp72,3 miliar lebih sebagaimana tercantum dalam APBD 2010, juga untuk mengimplementasikan program pendidikan gratis bagi siswa miskin.
"Anggaran sebesar Rp72,3 miliar lebih itu untuk sasaran bantuan sebanyak 129.612 orang siswa SD/MI hingga SMA/SMK/MA," ujar MSyafi'i.
Namun, dukungan anggaran untuk pendidikan siswa kurang mampu itu berbentuk "cost sharring" sehingga pemerintah kabupaten/kota juga dituntut untuk mengalokasikan anggaran secara proporsional.
Pemprov NTB menanggung 50,21 persen sehingga total anggarannya mencapai Rp72,32 miliar lebih, selebihnya dibebankan kepada pemerintah kabupaten/kota dengan jumlah sasaran 218.763 orang siswa.
Total dukungan anggaran beasiswa miskin tahun anggaran 2010 sebesar Rp214,5 miliar yang bersumber dari APBD NTB sebesar Rp72,32 miliar.
APBD kabupaten/kota sebesar Rp66 miliar (10 kabupaten/kota), APBN pada pos anggaran Kementerian Pendidikan Nasional sebesar Rp42 miliar dan pos anggaran Kementerian Agama sebesar Rp34,5 miliar.
Sasaran bantuan pendidikan gratis itu yakni untuk pelajar Sekolah dasar (SD) sebanyak 383.744 orang, Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebanyak 197.149 orang, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 55.589 orang dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) sebanyak 62.184 orang.
Sasaran bantuan di SMP Terbuka sebanyak 11.504 orang dan Layanan Khusus seperti Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) sebanyak 2.018 orang.
Sementara sasaran bantuan program beasiswa miskin atau pendidikan gratis di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) mencapai 44.078 orang, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 18.020 orang dan Madrasah Aliyah (MA) sebanyak 31.675 orang.
Kendati demikian, penyaluran bantuan pendidikan gratis di tahun 2010 agak berubah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, karena dana yang menjadi porsi Pemprov NTB yang dulu disalurkan melalui rekening pemerintah kabupaten/kota.
Namun kini dihibahkan kepada pengelola sekolah swasta se-NTB dan sekolah di lingkungan Departemen Agama.
Pemerintah kabupaten/kota yang akan menanggung biaya pendidikan gratis di sekolah negeri.
Besar bantuan setiap siswa per bulan juga mengalami perubahan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya atau mengalami penyempurnaan yakni untuk tingkat SD/MI sebesar Rp15 ribu, SMP/MTs sebesar Rp50 ribu dan SMA/SMK/MA sebesar Rp75 ribu.
Tentu untuk mengimplementasi pola baru penyaluran dana pendidikan gratis itu harus dilakukan perubahan nota kesepahaman (MoU) antara Gubernur NTB dengan para bupati/wali kota Se-NTB, sebagai pernyataan komitmen bersama dalam meningkatkan kecerdasan generasi muda penerus bangsa di daerah itu.
Khusus untuk perguruan tinggi, Pemprov NTB mengalokasikan bantuan dana hibah untuk 60 perguruan tinggi di wilayah NTB yang juga mulai dikucurkan sejak 2009 yang berlanjut di 2010 dan 2011 meskipun nilainya agak berkurang.
Kepala Biro Keuangan Setda NTB H. Awaludin, mengatakan, Pemerintah Provinsi NTB menghibahkan anggaran sebesar Rp5,8 miliar yang bersumber dari APBD 2009 untuk meningkatkan mutu pendidikan di 60 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.
Dana hibah itu untuk 56 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan empat Perguruan Tinggi Negeri (PTN) itu masing-masing berkisar antara antara Rp50 juta hingga Rp200 juta.
"Tahun 2010, dana hibah untuk perguruan tinggi itu berkurang menjadi Rp5 miliar karena sejumlah pertimbangan, termasuk bertambahnya item anggaran pendidikan," ujarnya.
Menurut Awaludin, pengalokasikan dana hibah miliaran rupiah yang bersumber dari APBD NTB itu dimaksudkan untuk memotivasi pengelola lembaga pendidikan mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang lebih berkualitas.
Namun, dana hibah itu diberikan lebih dulu kepada PTS yang sudah mendapat ijin operasional dari kopertis dengan status minimal terdaftar.
Sementara PTS yang belum mengantongi ijin operasional, pencairan dananya dilakukan setelah ada perjanjian kerjasama dengan Pemprov NTB.
Awaludin mengakui, pengalokasian dana hibah untuk perguruan tinggi itu itu merupakan bagian dari upaya Pemprov NTB menempatkan sektor pendidikan sebagai salah satu agenda pembangunan yang menjadi pusat perhatian pemerintah.
Berlanjut
Meskipun hasil akhir dari penerapan program pendidikan gratis disertai pengalokasikan dana APBD 2009 dan 2010 dalam jumlah yang memadai, belum terukur terutama dari aspek kualitas, Pemprov NTB tetap melanjutkan upaya peningkatan pelayanan pendidikan tersebut di tahun anggaran 2011.
Bahkan, anggaran yang dialokasikan untuk program unggulan di sektor pendidikan dalam APBD NTB 2011, mengalami peningkatan yang cukup signifikan, meskipun penambahan anggaran tidak menjadi keharusan karena porsinya sudah mencapai 20 persen dari total anggaran daerah.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB Rosiadi Sayuti, mengatakan, anggaran program Absano dan Adono meningkat dari Rp71,134 miliar di 2010 menjadi sebesar Rp91,42 miliar di 2011.
"Dana program Akino pun meningkat dari Rp9,1 miliar menjadi Rp21,15 miliar di 2011," ujar Rosiadi.
Absano merupakan akronim dari angka buta aksara nol, Adono akronim dari angka "drop out" nol, dan Akino akronim dari angka kematian ibu nol.
Sementara itu, Juru Bicara Pemprov NTB H. Lalu Moh. Faozal, mengatakan, keberhasilan program ungulan di sektor pendidikan itu akan jelas terlihat di akhir 2013.
"Yang pasti, jumlah warga miskin terdidik semakin banyak, baik jenjang SLTA maupun perguruan tinggi," ujarnya,
Selain itu, jumlah penyandang buta aksara, terutama di kalangan pedesaan juga diyakini semakan berkurang.
Dengan demikian, tingkat kemiskinan warga NTB pun semakin berkurang karena antara lain adanya peningkatan tingkatan pendidikan di berbagai jenjang.
Sebagai gambaran awal manfaat program unggulan di sektor pendidikan, Faozal mengacu kepada data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB tentang jumlah warga miskin di wilayah NTB yang semakin berkurang secara signifikan dalam dua tahun terakhir ini.
Versi BPS, jumlah penduduk miskin di NTB hingga Maret 2010 tercatat sebanyak 1.000.352 orang atau 21,55 persen dari jumlah penduduk di provinsi itu yakni sebanyak 4,3 juta jiwa.
Mayoritas penduduk miskin di Provinsi NTB menghuni kawasan perkotaan di sepuluh kabupaten/kota yakni tercatat sebanyak 552.617 jiwa dari total warga miskin sebanyak 1.009.352 jiwa.
Sebanyak 456.735 jiwa penduduk miskin lainnya mendiami kawasan perdesaan di wilayah NTB.
Menurut Kepala BPS NTB Soegarendra, NTB merupakan salah satu provinsi yang mengalami penurunan angka kemiskinan yang cukup signifikan pada triwulan pertama tahun 2010, yakni sebanyak 1,23 poin atau menurun dari 1.050.948 jiwa (22,78 persen) di tahun 2009 menjadi 1.009.352 jiwa (21,55 persen).
"Jika dibandingkan dengan rata nasional penurunan angka kemiskinan yang mencapai 0.82 poin (dari 14,15 persen di tahun 2009 menjadi 13,33 persen di tahun 2010), maka NTB masih lebih baik dan berada pada urutan keenam penurunan tertinggi angka kemiskinan pada semester pertama 2010," ujarnya.
Sementara pendapatan perkapita penduduk miskin atau garis kemiskinan (GK) pada tahun 2010 ditetapkan sebesar Rp196.185 per orang per tahun atau mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan garis kemiskinan pada tahun 2009 sebesar Rp185.025 per orang per tahun.
Soegarendra mengatakan, garis kemiskinan makanan (GKM) jauh lebih besar jika dibandingkan dengan garis kemiskikan bukan makakan (GKBM), yakni pada posisi Maret 2010 untuk GKM tercatat Rp149.358 per orang sedangkan GKBM sebesar Rp46.827 per orang.
Garis kemiskinan daerah perkotaan pada Maret 2010 juga lebih tinggi dari garis kemiskinan di perdesaan yakni Rp223.784 untuk perkotaan dan Rp176.283 untuk perdesaan.
Dalam menakar angka kemiskinan itu, BPS NTB menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar dan dengan pendekatan tersebut kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Sementara metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan yang terdiri atas dua komponen, yakni GKM dan GKBM dan penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan.
Faozal juga mengungkapkan bahwa Pemprov NTB mewajibkan semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memberikan kontribusi terhadap upaya penanggulangan kemiskinan yang terarah dan komprehensif.
"Ujung-ujungnya setiap program di berbagai SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) harus ada dampak peningkatan kesejahteraan yang berarti ada pengentasan kemiskinan," katanya.
Kini, berbagai program pembangunan di masing-masing SKPD Pemprov NTB tahun anggaran 2010 tengah dievaluasi, terutama yang berkaitan dengan bidang investasi, agar diperoleh gambaran penanggulangan kemiskinan yang sudah terlaksana dan akan dilaksanakan.
Direncanakan, pengumuman hasil evaluasi kinerja SKPD dalam pemberantasan kemiskinan itu akan diumumkan 15 Januari mendatang, dan tentunya ada konsekuensi khusus bagi SKPD yang dianggap kurang berperan.(*)