Perjuangan perempuan perajin bambu meraup pasar ekspor di saat pandemi
Mataram (ANTARA) - Era pandemi COVID-19 yang entah kapan akan berakhir, ternyata tidak mematahkan semangat Ibu Mahuni, bersama kelompok wanita tani (KWT) dari Desa Karang Sidemen, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, untuk tetap produktif.
Dibantu dua pria perajin, Mahuni dari KWT Insan Madani Bambu bertahan di tengah wabah dengan terus menggeliatkan beragam produk kerajinannya yang terbuat dari bambu.
Dalam periode pandemi COVID-19 saja, kelompok yang beranggotakan 43 perempuan ini masih bisa menjaga pasar produk kerajinannya untuk tetap mendunia.
Negara-negara di Benua Eropa, Afrika, dan Asia, masuk dalam catatan pelanggan tetap dari kelompok yang sudah berdiri sejak 2016 silam ini.
Salah satu produk kerajinan yang kini menjadi andalannya adalah sedotan bambu. Produknya yang pasti ramah lingkungan. Bahkan sekitar setahun lamanya, Mahuni tegaskan produk ini dapat dimanfaatkan.
Produksi sedotan bambu ini dimulainya sejak akhir 2017. Produksinya berawal dari pesanan kelompok masyarakat bernama Gumibamboo yang berdomisili di Kota Mataram.
"Awalnya Gumibamboo yang menawarkan kami untuk membuat tulisan pada sedotan bambu produk kami. Disamping memberikan upah mengukir tulisan pada sedotan, Gumibamboo juga membantu kami memasarkan produk lainnya," kata Mahuni.
Akhir 2017, awalnya pesanan hanya senilai Rp500 ribu dari upah penulisan sedotan bambu. Tulisannya macam-macam, tergantung permintaan. Upah pengerjaannya Rp2000 per biji.
Sebelum bermitra dengan Gumibamboo, omzet paling Rp500 ribu per bulan karena jualan masih manual belum kenal internet. Setelah bermitra, dibantu Gumibamboo, omzet naik jadi Rp15-20 juta per bulan.
Untuk kebutuhan bahan baku bambu, Mahuni dan kawan-kawan tak perlu cemas. Karena NTB, Pulau Lombok khususnya, memang menjadi salah satu sentra produksi bambu terbesar di Indonesia.
Kegiatan semacam yang dilakukan Mahuni bersama kelompoknya pun terbilang masih minoritas di Pulau Lombok. Karena sampai saat ini, kebanyakan bambu hanya digunakan untuk membantu kegiatan pertukangan dalam membangun rumah.
Jenis bambu yang dimanfaatkan dalam kerajinan ini pun cukup beragam dan Mahuni pastikan bahan baku yang ada saat ini masih cukup untuk memasok kebutuhan dasar dari produk kerajinannya.
Bahkan sudah ada jenis bambu yang kini sedang dibudidayakan mereka di atas lahan kemitraan hutan kemasyarakatan (HKM) di kaki Gunung Rinjani. Jenis bambu yang dibudidayakannya adalah haur geulis atau teumen.
Jenis bambu yang satu ini biasanya digunakan untuk membuat pancing atau pun tongkat pramuka. Mahuni bersama kelompoknya memilih jenis bambu ini karena mampu menghasilkan bahan baku dalam jumlah yang cukup banyak meskipun di atas lahan terbatas.
Selain itu, jenis bambu ini memiliki diameter yang kecil dengan struktur rapi. Jenis bambu yang satu ini memang sangat cocok menjadi bahan baku produk andalannya, yakni sedotan.
Jejak Kebangkitan
Latar belakang terbentuknya KWT Insan Madani Bambu ini, kata Mahuni, semua berawal dari rasa keprihatinannya melihat banyak kasus sosial di desa, seperti pernikahan usia dini, perceraian tinggi, anak telantar dan ekonomi warga yang masih susah karena lapangan pekerjaan terbatas.
"Bersama beberapa ibu-ibu kemudian berdiskusi untuk membuat perkumpulan dengan harapan bisa mengubah perekonomian desa.
Akhirnya setelah berkomunikasi dengan kepala desa, Mahuni bersama kawan-kawan mendapat dukungan. Berugak Desa sejenis LSM di Kabupaten Lombok Tengah, memberikannya pendampingan untuk membuat kelompok.
Mereka memberikan gambaran tentang bagaimana berkelompok dan apa manfaatnya, sehingga terbentuk lah kelompok ibu-ibu dengan wadah KWT Insan Madani Bambu.
Dari pendampingan itu, bersama kawan-kawan mengawali kegiatan kelompoknya di bidang usaha tani. Ada juga warga yang melakukan usaha olahan pangan, dan hasil kebun seperti kopi dan sebagainya.
Setelah terbentuk, KWT Insan Madani Bambu mulai dilirik World Wide Fund for Nature (WWF). Mereka masuk dalam program pendampingan WWF pada akhir 2016.
"Saat itu, WWF memberikan informasi tentang adanya HHBK (hasil hutan bukan kayu). Dari berbagai jenis HHBK yang sudah ada SK Bupati Lombok Tengah, kami memilih bambu. Kebetulan pada saat itu ada doktor dari Universitas Mataram yang juga melakukan penelitian bambu di desa kami," ucapnya.
Dari pendampingannya, WWF mengidentifikasi apa saja kebutuhan mereka, keinginan dan tantangan dalam menjalankan usaha berkelompok. Mereka pun kemudian difasilitasi pelatihan membuat kerajinan bambu.
Awalnya anggota kelompok belum memiliki keahlian sama sekali. Padahal potensi di desa itu jadi ada peluang besar.
Pendampingan WWF dilakukan selama satu tahun sejak akhir 2016 hingga 2017 sebelum akhirnya bermitra dengan Gumibamboo. Tiap bulan ada kegiatan pelatihan dan sosialisasi yang Mahuni dan kelompoknya dapatkan, baik dalam hal keahlian, teknik penguatan kelompok dan manajemen keuangan.
Namun dari 43 anggota perempuan, hanya 25 orang yang kini fokus berusaha di bidang bambu. Lainnya tetap menjalankan kegiatan usaha tani, seperti membuat olahan pangan, dan hasil kebun berupa kopi.
Awal pelatihan yang diberikan oleh WWF berupa dua model kerajinan, yakni kotak tisu dan kap lampu. Berbekal menguasai cara pembuatan dua model kerajinan itu, kelompok ini pun mulai mengembangkan kreasinya di bidang kerajinan bambu.
Awalnya hasil tidak bagus tapi semua tidak patah semangat. Sepeti kata pepatah 'Bisa karena Biasa'. Setelah percaya diri, rasanya gampang kita berkreasi. Akhirnya muncul ide-ide membuat model kerajinan lain dari bambu.
Pengembangan produk dan desain baru, dilakukan secara otodidak. Kini membuat peralatan makan, berupa sendok, garpu dan pisau bambu untuk memotong roti serta tempat pensil, menjadi rutinitas KWT Insan Madani Bambu.
Ada juga produk kotak tempat dasi tenun, tempat parsel, tempat madu dan besek bambu untuk makanan.
Selain itu, kelompoknya kini dikatakan sedang menyiapkan produk gelas bambu yang ada desain MotoGP kombinasi gerabah. Pembuatan dilakukan bekerja sama dengan perajin gerabah di Penujak, Kabupaten Lombok Tengah.
Kegiatan itu pun telah mendapatkan pendampingan perancang khusus MotoGP yang merangkul semua UMKM kelompok produksi merchandise MotoGP.
Tidak hanya itu, KWT Insan Madani Bambu kini juga tergabung dalam beberapa kelompok usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) NTB dan kabupaten.
KWT Insan Madani Bambu juga dikatakannya ikut aktif dalam kelompok usaha pengurangan sampah plastik. Mereka pun mendapat pelatihan ecobrick atau pemanfaatan botol plastik yang diisi padat dengan limbah nonbiological.
Pelatihan itu, mereka dapatkan dari yayasan Pitu Fondation. Timbal baliknya, produk ecobrick yang mereka hasilkan dibeli oleh yayasan, senilai Rp1500 per botol air kemasan 600 mili liter yang berisi sampah plastik.
Tidak hanya itu, sebagai bentuk dukungannya dalam pengurangan sampah plastik, KWT Insan Madani Bambu kerap menyosialisasikan ke masyarakat tentang dampak buruk penggunaan plastik.
Pelatihan didapatkan juga kami berikan kepada warga. Meskipun belum ada respon bagus dari warga, tapi tetap ikhtiar. Karena tidak gampang menyadarkan masyarakat soal sampah, tapi bagi kami yang penting berbuat dulu membantu pemerintah.
Bekal kewirausahaan juga dikantongi dari pelatihan yang digelar Bank Indonesia setelah KWT Insan Madani Bambu masuk dalam daftar UMKM binaan Bank Indonesia.
Gernas BBI
Kegiatan usaha yang digeluti Mahuni bersama kelompok perempuannya ini adalah potret satu di antara UMKM yang mengikuti Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI).
Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah berharap Gernas BBI ini bisa menjadi wadah bagi pelaku UMKM untuk memperkenalkan kepada dunia bahwa pembangunan perekonomian NTB dapat terus berkembang dengan kemajuan industrialisasinya.
NTB bisa membuktikan bahwa peran industrialisasi pada suatu daerah dapat mendorong pertumbuhan perekonomian.
Gubernur mengatakan masyarakatnya kini mulai bergerak membuat berbagai karya yang inovatif untuk kesejahteraan bersama. Bahkan di tengah pandemi, berbagai industrialisasi terus menggeliat di Provinsi NTB.
Seperti industrialisasi pangan, industri hulu agro, permesinan alat, industri hasil pertambangan, industri kosmetik, farmasi herbal dan kimia dan industri ekonomi kreatif.
Melalui ajang Gernas BBI yang akan dibuka pada 3 Maret 2021 di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Gubernur mengharapkan agar UMKM yang ikut serta dapat dikurasi lebih teliti dan baik, sehingga ke depan bisa dipetakan rencana dari UMKM tersebut.
Sementara, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi NTB Heru Saptaji mengungkapkan pelaksanaan Gernas BBI di Mandalika dipilih dikarenakan menjadi salah satu destinasi pariwisata prioritas di Indonesia.
Gernas BBI di NTB ini merupakan jadwal yang ketiga. Pertama di Bali, kemudian di Toba, dan sekarang di NTB, kita angkat Mandalika yang merupakan destinasi prioritas.
Sebagai salah satu destinasi prioritas, KEK Mandalika dapat terus digaungkan baik di tingkat nasional maupun Internasional.
Diharapkan Mandalika dapat terus digaungkan dan menyegarkan kembali dibenak masyarakat bahwa kawasan ini merupakan destinasi wisata yang eksotik di NTB.
Dengan demikian kolaborasi antara Pemerintah, Kementerian dan Lembaga terkait, serta didukung pihak swasta harus bersatu padu untuk membangkitkan kembali industri terkait di dalamnya mulai dari pengrajin, hingga pelaku industri pariwisata nasional.
Dibantu dua pria perajin, Mahuni dari KWT Insan Madani Bambu bertahan di tengah wabah dengan terus menggeliatkan beragam produk kerajinannya yang terbuat dari bambu.
Dalam periode pandemi COVID-19 saja, kelompok yang beranggotakan 43 perempuan ini masih bisa menjaga pasar produk kerajinannya untuk tetap mendunia.
Negara-negara di Benua Eropa, Afrika, dan Asia, masuk dalam catatan pelanggan tetap dari kelompok yang sudah berdiri sejak 2016 silam ini.
Salah satu produk kerajinan yang kini menjadi andalannya adalah sedotan bambu. Produknya yang pasti ramah lingkungan. Bahkan sekitar setahun lamanya, Mahuni tegaskan produk ini dapat dimanfaatkan.
Produksi sedotan bambu ini dimulainya sejak akhir 2017. Produksinya berawal dari pesanan kelompok masyarakat bernama Gumibamboo yang berdomisili di Kota Mataram.
"Awalnya Gumibamboo yang menawarkan kami untuk membuat tulisan pada sedotan bambu produk kami. Disamping memberikan upah mengukir tulisan pada sedotan, Gumibamboo juga membantu kami memasarkan produk lainnya," kata Mahuni.
Akhir 2017, awalnya pesanan hanya senilai Rp500 ribu dari upah penulisan sedotan bambu. Tulisannya macam-macam, tergantung permintaan. Upah pengerjaannya Rp2000 per biji.
Sebelum bermitra dengan Gumibamboo, omzet paling Rp500 ribu per bulan karena jualan masih manual belum kenal internet. Setelah bermitra, dibantu Gumibamboo, omzet naik jadi Rp15-20 juta per bulan.
Untuk kebutuhan bahan baku bambu, Mahuni dan kawan-kawan tak perlu cemas. Karena NTB, Pulau Lombok khususnya, memang menjadi salah satu sentra produksi bambu terbesar di Indonesia.
Kegiatan semacam yang dilakukan Mahuni bersama kelompoknya pun terbilang masih minoritas di Pulau Lombok. Karena sampai saat ini, kebanyakan bambu hanya digunakan untuk membantu kegiatan pertukangan dalam membangun rumah.
Jenis bambu yang dimanfaatkan dalam kerajinan ini pun cukup beragam dan Mahuni pastikan bahan baku yang ada saat ini masih cukup untuk memasok kebutuhan dasar dari produk kerajinannya.
Bahkan sudah ada jenis bambu yang kini sedang dibudidayakan mereka di atas lahan kemitraan hutan kemasyarakatan (HKM) di kaki Gunung Rinjani. Jenis bambu yang dibudidayakannya adalah haur geulis atau teumen.
Jenis bambu yang satu ini biasanya digunakan untuk membuat pancing atau pun tongkat pramuka. Mahuni bersama kelompoknya memilih jenis bambu ini karena mampu menghasilkan bahan baku dalam jumlah yang cukup banyak meskipun di atas lahan terbatas.
Selain itu, jenis bambu ini memiliki diameter yang kecil dengan struktur rapi. Jenis bambu yang satu ini memang sangat cocok menjadi bahan baku produk andalannya, yakni sedotan.
Jejak Kebangkitan
Latar belakang terbentuknya KWT Insan Madani Bambu ini, kata Mahuni, semua berawal dari rasa keprihatinannya melihat banyak kasus sosial di desa, seperti pernikahan usia dini, perceraian tinggi, anak telantar dan ekonomi warga yang masih susah karena lapangan pekerjaan terbatas.
"Bersama beberapa ibu-ibu kemudian berdiskusi untuk membuat perkumpulan dengan harapan bisa mengubah perekonomian desa.
Akhirnya setelah berkomunikasi dengan kepala desa, Mahuni bersama kawan-kawan mendapat dukungan. Berugak Desa sejenis LSM di Kabupaten Lombok Tengah, memberikannya pendampingan untuk membuat kelompok.
Mereka memberikan gambaran tentang bagaimana berkelompok dan apa manfaatnya, sehingga terbentuk lah kelompok ibu-ibu dengan wadah KWT Insan Madani Bambu.
Dari pendampingan itu, bersama kawan-kawan mengawali kegiatan kelompoknya di bidang usaha tani. Ada juga warga yang melakukan usaha olahan pangan, dan hasil kebun seperti kopi dan sebagainya.
Setelah terbentuk, KWT Insan Madani Bambu mulai dilirik World Wide Fund for Nature (WWF). Mereka masuk dalam program pendampingan WWF pada akhir 2016.
"Saat itu, WWF memberikan informasi tentang adanya HHBK (hasil hutan bukan kayu). Dari berbagai jenis HHBK yang sudah ada SK Bupati Lombok Tengah, kami memilih bambu. Kebetulan pada saat itu ada doktor dari Universitas Mataram yang juga melakukan penelitian bambu di desa kami," ucapnya.
Dari pendampingannya, WWF mengidentifikasi apa saja kebutuhan mereka, keinginan dan tantangan dalam menjalankan usaha berkelompok. Mereka pun kemudian difasilitasi pelatihan membuat kerajinan bambu.
Awalnya anggota kelompok belum memiliki keahlian sama sekali. Padahal potensi di desa itu jadi ada peluang besar.
Pendampingan WWF dilakukan selama satu tahun sejak akhir 2016 hingga 2017 sebelum akhirnya bermitra dengan Gumibamboo. Tiap bulan ada kegiatan pelatihan dan sosialisasi yang Mahuni dan kelompoknya dapatkan, baik dalam hal keahlian, teknik penguatan kelompok dan manajemen keuangan.
Namun dari 43 anggota perempuan, hanya 25 orang yang kini fokus berusaha di bidang bambu. Lainnya tetap menjalankan kegiatan usaha tani, seperti membuat olahan pangan, dan hasil kebun berupa kopi.
Awal pelatihan yang diberikan oleh WWF berupa dua model kerajinan, yakni kotak tisu dan kap lampu. Berbekal menguasai cara pembuatan dua model kerajinan itu, kelompok ini pun mulai mengembangkan kreasinya di bidang kerajinan bambu.
Awalnya hasil tidak bagus tapi semua tidak patah semangat. Sepeti kata pepatah 'Bisa karena Biasa'. Setelah percaya diri, rasanya gampang kita berkreasi. Akhirnya muncul ide-ide membuat model kerajinan lain dari bambu.
Pengembangan produk dan desain baru, dilakukan secara otodidak. Kini membuat peralatan makan, berupa sendok, garpu dan pisau bambu untuk memotong roti serta tempat pensil, menjadi rutinitas KWT Insan Madani Bambu.
Ada juga produk kotak tempat dasi tenun, tempat parsel, tempat madu dan besek bambu untuk makanan.
Selain itu, kelompoknya kini dikatakan sedang menyiapkan produk gelas bambu yang ada desain MotoGP kombinasi gerabah. Pembuatan dilakukan bekerja sama dengan perajin gerabah di Penujak, Kabupaten Lombok Tengah.
Kegiatan itu pun telah mendapatkan pendampingan perancang khusus MotoGP yang merangkul semua UMKM kelompok produksi merchandise MotoGP.
Tidak hanya itu, KWT Insan Madani Bambu kini juga tergabung dalam beberapa kelompok usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) NTB dan kabupaten.
KWT Insan Madani Bambu juga dikatakannya ikut aktif dalam kelompok usaha pengurangan sampah plastik. Mereka pun mendapat pelatihan ecobrick atau pemanfaatan botol plastik yang diisi padat dengan limbah nonbiological.
Pelatihan itu, mereka dapatkan dari yayasan Pitu Fondation. Timbal baliknya, produk ecobrick yang mereka hasilkan dibeli oleh yayasan, senilai Rp1500 per botol air kemasan 600 mili liter yang berisi sampah plastik.
Tidak hanya itu, sebagai bentuk dukungannya dalam pengurangan sampah plastik, KWT Insan Madani Bambu kerap menyosialisasikan ke masyarakat tentang dampak buruk penggunaan plastik.
Pelatihan didapatkan juga kami berikan kepada warga. Meskipun belum ada respon bagus dari warga, tapi tetap ikhtiar. Karena tidak gampang menyadarkan masyarakat soal sampah, tapi bagi kami yang penting berbuat dulu membantu pemerintah.
Bekal kewirausahaan juga dikantongi dari pelatihan yang digelar Bank Indonesia setelah KWT Insan Madani Bambu masuk dalam daftar UMKM binaan Bank Indonesia.
Gernas BBI
Kegiatan usaha yang digeluti Mahuni bersama kelompok perempuannya ini adalah potret satu di antara UMKM yang mengikuti Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI).
Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah berharap Gernas BBI ini bisa menjadi wadah bagi pelaku UMKM untuk memperkenalkan kepada dunia bahwa pembangunan perekonomian NTB dapat terus berkembang dengan kemajuan industrialisasinya.
NTB bisa membuktikan bahwa peran industrialisasi pada suatu daerah dapat mendorong pertumbuhan perekonomian.
Gubernur mengatakan masyarakatnya kini mulai bergerak membuat berbagai karya yang inovatif untuk kesejahteraan bersama. Bahkan di tengah pandemi, berbagai industrialisasi terus menggeliat di Provinsi NTB.
Seperti industrialisasi pangan, industri hulu agro, permesinan alat, industri hasil pertambangan, industri kosmetik, farmasi herbal dan kimia dan industri ekonomi kreatif.
Melalui ajang Gernas BBI yang akan dibuka pada 3 Maret 2021 di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Gubernur mengharapkan agar UMKM yang ikut serta dapat dikurasi lebih teliti dan baik, sehingga ke depan bisa dipetakan rencana dari UMKM tersebut.
Sementara, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi NTB Heru Saptaji mengungkapkan pelaksanaan Gernas BBI di Mandalika dipilih dikarenakan menjadi salah satu destinasi pariwisata prioritas di Indonesia.
Gernas BBI di NTB ini merupakan jadwal yang ketiga. Pertama di Bali, kemudian di Toba, dan sekarang di NTB, kita angkat Mandalika yang merupakan destinasi prioritas.
Sebagai salah satu destinasi prioritas, KEK Mandalika dapat terus digaungkan baik di tingkat nasional maupun Internasional.
Diharapkan Mandalika dapat terus digaungkan dan menyegarkan kembali dibenak masyarakat bahwa kawasan ini merupakan destinasi wisata yang eksotik di NTB.
Dengan demikian kolaborasi antara Pemerintah, Kementerian dan Lembaga terkait, serta didukung pihak swasta harus bersatu padu untuk membangkitkan kembali industri terkait di dalamnya mulai dari pengrajin, hingga pelaku industri pariwisata nasional.