MINYAK TANAH BERSUBSIDI DI LOMBOK RP9.000/LITER

id

     Mataram, 6/3 (ANTARA) - Minyak tanah bersubsidi masih beredar di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, meskipun program konversi elpiji sudah sesuai target, namun harganya mencapai Rp9.000/liter atau jauh melampaui harga eceran tertinggi.

     Lonjakan harga minyak tanah bersubsidi itu terungkap dalam rapat koordinasi di Kantor Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa, yang juga dihadiri berbagai pihak terkait, seperti pejabat Pertamina dan Himpunan Wiraswasta Nasional (HIswana) Minyak dan Gas (Migas).

     Rapat koordinasi yang dipimpin Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda NTB H M Nur Asikin Amin itu, digelar atas permintaan Komisi III DPRD Kabupaten Lombok Timur, yang mempertanyakan sikap Pemprov NTB terhadap lonjakan harga minyak tanah bersubsidi itu.

     Politisi di Kabupaten Lombok Timur kesal karena harga minyak tanah bersubsidi yang semestinya dijual di wilayah Lombok Timur sebesar Rp2.835/liter sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Gubernur NTB, melonjak tajam hingga mencapai Rp9.000/liter.

     Menanggapi keluhan politisi DPRD Lombok Timur itu, Asikin mengatakan, lonjakan harga minyak tanah bersubsidi itu kemungkinan besar disebabkan oleh ulah pihak tertentu yang mengejar keuntungan berlipat ganda.

     "Semestinya masih tetap sesuai HET, mungkin karena pengecer minyak tanah bersubsidi itu memanfaatkan kondisi keterbatasan elpiji sehingga menaikkan harga secara sepihak. Tentu hal ini menjadi tugas bersama untuk menindaklanjutinya," ujarnya.

     Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi NTB masih memperjuangkan minyak tanah bersubsidi karena program konversi minyak tanah ke elpiji bersubsidi yang direalisasi di Pulau Lombok sejak pertengahan 2010, masih diwarnai beragam masalah.

     Program konversi minyak tanah bersubsidi ke elpiji kemasan tiga kilogram di Pulau Lombok dengan jumlah sasaran penerima paket perdana elpiji tiga kilogram pada dua tahapan distribusi sebanyak 679.071 paket, terdiri dari 676.883 paket rumah tangga dan 2.188 paket usaha mikro.

     Paket elpiji yang dibagikan secara gratis kepada keluarga miskin itu terdiri dari tabung tiga kilogram, kompor gas, selang dan regulator Standar Nasional Indonesia (SNI).     

     Sampai akhir Nopember 2011, sudah terdistribusi di lima kabupaten/kota yang ada di Pulau Lombok sebanyak 679.071 paket sesuai target, terdiri dari tahap pertama sebanyak 365.422 paket dan tahap kedua sebanyak 313.699 paket.

     Dengan demikian, distribusi elpiji bersubsidi di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Barat, Lombok Utara, dan Lombok Timur, sesuai target sudah rampung 100 persen.

     Kendati demikian, masih ada pihak yang menglaim belum menerima paket elpiji bersubsidi itu, sehingga Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi NTB kemudian mengusulan penambahan sebanyak 96.870 paket untuk distribusi tahap ketiga.

     Namun, hingga kini belum ada persetujuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sehingga Pertamina belum bisa merealisasikannya.

     Hal itu berarti masih ada kelompok masyarakat yang masih membutuhkan minyak tanah bersubsidi, sehingga distribusinya perlu dilanjutkan, meskipun ada pengurangan yang cukup signifikan terkait program konversi elpiji.

     Selain itu, adanya keterlambatan pertamina dan mitra usahanya dalam menyediakan stasiun pengisian elpiji, di Pulau Lombok, padahal sudah ada 679.071 rumah tangga/usaha mikro yang menerima paket elpiji bersubsidi.

     Hingga kini, baru dua Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPBE) yang beroperasi dari empat unit yang direncanakan untuk melayani tuntutan kebutuhan konsumen, terutama pengguna elpiji bersubsidi yang dikategorikan warga miskin.

     Kedua SPBE yang telah beroperasi itu berlokasi di jalan lingkar selatan Kota Mataram, dan di Lembar. Sementara dua unit SPBE lainnya dibangun di Pancor Dao, Kecamatan Batu Kliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah, dan di Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur, belum beroperasi.

     Karena itu, Pemprov NTB masih meminta distribusi minya tanah bersubsidi meskipun kuotanya berkurang dari 275 kilo liter/hari menjadi 130 kilo liter/hari hingga berkurang lagi menjadi 105 kilo liter/hari, tetapi masih terus berlanjut.

     "Menurut informasi 105 kilo liter/hari akan berlangsung hingga Mei mendatang, atau sampai semua SPBE yang dibangun di Pulau Lombok dapat digunakan. Sementara ini dari empat SPBE yang dibangun di Lombok baru dua yang beroperasi yakni di Mataram dan Lombok Barat. Dua lagi masing-masing di Lombok Tengah dan Lombok Timur belum beroperasi," ujar Asikin.

     Asikin mengakui, pihaknya juga mendapat informasi yang menyatakan bahwa harga minyak tanah bersubsidi yang dijual di tingkat pengecer di Pulau Lombok melonjak hingga mencapai Rp7.000/liter sampai Rp9.000/liter.  (*)