Mataram (ANTARA) - Terdakwa I Nyoman Juliandari alias Mandari yang didakwa sebagai bandar pengendali peredaran narkoba jenis sabu-sabu asal Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengakui punya ratusan ayam aduan.
"Ayam aduan, saya punya ratusan," kata Mandari ke hadapan majelis hakim yang dipimpin Sri Sulastri dalam sidang dengan agenda pemeriksaan dirinya sebagai terdakwa bersama suami, I Gede Bayu Pratama di Pengadilan Negeri Mataram, Senin.
Ajang dirinya mengeluarkan ayam aduan dalam arena sabung ayam itu melihat momentum acara keagamaan yang digelar Umat Hindu.
"Kalau pura mengadakan (acara keagamaan), baru saya keluarkan ayam saya," ujarnya.
Dia pun meyakinkan hakim bahwa acara keagamaan umat Hindu, sudah melekat dengan kegiatan sabung ayam.
"Seperti kalau ada odalan (upacara keagamaan), pasti ada (sabung ayam)," ucap dia.
Dengan mengikutsertakan ayam aduan miliknya dalam sabung ayam di setiap acara keagamaan, Mandari mengaku bisa mendapat keuntungan menang hingga puluhan juta.
"Jadi, ada taruhan antara saya dengan lawan. (Besar) taruhannya tergantung, ada Rp50 juta sampai Rp100 juta, bahkan lebih," katanya.
Kalau di Pulau Lombok, lanjut dia, ayam aduan miliknya kerap mengikuti sabung ayam dalam acara keagamaan di wilayah Suranadi, Kabupaten Lombok Barat, dan Kabupaten Lombok Utara.
Bahkan, Mandari mengaku pernah diundang dalam pertarungan sabung ayam di Pulau Bali. Dalam acara di Bali tersebut, jelas dia, ada juga peserta undangan yang datang dari Kalimantan.
"Saya pernah diundang (sabung ayam) di Bali. Diberikan surat undangan, pergilah ke situ," ujar Mandari.
Lebih lanjut, Mandari mengakui bahwa memelihara ayam aduan ini sudah menjadi bagian dari hobi dirinya.
"Jadi bukan pekerjaan, hanya sekadar hobi saja," kata Mandari.
Terkait dengan pengakuan tersebut, hakim ketua Sri Sulastri bertanya kepada Mandari terkait legalitas dari kegiatan sabung ayam dalam sebuah acara keagamaan umat Hindu.
"Memangnya boleh taruhan?. Tidak ditangkap polisi?," kata Sri Sulastri bertanya.
Mandari menjawab hal itu dengan menyatakan tidak mengetahuinya. Dia hanya ikut karena ada undangan dari pihak penyelenggara.
Sri Sulastri pun menyampaikan bahwa dirinya pernah tugas di wilayah Singaraja, Bali. Dia mengakui ada kegiatan sabung ayam ketika umat Hindu menggelar acara keagamaan.
"Memang ada (sabung ayam), tetapi tidak pakai taruhan uang. Karena itu tidak boleh," ujarnya.
Selain mempertanyakan hobi yang mendatangkan keuntungan puluhan juta, Sri Sulastri juga mempertanyakan Mandari perihal dirinya yang kerap gonta-ganti nomor perdana telepon seluler.
Dalam pengakuan ke hadapan majelis hakim, Mandari mengatakan itu berkaitan dengan profesi dirinya yang menerima gadai barang.
"Karena banyak yang menelpon saya minta gadai tanpa jaminan. Saya tidak suka itu, makanya sering ganti nomor," kata Mandari.
Menurut hakim ketua, jawaban tersebut di luar nalar. Sri Sulastri melihat hal itu janggal. Apabila tidak terima gadai tanpa jaminan, seharusnya Mandari tidak perlu memberikan respon.
"Kalau memang pendapatan dari terima gadai, kenapa harus gonta-ganti nomor. Apa malah itu tidak merugikan. Saya saja, nomor telepon lama saya masih saya simpan," ujar Sri Sulastri.
Dalam perkara ini, Mandari bersama suaminya, Bayu, didakwa dengan Pasal 114 ayat 2 Juncto Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 35/2009 tentang Narkotika.
Pasal 132 ayat 1 tersebut berkaitan dengan pemufakatan jahat dalam peredaran narkoba. Mandari bersama suaminya, Bayu, diduga sebagai pengendali atau inang dari peredaran narkoba jenis sabu-sabu yang telah mengungkap peran tiga anggota jaringannya yang kini sudah berstatus narapidana.