Lombok Barat, NTB, 12/6 (ANTARA) - Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Maritje Hutapea mengatakan, penyediaan bahan baku untuk biogas masih menjadi permasalahan serius di berbagai daerah.
"Aspek keberlanjutan penyediaan bahan baku untuk biogas masih menjadi permasalahan serius sehingga perlu disikapi," kata Maritje saat memaparkan materi pada "Workshop" Program Biogas Rumah (Biru), di Hotel Jayakarta, Sengggigi, Kabupaten Lombok Barat, Selasa. Maritje mewakili Dirjen Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM Dadan Kasdiana, untuk memaparkan Program Pengembangan Biogas Nasional, pada "workshop" itu.
Ia mengatakan, dari hasil pemantauan dan evaluasi program biogas nasional, tersimpulkan bahwa keberlanjutan penyediaan bahan baku biogas yakni kotoran sapi, masih menjadi permasalahan serius.
Karena itu, perlu disusun persyaratan dan kriteria daerah calon penerima kegiatan fisik bioenergi yang akan menjadi dasar penentuan daerah sasaran program biogas nasional.
"Selanjutnya, ditindaklanjuti dengan kesepakatan bersama Kementerian ESDM dengan pemerintah daerah," ujarnya.
Selain itu, kata Maritje, dari aspek teknis juga masih memunculkan masalah yakni pembangunan digester yang tidak memenuhi spesifikasi.
Oleh sebab itu, Kementerian ESDM menekankan pengelolaan (pengoperasi dan pemeliharaan) sebagai aspek utama yang sangat menentukan keberhasilan serta keberlanjutan implementasi program biogas nasional.
Ia mengatakan, program pengembangan biogas di Indonesia diimplementasikan melalui tiga kategori yakni komersial (investasi swasta), semi komersial (penerapan subsidi secara parsial) dan non-komersial (investasi pemerintah).
Biogas non-komersial dilakukan melalui program Desa Mandiri Energi (DME) dengan pendanaan APBN.
Semi komersial dilakukan melalui program biogas rumah (Biru) yang merupakan implementasi kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Belanda, yang bertujuan menciptakan pasar biogas di Indonesia, dalam upaya penyediaan akses ke energi bersih, khususnya untuk masyarakat pedesaan.
Program Biru sudah diterapkan sejak 2010 dan akan berakhir di 2012, dengan target terbentuknya 8.000 unit reaktor biogas, di delapan provinsi.
Sampai Mei 2012 telah menghasilkan 5.251unit, yakni Jawa Barat sebanyak 484 unit, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebanyak 449 unit, Jawa Timur 3.797 unit, Bali 230 unit, Lombok 205 unit, Sulawesi Selatan 46 unit dan Sumatera Barat sebanyak 40 unit.
Sedangkan biogas komersial dilakukan melalui pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas, yang memanfaatkan limbah pertanian, limbah hutan, lombah kota/sampah, yang melibatkan sektor swasta.
Limbah pertanian misalnya, berupa limbah cair pabrik kelapa sawit, industri tapioka, industri tahu dan rumah potong hewan, serta peternakan skala besar.
"Khusus pengembangan biogas non-komersial, dilakukan melalui program DME dengan pendanaan APBN dan APBD, dan wilayah sasarannya diluar program biru," ujarnya. (*)