KEMTAN: PENGEMBANGAN TEMBAKAU MASIH PRIORITASKAN PENERIMAAN NEGARA

id

     Mataram, 21/2 (ANTARA) - Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan) mengklaim pengembangan komoditi tembakau sekarang ini masih prioritaskan penerimaan negara, sesuai "roadmap" yang ditetapkan.

     "Pada 'roadmap' pengembangan tembakau, saat ini masih periode 2010-2014 yang diprioritaskan pada penerimaan negara," setelah itu baru kesehatan lalu tenaga kerja," kata Direktur Budidaya Tanaman Semusim Ditjen Perkebunan Kemtan Nurnowo Parijo, pada pertemuan koordinasi program intensifikasi tembakau virginia Lombok, di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis.

     Pada pertemuan koordinasi itu, Nurnowo mewakili Dirjen Perkebunan Gamal Natsir, yang berhalangan hadir.

     Ia mengatakan, sesuai "roadmap" Industri Hasil Tembakau (IHT), pengembangan komoditi tembakau, kebijakan pengembangan difokuskan pada penyeimbangan antara produksi dan kebutuhan, serta peningkatan ekspor dengan tahapan skala prioritas.

     Pada periode 2007-2010 prioritasnya pada sektor tenaga kerja, kemudian penerimaan negara lalu kesehatan, dan periode 2010-2014 prioritasnya pada penerimaan negara, baru kesehatan lalu tenaga kerja.

     Pada periode 2015-2020 prioritasnya pada kesehatan, baru penerimaan lalu tenaga kerja. Periode setelah 2014 telah didukung Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, atau yang lebih dikenal dengan PP Tembakau.  

     PP tembakau itu terdiri atas delapan bab dan 65 pasal, yang secara spesifik mengatur tentang kandungan (nikotin dan tar, serta bahan tambahan lainnya), kemasan, peringatan kesehatan, kawasan tanpa pokok, perlindungan anak dan wanita hamil, pengendalian iklan pengawasan dan lainnya.

     Terkait peringatan kesehatan, PP itu mengatur tentang kewajiban mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar dan tulisan seluas 40 persen kemasan depan dan belakang.

     Selain itu, pada bungkus rokok, harus ada pencantuman informasi mengenai kadar tar dan nikotin, mengandung lebih dari 4000 zat kimia berbahaya serta lebih dari 43 zat penyebab kanker.

     Juga dilarang menjual atau memberi kepada anak berusia di bawah 18 tahun dan perempuan hamil, serta larangan mencantumkan kata-kata yang menyesatkan atau bersifat promotif.

     PP tersebut juga mengatur ketentuan mengenai pengendalian isi/konten iklan rokok yang dapat dipublikasikan dengan syarat-syarat tertentu.

     Syarat iklan rokok diantaranya wajib mencantumkan peringatan kesehatan, mmencantumkan 18+, tidak memperagakan wujud rokok, tidak merangsang atau menyarankan merokok, dan tidak ditujukan kepada anak, remaja, wanita hamil.

     Mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR), diberlakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Selanjutnya pemda akan menetapkan KTR di daerahnya  masing-masing.

     PP 109 Tahun 2012 menyebutkan bahwa pemberlakuan peringatan kesehatan paling lambat 18 bulan sejak diundangkan. Sementara pemberlakuan tentang promosi, iklan dan "sponsorship" paling lambat 12 bulan sejak diundangkan.

     Pengembangan komoditi tembakau juga telah didukung Undang Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tembakau.

     "Karena itu, saat ini belum ada larangan untuk menanam tembakau, Undang Undang dan PP itu belum melarang petani tanam tembakau," ujarnya.

     Nurnowo mengemukakan hal itu sebagai penegasan atas pandangan keliru pihak tertentu, termasuk Serikat Tani Nasional (STN) NTB yang berkali-kali menggelar unjuk rasa terkait PP Nomor 109 Tahun 2012.

     STN NTB mengkhawatirkan dampak dari pemberlakuan PP Tembakau yang telah disahkan pada 24 Desember 2012 itu.

     Mereka khawatir dengan pemberlakuan PP itu perusahaan makin enggan membeli tembakau petani, apalagi pemerintah masih membolehkan impor tembakau. Bahkan membebaskan biaya masuk tembakau impor sejak Juli 2012.

     Kekhawatiran itu dikait-kaitkan dengan keengganan sejumlah perusahaan pengelola tembakau virginia Lombok untuk membeli produk yang dihasilkan petani hasil panen 2012.

     Menurut Nurnowo, PP tersebut disiapkan untuk periode setelah 2015-2020 seiring dengan tuntutan zaman yang menekankan pentingnya kesehatan.

     "Nanti mulai 2015, mau tidak mau, suka tidak suka kita harus menyesuaikan. Tapi memang tidak dilarang untuk menanam tembakau. Kalau kesehatan lebih dikedepankan maka orang tidak membeli rokok dan tembakau jadi kurang dibutuhkan, itu maksud dari kesimbangan produksi dan kebutuhan," ujarnya. 

     Karena itu, lanjut Nurnowo, pengembangan komoditi tembakau disesuaikan dengan permintaan pasar, karena juga harus diantisipasi jauh-jauh hari atas tingkat kesadaran masyarakat terhadap derajat kesehatan.

     Pada saatnya nanti, petani tembakau tidak harus memproduksi banyak jika permintaan pasarnya sudah berkurang.

     "Saat ini, memang permintaan pasar masih tinggi, sehingga produksi besar-besaran pun tidak dilarang. Impor bahan baku tembakau pun masih boleh, tidak ada larangan," ujarnya. (*)