NTB ingin Newmont perjelas keengganan bangun smelter

id Newmont, smelter, NTB pertanyakan

"Sampai sekarang, Newmont belum menunjukkan hasil studi kelayakan tentang pembangunan `smelter` di Indonesia yang menggambarkan ancaman kerugian besar, sehingga mereka enggan membangunnya.[Smelter] Itu yang diinginkan NTB," kata Direktur Utama PT Dae

Mataram (Antara Mataram) - Pemerintah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat menginginkan PT Newmont Nusa Tenggara memperjelas alasan yang melatarbelakangi keengganan membangun "smelter" atau tempat pemurnian konsentrat di Indonesia.

"Sampai sekarang, Newmont belum menunjukkan hasil studi kelayakan tentang pembangunan `smelter` di Indonesia yang menggambarkan ancaman kerugian besar, sehingga mereka enggan membangunnya.[Smelter] Itu yang diinginkan NTB," kata Direktur Utama PT Daerah Maju Bersaing (DMB) Andy Hadianto, di Mataram, Kamis.

PT DMB merupakan perusahaan bersama tiga pemerintah daerah (pemda) di NTB yakni Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kabupaten Sumba dan Kabupaten Sumbawa Barat.

PT DMB kemudian menggandeng PT Multicapital (Bakrie Group) untuk mengakuisisi saham NNT yang harus didivestasi sesuai perjanjian Kontrak Karya (KK).

PT DMB dan PT Multicapital kemudian membentuk perusahaan patungan yang diberi nama PT Multi Daerah Bersaing (MDB), dan sampai 2010, PT MDB sudah menguasai 24 persen saham PT NNT senilai Rp8,6 triliun.

Andy mengatakan, tidak elok jika Newmont enggan membangun "smelter" kemudian memberi pernyataan bahwa akan berhenti beroperasi jika perusahaan tambang emas dan tembaga itu tidak lagi diperbolehkan mengekspor konsentrat setelah 12 Januari 2014.

"Semestinya Newmont menunjukkan hasil studi kelayakan yang menggambarkan kerugian besar jika harus membangun smelter, bukan menyatakan kemungkinan akan berhenti beroperasi jika itu terjadi," ujar Andy sambil tersenyum.

Sebelumnya, Presiden Direktur (Presdir) PTNNT Martiono Hardianto dalam memo internal yang disampaikan kepada seluruh karyawan, menyatakan bahwa jika kebijakan tersebut diberlakukan mulai Januari 2014, NNT harus membuat rencana darurat dalam hal ekspor konsentrat tembaga tidak diizinkan lagi, termasuk adanya kemungkinan penghentian operasi di Batu Hijau.

"Jika perusahaan kita tidak diperbolehkan mengekspor konsentrat tembaga, kita tidak akan menghasilkan pendapatan yang cukup dari penjualan konsentrat ke smelter Gresik untuk dapat terus melanjutkan operasi kami," ujarnya.

Manajemen NNT juga telah mengadakan sejumlah pertemuan dengan berbagai kementerian selain Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Industri serta dengan para pejabat dari berbagai instansi.

Namun demikian, kata Martiono, hingga saat ini, NNT masih belum menerima konfirmasi atas hak untuk mengekspor konsentrat tembaga setelah 12 Januari 2014 tersebut.

"NNT bertekad untuk terus bekerjasama dengan Kementrian ESDM dan pihak-pihak terkait lainnya dengan harapan kita akan dapat menyelesaikan persoalan ini sesuai dengan tenggat waktu agar tambang Batu Hijau dapat terus beroperasi untuk memberi manfaat kepada semua pemangku kepentingannya," ujarnya.

Dari memo internal itu, mencuat isu penghentian operasi tambang PTNNT di Batu Hijau, Sumbawa Barat, yang cukup meresahkan ribuan karyawan, karena akan berakhir dengan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Meskipun, isu penghentian operasi tambang tersebut cukup berdasar mengingat akan diberlakukannya Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.

UU itu ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2012 yang mengatur kewajiban tambang untuk melakukan pemurnian dan pengolahan hasil tambang.

Gandeng perusahaan lain

Kepala Departemen Komunikasi NNT Ruby Purnomo mengatakan, manajemen NNT masih membahas "smelter" dengan tiga perusahaan mitra, sesuai amanat Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.

"Masih tahap pembahasan dengan tiga perusahaan, nanti perkembangannya dilaporkan kepada Menteri Pertambangan dan Energi," ujarnya.

Ruby menyebut tiga perusahaan itu yakni PT Nusantara Smelting, PT Indosmelt, dan PT Indovasi Mineral Indonesia.

Ia mengatakan, Newmont tidak harus membangun "smelter" di Indonesia, karena Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba hanya mengharuskan perusahaan tambang melakukan pemurnian di dalam negeri.

Karena itu, Newmont menempuh upaya pembahasan "smelter" dengan tiga perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia itu.

"Sampai sekarang belum selesai pembahasannya. Tapi, perkembangannya selalu dilaporkan ke pemerintah," ujarnya.
(*)