NTB mulai bahas raperda jasa konstruksi

id NTB mulai bahas raperda jasa konstruksi

NTB mulai bahas raperda jasa konstruksi

Pemerintah provinsi dan badan legislasi DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai membahas rancangan peraturan daerah (raperda) yang mengatur tentang jasa konstruksi, yang juga mencakup pengaturan tata letak bangunan permanen. (Ilustrasi jasa konstruksi)

"Naskah raperda jasa konstruksi itu sudah diajukan ke DPRD NTB dan Pak Gubernur sudah pula menjelaskan dasar pengajuannya dalam sidang paripurna yang digelar Kamis (9/1)," Kabag Humas dan Protokol Setda NTB Tri Budiprayitno.
Mataram (Antara Mataram) - Pemerintah provinsi dan badan legislasi DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai membahas rancangan peraturan daerah (raperda) yang mengatur tentang jasa konstruksi, yang juga mencakup pengaturan tata letak bangunan permanen.

"Naskah raperda jasa konstruksi itu sudah diajukan ke DPRD NTB dan Pak Gubernur sudah pula menjelaskan dasar pengajuannya dalam sidang paripurna yang digelar Kamis (9/1)," Kabag Humas dan Protokol Setda NTB Tri Budiprayitno, di Mataram, Sabtu.

Ia mengatakan acuan hukum penggodokan raperda itu yakni Undang Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, dan PP Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.

Regulasi lainnya antara lain Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum (PU) Nomor: 08/SE/M/2006 perihal Pengadaan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah, dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 601/476/SJ Perihal Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah.

"Nantinya, regulasi jasa konstruksi di NTB itu menyasar pajak dan retribusi jasa konstruksi untuk peningkatan pendapatan daerah, sekaligus penataan konstruksi bangunan permanen dan semi permanen yang disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah," ujarnya.

Menurut Tri, sejauh ini konstruksi bangunan di wilayah NTB mengikuti selera pemiliknya sehingga sering mengabaikan makna rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi maupun kabupaten/kota.

Sebagai contoh konstruksi bangunan di pulau-pulau wisata seperti pulau kecil (gili) yang menyebar di sekitar Pulau Lombok dan Sumbawa, yang dibangun sesuai selera pemiliknya.

"Karena itu, perlu diatur agar ada standarisasi konstruksi bangunan sesuai RTRW, agar tidak mengganggu perencanaan pembangunan daerah yang terarah dan komprehensif," ujarnya.

Tri menambahkan, jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran pembangunan.

Peraturan perundang-undangan dalam bidang usaha jasa konstruksi, yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan/atau tata lingkungan, dalam implementasinya membutuhkan landasan yuridis dalam bentuk peraturan daerah.

Sementara tujuan legalisasi tersebut yakni untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran penyedia jasa, dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, meningkatkan pemahaman dan kesadaran pengguna jasa konstruksi terhadap hak dan kewajibannya.

Selanjutnya, menumbuhkan pemahaman masyarakat akan peran strategis jasa konstruksi dalam pembangunan daerah, serta kesadaran akan hak dan kewajiban guna mewujudkan tertib usaha, tertib penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan.

"Raperda tentang jasa konstruksi ini diharapkan menjadi dasar hukum bagi Pemerintah Provinsi NTB, dalam mengatur mekanisme penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi, sistem penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi dan standar ke-teknik-an, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, serta tata lingkungan dan persyaratan penyelenggaraan jasa kontruksi," ujarnya.

Selain itu, raperda ini dimaksudkan sebagai pedoman pemberdayaan dan pengembangan sistem informasi jasa konstruksi, penelitian dan pengembangan jasa konstruksi, pengembangan sumberdaya manusia bidang jasa konstruksi, pelaksanaan pelatihan bimbingan teknis dan penyuluhan, serta pelaksanaan pemberdayaan terhadap LPJK daerah dan asosiasi.

Mengenai pembinaan dan pengawasan terhadap tata lingkungan yang bersifat lintas kabupaten/kota, tri mengemukakan bahwa pemerintah provinsi melakukan pengawasan mengenai persyaratan, mekanisme, sistem dan standar keteknikan, untuk terpenuhinya tertib usaha dan tertib penyelenggaraan jasa konstruksi dan pengawasan terhadap asosiasi. (*)