Penderita DBD di NTB Capai 208 Kasus

id NTB DBD

"Kita perkirakan puncak kasus DBD ini terjadi di bulan Februari hingga Maret,"
Mataram (Antara NTB) - Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat mencatat jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD) di daerah itu hingga Januari 2016 sudah mencapai 208 kasus.

"Kita perkirakan puncak kasus DBD ini terjadi di bulan Februari hingga Maret," kata Kepala Dinas Kesehatan NTB Drg Eka Junaedi di Mataram, Senin.

Ia menyebutkan, dari jumlah penderita DBD itu, terbanyak terjadi di Kabupaten Lombok Timur dengan 60 kasus, selanjutnya kota Mataram 53 kasus, Kabupaten Bima 51 kasus, Sumbawa 18 kasus.

Kabupaten Dompu 8 kasus, Lombok Barat 7 kasus, Lombok Tengah 6 kasus, Lombok Utara 4 kasus dan kota Bima 2 kasus.

"Kalau melihat perkembangannya, paling pesat itu terjadi di Kabupaten Bima dan Kota Mataram. Tetapi, sejauh ini belum ada yang dilaporkan meninggal dunia, karena semuanya telah mendapatkan perawatan secara intensif di rumah sakit," katanya.

Menurut dia, meski jumlah kasus DBD mengalami peningkatan dan terjadi hampir merata di kabupaten/kota, namun pihaknya belum bisa menetapkan kejadian luar biasa (KLB) DBD di NTB.

"Minimal jumlah penderita DBD itu dua kali lipat, sehingga baru bisa dikatakan KLB DBD di NTB," ujarnya.

Ia menjelaskan, jika melirik ke belakang, yakni tahun 2015 jumlah penderita DBD di NTB berdasarkan data Januari hingga Desember terjadi 1.000 kasus, dengan dua orang dinyatakan meninggal dunia.

"Kita harap kasus DBD tidak terlalu banyak dari tahun lalu, tetapi kalaupun jumlah kasusnya banyak, baru pada gejala DBD saja," katanya.

Lebih lanjut, Eka mengatakan, guna mencegah kasus tersebut semakin bertambah, pihaknya mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan melaksanakan hidup sehat dengan selalu menjaga lingkungan sekitar agar terhindar dari serangan DBD.

"Kami melihat harus ada tindakan untuk mencegah ini, meskipun kami juga sudah memantau prilaku hidup sehat masyarakat NTB sudah cukup bagus, hanya saja perlu ditingkatkan dengan menggalakkan 3 M," jelasnya.

Karena itu, ia meminta masyarakat untuk rajin membersihkan lingkungan tempat tinggal. Sebab, kalau hanya mengandalkan "fogging" atau pengasapan tidak efektif, karena sifatnya hanya sesaat dan tidak memusnahkan.

"Yang paling utama itu adalah masyarakat mengedepankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)," kata Eka. (*)