KPAI sebut masyarakat perlu terlibat awasi pengasuhan dan kekerasan terhadap anak

id Ai Maryati Solihah, kekerasan terhadap anak,KPAI, kekerasan anak,Perlindungan Anak,PHA,PKA,Anak,Seksual,Kekerasan Terhad

KPAI sebut masyarakat perlu terlibat awasi pengasuhan dan kekerasan terhadap anak

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah (kiri) dalam acara bertajuk "Negara Hadir Atasi Darurat Kekerasan Anak" di Jakarta, Senin (13/11/2023). (ANTARA/Anita Permata Dewi).

Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut perlunya pengawasan dari masyarakat untuk mendeteksi pengasuhan tidak layak, maupun kekerasan terhadap anak.

"Perlunya peran masyarakat untuk mendeteksi adanya pengasuhan tidak layak, maupun kekerasan terhadap anak di lingkungan tempat tinggal mereka," kata Ketua KPAI Ai Maryati Solihah di Jakarta, Senin.

Terkait hal ini, diperlukan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mendeteksi dini adanya pengasuhan tidak layak. Selain itu, pemberian layanan perlindungan anak dilakukan dengan memaksimalkan kelompok yang sudah ada, serta pelibatan tokoh masyarakat dan tokoh keagamaan.

Dikatakannya, KPAI sudah melakukan langkah kolaborasi perlindungan anak untuk menekan terjadinya kekerasan terhadap anak, terutama menekankan isu berkelanjutan pada level keluarga, komunitas, dan masyarakat.

Menurut Ai, beberapa penyebab anak menjadi korban kekerasan, baik fisik, dan atau psikis, salah satunya pengaruh negatif perkembangan teknologi dan informasi, lingkungan sosial budaya yang permisif, lemahnya kualitas pengasuhan, kemiskinan, tingginya angka pengangguran, serta kondisi lingkungan yang tidak ramah anak.

Data KPAI menunjukkan bahwa pengaduan kasus perlindungan anak sepanjang Januari hingga September 2023 mencapai 1.800 kasus, terkait Pemenuhan Hak Anak (PHA) dan Perlindungan Khusus Anak (PKA).

Sementara sepanjang 2022, pihaknya mencatat sebanyak 2.133 kasus kekerasan terhadap anak, dengan kategori tertinggi berkaitan dengan kejahatan seksual, termasuk kekerasan fisik, juga psikologis, kasus pornografi, dan kejahatan siber.

Baca juga: Bekasi Jabar menggelar rakor satgas cegah perundungan anak
Baca juga: FSGI mendorong setiap sekolah bentuk Tim PPK cegah kekerasan anak


"Bentuknya eskalatif, artinya tingkatannya dari yang ringan, sedang, hingga pada situasi yang kita tidak pernah terpikir. Angka tertinggi kekerasan seksual. Lalu fisik juga luar biasa tingginya. Memang ada penurunan, terutama pada 2019 sebelum COVID-19. Setelah COVID, era digital, kembali naik," kata Ai Maryati Solihah.