Mataram (ANTARA) - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, telah mengusulkan tambahan blangko kartu tanda penduduk (KTP) elektronik sebanyak 4.000 keping ke pemerintah pusat.
"Tambahan blangko KTP elektronik tersebut untuk memenuhi kebutuhan selama 2 bulan ke depan," kata Sekretaris Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Mataram Lalu Ahmad Gunadi di Mataram, Rabu.
Ia mengatakan tingginya kebutuhan blangko KTP elektronik itu karena tidak hanya untuk mencetak perekaman baru, melainkan juga untuk melayani penggantian KTP dengan berbagai alasan.
Baca juga: Stok blangko KTP-E di Mataram mulai stabil
Seperti, KTP hilang, rusak, dan perubahan data, termasuk perubahan foto karena alasan tertentu salah satunya di KTP sebelumnya tidak menggunakan hijab, dan alasan-alasan lainnya.
Dalam pendistribusian blangko KTP elektronik tersebut, tidak ada jatah khusus yang ditetapkan pemerintah pusat, karena itu tergantung dari kebutuhan setiap daerah.
"Kami menghitung dari rata-rata kebutuhan saat perekaman," katanya.
Baca juga: Blangko habis, penerbitan KTP elektronik di Mataram dihentikan
Di sisi lain, menyinggung tentang target penduduk wajib KTP tahun 2025, Gunadi mengatakan, hal itu masih dalam proses pembahasan dengan Dinas Kependudukan dan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP2KB).
"Target tahun ini kami belum menetapkan wajib KTP tahun 2025 karena angka kependudukan belum dirilis. Wajib KTP biasanya terakumulasi dengan data sebelumnya," katanya.
Apalagi pada tahun 2024, realisasi perekaman wajib KTP masih di bawah target nasional sebesar 99,4 persen, sedangkan realisasi di Kota Mataram sekitar 99,28 persen atau sekitar 2.000 jiwa belum terekam.
Kondisi itu terjadi karena sesuai dengan database yang ada, potensi wajib KTP tidak ada di Kota Mataram, baik itu dari angka anak sekolah dan angka pekerja yang tidak ada di Kota Mataram.
Sementara berbagai kegiatan percepatan perekaman dengan berbagai inovasi layanan seperti jemput bola ke sekolah, kelurahan, hingga ke tingkat lingkungan sudah dilakukan.
"Kami terkendala untuk warga Mataram yang ada di data, tapi ternyata tidak ada di Mataram karena kepentingan pendidikan, pekerjaan, atau lainnya," katanya.*