HKm Lombok Utara Perlu Sentuhan Teknologi Pengolahan

id HKM KLU

HKm Lombok Utara Perlu Sentuhan Teknologi Pengolahan

Salah satu ibu rumah tangga di Desa Santong, Kabupaten Lombok Utara, NTB, memproduksi pisang sale dari hasil HKm. (ANTARA NTB/Awaludin) (1)

"Kami sangat berharap ada pelatihan dari pemerintah atau lembaga lain terkait pengolahan hasil hutan bukan kayu"
Lombok Utara (Antara NTB) - Para petani pengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) Santong di Kecamatan Kayangan dan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, memerlukan sentuhan teknologi pengolahan hasil hutan bukan kayu agar bisa menambah nilai ekonomi.

"Kami sangat berharap ada pelatihan dari pemerintah atau lembaga lain terkait pengolahan hasil hutan bukan kayu (HHBK)," kata Ketua Kelompok Petani Pengelola HKm Santong H Artim, di Lombok Utara, Senin.

Ia menyebutkan, ada belasan jenis HHBK yang dihasilkan, seperti pakis, daun sirih, pisang, cengkih, kakao, kopi dan madu serta durian.

Seluruh komoditas tersebut mampu memberikan pendapatan harian, bulanan dan tahunan bagi 838 kepala keluarga yang diberikan Izin Usaha Pengelolaan HKm Santong seluas 753 hektare sejak 2011.

Namun pendapatan yang diperoleh masih dalam bentuk penjualan produk mentah.

"Kalau bisa, pada saat musim durian orang tidak hanya bisa makan buahnya saja, tapi dodol durian. Makanya perlu ada pelatihan membuat produk semacam itu," ujarnya.

Untuk saat ini, kata Artim, rumah tangga pengelola HKm Santong hanya mampu mengolah pisang menjadi sale pisang. Sebagian ada yang mengolah hingga pengemasan, namun sebagian lagi menjual dalam bentuk setengah jadi.

Proses pengolahan pisang menjadi sale masih dilakukan secara tradisional karena petani terkendala dari sisi modal jika ingin menggunakan teknologi mesin, mulai dari proses pemotongan, pengeringan hingga pengemasan.

Sementara kopi yang dihasilkan sepenuhnya dijual ke pedagang pengumpul dalam bentuk biji. Padahal masih bisa diolah menjadi kopi bubuk kemudian dikemas, sehingga nilai tambahnya bisa lebih tinggi.

"Memang masih menguntungkan menjual dalam bentuk belum diolah karena harga komoditas perkebunan relatif bagus, seperti cengkih bisa Rp87 ribu per kilogram," kata Artim.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan NTB Hj Husnanidiaty Nurdin, mengatakan pihaknya akan memfasilitasi para petani pengelola HKm Santong dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTB terkait dengan pengolahan HHBK.

Pihaknya juga akan memfasilitasi dengan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil Menengah (UMKM) NTB terkait dengan pelatihan manajemen pembukuan dan keuangan koperasi. Sebab, petani pengelola HKm Santong sudah membentuk koperasi simpan pinjam dan rutin menggelar rapat anggota tahunan.

"Dari pengakuan pengurus, keberadaan koperasi itu terbukti mampu menghilangkan praktik ijon dan rentenir, tinggal perlu ditingkatkan lagi manajemen pembukuan dan keuangan," katanya. (*)